Pemerintah meluncurkan program Sekolah Rakyat sebagai salah satu langkah strategis untuk memutus rantai kemiskinan antargenerasi. Program ini merupakan inisiatif langsung dari Presiden Prabowo Subianto dan ditujukan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem yang selama ini sulit mengakses pendidikan berkualitas.
"Program Sekolah Rakyat bukan program Kementerian Sosial, tapi program riil dari Bapak Presiden, yang diamanahkan kepada kami melalui Inpres Nomor 8/2025," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI Robben Rico, dalam keterangan tertulis, Senin (21/7/2025)
"Jadi kami ini ibaratnya diminta untuk jadi tim kesebelasan. Owner kesebelasan ini Pak Presiden, kebetulan kami diminta jadi kapten tim kesebelasan itu," sambungnya dalam media briefing bertema 'Menembus Batas Lewat Sekolah Rakyat' di Balai Pers Nasional, Surakarta, Minggu (20/7).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, pada forum yang digelar Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tersebut, Robben mengungkap data mengejutkan. Sebanyak 227 ribu anak usia SD di Indonesia belum pernah sekolah atau putus sekolah. Angka ini melonjak drastis di jenjang SMP 499 ribu anak dan SMA 3,4 juta anak.
"Sebetulnya kesimpulannya kan pengangguran terselubung. Apa mungkin bisa bekerja tanpa punya ijazah SMA," tegas Robben.
"Nah itulah yang kemudian ingin kita selesaikan," sambungnya.
Diketahui, Jawa Tengah menjadi provinsi dengan angka putus sekolah tertinggi kedua di tingkat menengah, dengan 44,8 ribu anak usia SMP dan 464 ribu anak usia SMA tercatat tidak bersekolah.
Sebagai solusi atas krisis pendidikan ini, Sekolah Rakyat hadir dengan tiga prinsip utama. Yakni memuliakan wong cilik, menjangkau yang belum terjangkau, dan memungkinkan yang tidak mungkin.
"Alhamdulillah dengan beroperasinya Sekolah Rakyat mereka menjadi punya harapan dan punya mimpi," tambah Robben.
Format boarding school dipilih agar anak-anak tidak hanya mendapatkan pendidikan akademik, tetapi juga pembentukan karakter dan rasa percaya diri. Proses rekrutmen pun tidak konvensional.
Anak-anak dipilih berdasarkan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) dan dijemput langsung oleh tim pemerintah, bahkan dari daerah terpencil dan rumah tanpa listrik.
"Saya ke Katingan, Kalimantan Timur dan Maluku Utara untuk mencari anak-anak ini. Saya ajak bicara nggak ada yang berani lihat mata saya dan bisanya cuman nangis, malu," cerita Robben.
"Padahal cita-citanya ingin jadi guru pendidikan agama Islam, (tapi) ibunya tidak mampu," sambungnya.
Per 14 Juli 2025, sebanyak 63 Sekolah Rakyat telah beroperasi. Sisanya, 37 sekolah akan dibuka pada akhir Juli atau awal Agustus, menjangkau total 100 lokasi di seluruh Indonesia.
Distribusinya meliputi: Jawa 48 sekolah, Sumatera 22 sekolah, Sulawesi 15 sekolah, Bali 4 sekolah, Nusa Tenggara 4 sekolah, Kalimantan 4 sekolah, Maluku 4 sekolah, dan Papua 3 sekolah. Total kapasitas saat ini mencapai 9.705 anak.
Lebih dari sekadar pendidikan, Sekolah Rakyat juga mencakup intervensi sosial menyeluruh. Rumah-rumah tidak layak milik orang tua siswa akan direnovasi, keluarga diberdayakan, dan lingkungan sekitar diperbaiki.
"Kita tidak selesaikan cuma rumahnya Naila, tapi 14 rumah tetangganya yang di kanan-kirinya," ungkap Robben, merujuk pada salah satu contoh program di Makassar.
Setiap siswa menerima seragam, sepatu, perlengkapan mandi, pembalut bagi siswi, makanan bergizi tiga kali sehari, serta pemeriksaan kesehatan dan talent mapping sejak hari pertama. Pembelajaran di Sekolah Rakyat menggunakan teknologi terkini, seperti Learning Management System (LMS), smartboard, dan laptop. Kurikulumnya menggabungkan standar akademik nasional dengan penguatan karakter.
"100 (Sekolah Rakyat) ini teman-teman Kemensos sudah langsung koordinasikan dengan kami. Untuk Sleman dan Bantul itu 100 Mbps (kecepatan internetnya)," jelas Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi Wayan Toni Supriyanto.
Komdigi juga menyiapkan berbagai aplikasi penunjang, termasuk LMS, untuk mendukung sistem digitalisasi di sekolah. Menkomdigi Meutya Hafid menegaskan Sekolah Rakyat adalah program prioritas nasional yang harus dipahami dan dikawal oleh media.
"Kami dan tim selalu berusaha menjadi penengah bagi pemerintah maupun media, dan tentu tujuan utama agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar," ujar Meutya.
Ia juga menekankan pentingnya peran media dalam menyampaikan masukan terhadap program pemerintah.
"Setiap program tidak mungkin hadir sempurna dari awal. Itulah fungsi media untuk menyampaikan atau menjadi ruang publik memberi masukan kepada program pemerintah," pungkasnya.
Simak juga Video Mensos Buka-bukaan soal Evaluasi di Minggu Pertama Sekolah Rakyat