Gugatan redenominasi atau penyederhanaan rupiah dari Rp 1.000 menjadi Rp 1 kandas di Mahkamah Konstitusi. MK mengatakan redenominasi harus dilakukan oleh pembentuk undang-undang.
Putusan perkara nomor 94/PUU-XXIII/2025 itu dibacakan di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025). Pemohon, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, menggugat Pasal 5 ayat (1) huruf c dan Pasal 5 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
"Menyatakan Pasal 5 ayat (1) huruf c dan Pasal 5 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5223) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa nilai nominal harus disesuaikan melalui konversi nominal Rupiah dengan rasio Rp 1000 (Seribu Rupiah) menjadi Rp 1 (Satu Rupiah), dan Rp 100 (Seratus rupiah) menjadi 10 sen, dan juga berlaku secara mutatis mutandis terhadap seluruh nominal Rupiah lainnya," demikian salah satu poin dalam petitum pemohon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertimbangannya, MK mengatakan redenominasi merupakan domain kebijakan moneter. MK menyatakan kebijakan itu memerlukan banyak pertimbangan, mulai stabilitas fiskal, kesiapan infrastruktur pembayaran, hingga literasi keuangan bagi masyarakat.
"Penting bagi Mahkamah menegaskan kembali mengenai kebijakan redenominasi, yaitu penyederhanaan digit nominal mata uang tanpa mengurangi nilai riilnya, merupakan domain kebijakan moneter yang sepenuhnya berada dalam ruang lingkup pengaturan undang-undang. Kebijakan tersebut memerlukan pertimbangan yang komprehensif dari aspek makroekonomi, stabilitas fiskal dan moneter, kesiapan infrastruktur sistem pembayaran, hingga literasi keuangan masyarakat," ujar MK.
MK menyatakan pasal yang digugat itu berisi kewajiban mencantumkan pecahan nominal dalam angka dan huruf. Menurut MK, pasal tersebut tak mengatur soal nilai mata uang.
"Dalam konteks ini, keberlakuan Pasal 5 ayat (1) huruf c dan Pasal 5 ayat (2) huruf c UU 7/2011 yang hanya mengatur kewajiban pencantuman pecahan nominal dalam angka dan huruf, tidak dapat semata-mata ditafsirkan sebagai penghalang atau penyebab langsung belum dilaksanakannya redenominasi," ujar MK.
MK kemudian menyatakan redenominasi harus dilakukan dengan undang-undang. Artinya, menurut MK, upaya menyederhanakan digit mata uang hanya bisa dilakukan oleh pembentuk undang-undang.
"Dengan demikian, redenominasi yang merupakan penyederhanaan nominal mata uang tanpa mengubah nilai tukar atau daya beli, harus dilakukan oleh pembentuk undang-undang. Untuk maksud tersebut, Pemohon seharusnya memperjuangkan melalui pembentuk undang-undang. Sebab, kebijakan redenominasi mata uang rupiah tidak dapat dilakukan hanya dengan mengubah atau memaknai norma sebagaimana yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon," ujar MK.
"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," sambung MK.
Sebelumnya, Zico juga telah mengajukan gugatan serupa, yakni meminta MK meredenominasi Rp 1.000 menjadi Rp 1. Namun gugatan nomor 23/PUU-XXIII/2025 itu dinyatakan tidak dapat diterima.
(haf/dhn)