Derita Kurir dan Harapannya pada Peraturan Menteri Komdigi

Herianto Batubara - detikNews
Senin, 19 Mei 2025 15:56 WIB
Foto: Viral video seorang kurir meninggal saat sedang mengantar paket (Foto: Istimewa)
Jakarta -

Karsono (60) sudah sebelas tahun mengantar paket, menembus hujan dan terik di jalan-jalan Jakarta. Ia bekerja sebagai kurir di salah satu perusahaan ekspedisi ternama, profesi yang ia tekuni sejak 2014, ketika belanja daring mulai merebak di media sosial Facebook dan Instagram. Kala itu, menjadi kurir adalah pilihan yang menjanjikan. Banyak ekspedisi berebut tenaga kerja, dan Karsono--yang hanya lulusan SMP--melihat peluang tersebut sebagai cara untuk bertahan hidup di usianya yang tidak lagi muda kala itu.

"Dulu, awal-awal e-commerce naik daun, rasanya semangat banget kerja. Banyak pengiriman, banyak bonus," kenangnya. Pada 2019, lima tahun setelah bergabung, ia akhirnya diangkat menjadi karyawan tetap. Gaji Karsono setara UMK, bahkan kerap lebih jika berhasil mencapai target.

Namun masa manis itu tak bertahan lama. Beberapa tahun terakhir, perusahaan tempat Karsono bekerja mengubah haluan. Dengan alasan volume paket yang fluktuatif dan tekanan efisiensi akibat persaingan harga, status Karsono diturunkan menjadi mitra. Artinya, tak ada lagi gaji tetap. Tak ada jaminan. Tak ada bonus pasti. Semuanya bergantung pada jumlah paket yang bisa dikirimkan setiap hari.

"Penghasilan sekarang sering nggak sampai UMK. Kadang bisa, tapi seringnya enggak. Dulu ada kepastian, sekarang serba tak tentu," ujar Karsono lirih.

Nasib serupa dialami Iwan (30), kurir mitra lainnya yang tinggal sebatang kara. Dulu, kerja keras dan lembur dibayar setimpal. Sekarang, kerja dari pagi hingga hampir tengah malam pun belum tentu cukup.

"Mulai jam delapan pagi, baru selesai jam sebelas malam. Untuk mengejar setara UMK saja harus jungkir balik," tutur Iwan.

Iwan menyebutkan banyak rekannya percaya bahwa akar masalahnya adalah perang harga antar perusahaan ekspedisi. Semua saling banting tarif demi memikat pelanggan. Akibatnya, ongkos kirim ditekan serendah mungkin-dan kurirlah yang harus menanggung beban efisiensi itu.

Kini, mereka menggantungkan harapan pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial. Meski sempat disalahpahami publik sebagai aturan soal 'gratis ongkir', bagi para kurir seperti Karsono dan Iwan, regulasi ini membawa harapan bahwa negara mulai turun tangan memperbaiki ekosistem jasa kurir yang selama ini berjalan liar tanpa perlindungan yang memadai.

Mereka tahu, tak semua bisa berubah secepat kilat. Namun, bagi pekerja lapangan yang hanya menginginkan penghidupan layak dan masa depan yang lebih pasti, secercah niat baik dari negara bisa berarti banyak.

"Kami hanya ingin kerja dibayar layak, bukan sekadar jadi korban perang harga ongkir. Jika aturan ini bisa memperbaiki kelayakan pekerjaan kami ke depan, kami sangat berterima kasih kepada pemerintah," kata Iwan.

Simak juga video "Kemkomdigi Sebut Permen Baru Pastikan Gratis Ongkir Tak Bebani Kurir" di sini:




(rdp/hri)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork