Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta dalam kasus korupsi impor gula. Tom Lembong dihukum penjara dan denda meski hakim menyebut Tom tak menikmati duit korupsi.
Vonis Tom Lembong dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025). Hakim awalnya menguraikan unsur-unsur dalam pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor yang didakwakan terhadap Tom.
Hakim menyatakan Tom Lembong memahami penerbitan izin impor untuk delapan perusahaan gula rafinasi swasta melanggar aturan. Meski demikian, kata hakim, izin impor itu tetap diberikan oleh Tom Lembong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menimbang bahwa setelah pemberian persetujuan impor kepada delapan pabrik gula swasta, Karyoto Supri selaku Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri melaporkannya kepada Terdakwa dengan nota dinas," kata hakim seperti dikutip Senin (21/7/2025).
Hakim menyebut Tom Lembong memahami penerbitan izin impor itu melanggar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117 tentang Ketentuan Impor Gula. Hakim menyatakan penerbitan izin impor tersebut dilakukan tanpa rekomendasi dari Direktur Industri Agro Kementerian Perindustrian.
"Didasarkan fakta hukum di atas, diyakini bahwa Terdakwa sangat menyadari dan memahami penerbitan persetujuan impor kepada delapan pabrik gula swasta di atas melanggar ketentuan Permendag Nomor 117 tentang Ketentuan Impor Gula, terkait tidak adanya rekomendasi dari Direktur Industri Agro Kementerian Perindustrian atau tidak adanya kesepakatan rapat koordinasi dengan instansi terkait yang menyepakati pelaksanaan penugasan oleh PT PPI (PT Perusahaan Perdagangan Indonesia) bekerja sama dengan delapan pabrik gula swasta yang mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih," ujar hakim.
Hakim mengatakan impor gula kristal mentah (GKM) merupakan hasil ketidakcermatan Tom Lembong. Hakim menyatakan impor gula kristal mentah, yang harus diolah lagi sebelum bisa dikonsumsi, tidak tepat saat stok gula tidak mencukupi.
"Pernyataan impor gula dalam bentuk GKM jauh lebih bermanfaat tidak tepat secara serta-merta dilaksanakan, di tengah kondisi ketersediaan gula yang tidak mencukupi dan harga gula yang tinggi," ucap hakim.
Hakim menyatakan impor gula seharusnya memperhatikan sisi kemanfaatan bagi masyarakat. Hakim menyatakan impor gula juga seharusnya memperhatikan kepentingan bagi petani tebu di Indonesia.
"Impor dilakukan tidak hanya dilakukan hanya melihat sisi manfaat bagi pabrik gula, tapi juga harus memperhatikan manfaat bagi masyarakat sebagai konsumen akhir, termasuk memperhatikan manfaat bagi kepentingan petani tebu," ujar hakim.
Hakim kemudian menyatakan Tom Lembong tidak melakukan pengawasan pelaksanaan operasi pasar. Hakim menyatakan hal ini sesuai dengan fakta persidangan, yakni pelaksanaan operasi pasar oleh Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) tidak dilaksanakan secara menyeluruh sesuai penugasan.
Selain itu, hakim menyebut tidak ada laporan terkait harga jual dan pemantauan harga jual gula yang dilakukan. Majelis hakim juga menyebut harga gula di daerah tetap tinggi meski sudah ada impor.
"Tidak adanya laporan terkait harga jual dan pantauan harga jual, harga di wilayah tetap cenderung dalam keadaan tinggi yang oleh Direktur Barang Kebutuhan Pokok Dirjen Perdagangan Dalam Negeri melalui Surat Nomor 203/PDN.4 dan seterusnya tanggal 10 Mei 202 memberi teguran kepada Inkopkar atas operasi pasar gula yang dilakukan oleh Inkopkar," ucap hakim.
Hakim juga menyatakan pemberian izin impor oleh Tom Lembong tidak didasari rapat koordinasi antarkementerian. Hakim menyatakan Tom tidak menaati ketentuan Pasal 3 Permendag Nomor 117 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Gula.
"Bahwa terhadap dalil terdakwa telah memenuhi kewajiban perundang-undangan, majelis hakim berpendapat bahwa meskipun jika benar kondisi produksi di dalam negeri telah mencukupi sehingga perlu impor namun fakta hukum menunjukkan mekanisme yang ditetapkan dalam rapat kooridnasi adalah melalui BUMN dan Bulog bukan melalui sembilan pabrik gula swasta, sehingga meskipun tujuan impor dapat dibenarkan namun pelaksanaannya melanggar arah rapat koordinasi dan mengakibatkan keuntungan yang seharusnya diperoleh BUMN dialihkan kepada pabrik gula swasta," ujar hakim.
Sebabkan Kerugian Negara
Hakim menyatakan ada kerugian keuangan negara sebesar Rp 194 miliar dalam kasus ini. Hakim menyatakan uang itu seharusnya menjadi keuntungan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) yang merupakan BUMN.
"Didasari atas perbuatan secara melawan hukum telah pula mengakibatkan kerugian keuangan negara in casu kerugian keuangan PT PPI Persero karena uang sejumlah Rp 194.718.181.818,19 (Rp 194 miliar) harusnya adalah bagian keuntungan yang seharusnya diterima oleh PT PPI Persero," kata hakim.
Meski demikian, hakim menyatakan perhitungan kerugian negara berdasarkan kekurangan bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) belum dapat dihitung secara pasti dan nyata. Hakim menyatakan tidak sependapat dengan perhitungan kerugian keuangan negara dari PDRI sebesar Rp 320,6 miliar.
"Majelis hakim berkesimpulan bahwa perhitungan atas kekurangan bea masuk dan PDRI terhadap Gula Kristal Putih belum dapat dihitung secara pasti dan nyata, perhitungan selisih pembayaran bea masuk dan PDRI gula kristal putih dengan gula kristal mentah sejumlah Rp 320.690.559.152 merupakan perhitungan yang belum nyata dan pasti benar-benar terjadi dan dapat dihitung secara jelas dan terukur atau diukur secara pasti," ujar hakim.
Hakim mengatakan penentuan pertanggungjawaban pidana pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor terletak pada perbuatan. Menurut hakim, kesalahan sebagai unsur pertanggungjawaban pidana bukan dinilai hubungan antara keadaan psikis pembuat tindak pidana.
"Menimbang bahwa berkaitan pertanggungjawaban pidana berdasarkan doktrin memberikan pemahaman bahwa pertanggungjawaban pidana merupakan konsep dalam hukum pidana untuk menentukan seseorang dapat dipidana atas perbuatan melawan hukum harus mengandung kesalahan sebagai unsur pertanggungjawaban pidana berbeda dengan kesalahan sebagai unsur dari tindak pidana. Kesalahan sebagai unsur pertanggungjawaban pidana tidak tergantung ada atau tidaknya kesalahan dalam rumusan tindak pidana. Kesalahan sebagai unsur pertanggungjawaban pidana bukan dinilai hubungan antara keadaan psikis pembuat dengan perbuatannya, tetapi merupakan penilaian terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat dengan maksud ditentukan dibentuknya norma hukum dalam peraturan perundang-undangan setelah terpenuhinya seluruh unsur tindak pidana," ujar hakim.
Berdasarkan berbagai pertimbangan yang dibacakan, hakim menyatakan unsur-unsur tindak pidana dalam pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor telah terpenuhi. Hakim pun menyatakan Tom Lembong terbukti bersalah dalam kasus korupsi impor gula.
Hal Memberatkan Tom
Hakim turut menguraikan hal memberatkan bagi Tom Lembong. Pertama, hakim menyebut Tom terkesan mengedepankan sistem ekonomi kapitalis.
"Terdakwa saat menjadi Menteri Perdagangan, pemegang kekuasaan pemerintahan di bidang perdagangan, kebijakan menjaga ketersediaan gula nasional dan stabilitas harga gula nasional terkesan lebih mengedepankan ekonomi kapitalis dibandingkan dengan sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengedepankan kesetaraan umum dan keadilan sosial," ujar hakim.
Berikutnya, hakim menilai Tom tidak melaksanakan tugas berdasarkan asas kepastian hukum. Hakim juga menyebut Tom tidak melaksanakan tanggung jawab secara akuntabel, bermanfaat, dan adil dalam pengendalian dan stabilitas harga gula yang terjangkau.
"Mengabaikan kepentingan masyarakat sebagai konsumen akhir atas gula kristal putih untuk mendapat gula kristal putih dengan harga yang stabil dan terjangkau. Harga gula kristal putih dalam tahun 2016 tetap tinggi. Januari 2016 adalah seharga Rp 13.149 per kilogram dan Desember 2019 adalah seharga Rp 14.213 per kilogram," ujar hakim.
Hakim Nyatakan Tom Tak Nikmati Hasil Korupsi
Meski menyebut perbuatan Tom Lembong menyebabkan kerugian negara, hakim tidak membebankan pembayaran uang pengganti kepada Tom. Alasannya, Tom Lembong tidak menikmati hasil korupsi.
"Majelis hakim berpendapat bahwa kepada Terdakwa tidak dikenakan ketentuan Pasal 18 ayat 1 huruf b yaitu pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti," ujar hakim.
Hakim menjatuhkan pidana penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Tom. Tidak menikmati hasil korupsi juga menjadi salah satu hal meringankan vonis Tom Lembong.
"Faktanya, terdakwa tidak memperoleh harta benda dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Terdakwa," ujar hakim.
Hal meringankan lainnya ialah Tom belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama persidangan. Hakim juga menyebut Tom tidak mempersulit proses persidangan.
"Tidak mempersulit dalam persidangan." ujar hakim.
Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Penjara-Denda Rp 750 Juta
Berdasarkan berbagai pertimbangan itu, hakim menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepada Tom Lembong. Hakim menyatakan Tom Lembong bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hakim menyatakan tidak ada hal pemaaf ataupun pembenar dalam perbuatan Tom selaku terdakwa.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Thomas Trikasih Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana," ujar ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (18/7).
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan," ujar hakim.
Tom dibebankan membayar denda Rp 750 juta. Jika tak dibayar, diganti 6 bulan kurungan. Namun, hakim tak membebankan uang pengganti karena Tom tak menikmati hasil dari korupsi.
"Pidana denda sebesar Rp 750 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ujar hakim. Tom Lembong pun menyatakan mengajukan banding atas vonis itu.
Lihat juga Video Cak Imin Sedih dan Doakan Tom Lembong Bebas Saat Banding