Ini Alasan Peradi Minta Keterangan Ahli Tak Diatur RUU KUHAP

Ini Alasan Peradi Minta Keterangan Ahli Tak Diatur RUU KUHAP

Anggi Muliawati - detikNews
Selasa, 17 Jun 2025 15:44 WIB
Rapat Komisi III DPR membahas RUU KUHAP (Anggi/detikcom)
Foto: Rapat Komisi III DPR membahas RUU KUHAP (Anggi/detikcom)
Jakarta -

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menegaskan jika keterangan ahli tetap diatur dalam revisi KUHAP, maka hakim wajib terikat. Sebab, keterangan ahli termasuk dalam alat bukti.

"Kalau kita melihat ahli itu kan dari dua kepentingan. Bisa dari kepentingan tersangka, bisa juga dari kepentingan korban," kata Wakil Ketua Peradi Sapriyanto Refa, di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).

Menurutnya, selama ini hakim hanya mempertimbangkan keterangan ahli dari jaksa penuntut umum (JPU). Sedangkan, keterangan ahli dari penasihat hukum sering kali tidak diterima.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau kita melihat dari kepentingan tersangka selama ini, memang ahli itu dilema buat kita," ujarnya.

"Kita mengajukan ahli sebagai alat bukti yang diatur dalam KUHAP, tapi dalam praktiknya, ahli-ahli yang diajukan oleh penasihat hukum itu hampir-hampir rata-rata nggak diterima," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Padahal, kata dia, jika keterangan ahli termasuk dalam alat bukti, seharusnya hal itu mengikat pada hakim. Namun, dia menegaskan dalam praktik selama ini, keterangan ahli tidak mengikat bagi hakim.

"Nah ini yang kita perjuangkan, kalau memang seadanya seperti itu, tetap juga ingin dimasukkan ahli sebagai alat bukti, harus ada dasar lanjutannya bahwa hakim terikat dengan alat bukti itu," tuturnya.

Sebelumnya, Peradi mengusulkan agar keterangan ahli dan bukti petunjuk dihapus dalam RUU KUHAP. Peradi menilai keterangan ahli cukup disampaikan dalam bentuk tertulis.

Menurutnya, bukti petunjuk dan keterangan ahli sebaiknya dihapuskan. Dia mengatakan bukti petunjuk dinilai sangat berbahaya lantaran dapat dijadikan untuk meyakini hakim.

"Bukti petunjuk dan keterangan ahli kami mengusulkan untuk dihapuskan. Bukti petunjuk ini sangat berbahaya karena bukti petunjuk ini adalah sebuah alat bukti yang akan digunakan dalam rangka menambah keyakinan hakim, ketika alat bukti yang lain tidak menunjukkan siapa pelakunya, maka bukti petunjuk berbahaya ini," jelas Waketum Peradi Sapriyanto Refa dalam RDPU bersama Komisi III DPR sebelumnya.

Simak juga Video: DPR Tunda Dulu Bahas RUU KUHAP: Masa Sidang Hanya 25 Hari Kerja

(amw/gbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads