Komisi II DPR RI menggelar rapat kerja (raker) dengan sejumlah gubernur. Rapat tersebut membahas keuangan daerah, pengelolaan BUMD, hingga birokrasi.
Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda. Gubernur yang hadir antara lain Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas'ud, Gubernur NTB Lalu M Iqbal, hingga Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution.
"Kami kumpulkan sejak kemarin para gubernur secara acak dengan dua indikator. Indikator yang pertama, adalah kemandirian fiskal masing-masing daerah. Di sini ada yang kemandirian fiskalnya tinggi, sedang, dan rendah," kata Rifqinizamy dalam rapat di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rifqinizamy mengatakan badan usaha milik daerah (BUMD) perlu dikelola dengan baik. Ia menyebut sudah seharusnya BUMD memberikan stimulus kepada keuangan daerah.
"Yang kedua dari sisi pengelolaan BUMD di ruangan ini ada provinsi dengan pengelolaan BUMD yang relatif baik dan itu bisa menjadi best practice bagi tempat lain. Tapi, tidak sedikit juga di banyak tempat BUMD bukan menjadi stimulan keuangan daerah, belum menjadi stimulus pendapatan daerah tetapi justru menjadi beban bagi APBD," kata Rifqinizamy.
Rifqinizamy meminta Kementerian Dalam Negeri menyusun rancangan pengawasan dan pembinaan terkait BUMD. Dia berharap BUMD bisa berkontribusi lebih maksimal.
"Tentu kita bermimpi ke depan BUMD-BUMD ini bisa menjadi pemain bukan hanya di wilayah provinsi, kabupaten, kota masing-masing kita ingin menghadirkan holding BUMD ke depan agar daerah-daerah yang punya potensi SDA, sumber daya ekonomi yang baik. Yang BUMD-nya belum mampu, bisa di-support oleh holding BUMD ini," kata Rifqinizamy.
Dia juga menyebut Pemprov punya pekerjaan rumah untuk menuntaskan masalah birokrasi. Salah satunya ialah perpindahan status tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Terkait dengan pengelolaan kepegawaian dan birokrasi di daerah salah satu isunya adalah bagaimana kita bisa 'menuntaskan' PR kita terkait dengan honorer di Indonesia yang kalau kita konversi ke PPPK masih menyisakan juga berbagai PR di beberapa tempat karena harus mengkoreksi APBD masing-masing terutama posko belanja pegawai," ujarnya.
Tonton juga Video: Waka Komisi II DPR Minta Kemendagri Bubarkan Ormas Meresahkan