Buka-bukaan Menkes soal Perundungan dan Pemerkosaan di Kedokteran

Anggi Muliawati - detikNews
Rabu, 30 Apr 2025 06:31 WIB
Menkes Budi Gunadi Sadikin saat rapat bersama Komisi IX DPR. (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta -

Sejumlah kasus perundungan atau bullying dan pemerkosaan di dunia kedokteran terungkap ke publik. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin buka-bukaan penyebab kasus bisa terjadi hingga bertanggung jawab mengatasi kasus-kasu tersebut.

Untuk kasus bullying, Budi mengatakan kasus itu tak terlepas dari pendidik yang mengajar bukanlah seorang guru, melainkan senior. Buka-bukaan Menkes itu disampaikan saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).

Untuk menanggulangi perundungan berulang, Kemenkes telah menyiapkan suatu sistem dalam proses pelaksanaan pendidikan PPDS di RSPPU. Menkes Budi mengatakan sistem itu akan dimonitor melalui e-logbook.

Sistem itu akan memantau perkembangan belajar dari dokter spesialis. Sistem tersebut juga akan diketahui alasan-alasan calon dokter spesialis lulus dan tidak lulus.

"Dulu lulus nggak lulus susah kalau dokter spesialis, nggak lulus kenapa? Saya nggak suka, nanti nggak, kita lihat, melakukan operasi usus buntu, bener nggak operasinya, berhasil atau nggak, kalau dia dari 10 berhasil 10, kalau dia nggak lulus itu akan kelihatan karena semuanya by system dan dijaga dua orang," jelas Budi.

Budi mengatakan dengan sistem tersebut, kelulusan dokter tak akan bergantung pada senior. Budi mengatakan alasan bullying di pendidikan kesehatan lantaran mahasiswa itu tak diajari gurunya, melainkan oleh seniornya.

"Jadi nggak bisa like-dislike dari senior. Kenapa bullying terjadi? Karena senior yang menentukan, yang ngajar sekarang di PPD sekarang bukan gurunya, gurunya sibuk," ujarnya.

"Di semua rumah sakit pendidikan Bapak-Ibu bisa tanya, dirutnya Soetomo, Cipto, mereka tuh pasti merasa berat sekali karena muridnya banyak sekali gurunya nggak bisa ngajar, karena harusnya kan namanya praktik itu gurunya yang ngajarin, sebelah-sebelahan ini, gurunya nggak bisa ngajar, akhirnya dikasih ke senior," sambungnya.

Sebab itu, kata dia, kasus bullying kerap terjadi lantaran bukan guru yang mengajar langsung kepada anak didiknya. Budi menekankan pihaknya akan mengubah sistem tersebut.

"Jadi yang ngajar di kita itu senior, bukan gurunya yang ngajar, senior ya bullying itu, karena gurunya nggak bisa ngawasin, dan itu yang kita ubah di sistem ini, jadi semua masuk ke sistem," ujar dia.

Selain itu, kata Budi, dalam sistem yang terbaru saat ini, kelulusan senior akan bergantung dari resiprokal yang diberikan juniornya. Budi mengatakan nantinya junior akan memberikan penilaian kepada seniornya.

"Ini juga penting kita juga memberikan 360°. Kalau seniornya mau lulus itu ada feedback dari bawahannya dari juniornya dan ini dibikin anonimous, kita bisa tahu kalau ada redflag, oh seniornya bisa seksual itu kan terkenal sekali kan, yang junior nggak bisa apa-apa kalau nggak dikasih, jadi susah nggak bisa lulus," ujarnya.

"Sekarang dengan demikian sekarang ada kontrol semua metode-metode ini merupakan standar yang dilakukan di luar negeri sistemnya ada yang kita tiru," imbuh dia.




(rfs/azh)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork