Yogyakarta - Lima hari lagi, tepat satu tahun peristiwa gempa bumi 27 Mei 2006 yang meluluh-lantakkan wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng). Hingga Selasa (22/5/2007), masih ada ratusan korban gempa yang mengalami cacat seumur hidup menjalani fisioterapi di pos pengobatan yang didirikan oleh Palang Merah Indonesia (PMI) dan International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.Di sebuah bangunan mirip rumah toko (ruko) di Dusun Code, Desa Trirenggo, Bantul, sekitar 20 warga korban gempa yang cacat menjalani pengobatan. Jumlah keseluruhan korban cacat dari berbagai desa mencapai 500-an orang. Sebagian besar mereka mengalami lumpuh, sehingga harus dibantu dengan kursi roda atau tongkat penyangga. Setiap hari, dengan menggunakan dua mobil ambulans, petugas dari PMI menjemput satu persatu korban di rumah masing-masing untuk dibawa ke klinik rehabilitasi medik. Secara bergiliran, pasien yang tersebar di berbagai desa dijemput petugas untuk menjalani pengobatan 2-3 kali seminggu. Salah seorang petugas, Ernawati (25) kepada
detikcom mengatakan sebagian besar korban gempa mengalami cacatlumpuh di bagian kaki. Salah satu bagian kaki mengalami pengecilan, sehingga tidak bisa digerakkan untuk berjalan.Dia mengatakan setelah sembuh dari operasi di rumah sakit akibat gempa, sebagian besar mengalami trauma dan stres. Pengobatan yang dilakukan tidak hanya fisioterapi atau pemijatan refleksi agar dapat menggerakkan organ saraf saja, tapi juga rehabilitasi mental dengan cara diajak bicara untuk saling berbagi pengalaman dan penderitaan. "Kami juga menyediakan perpustakaan dengan berbagai buku baca untuk dapat dibaca warga sambil berobat,"kata dia. Menurut dia, tidak kurang dari 15-25 orang setiap hari datang untuk menjalani pengobatan. Secara bergantian,pengobatan dilakukan dengan pemijatan refleksi dan penyinaran selama 10-an menit.Sebanyak 6 tempat tidur dan dua lampu untuk penyinaran disiapkan petugas. Berbagai alat/tongkat penyangga dari bahan aluminium dan kursi roda disediakan di klinik. Sekitar 10 orang relawan yang sudah mengikuti pelatihan setiap hari secara bergantian melakukan terapi terhadap korban gempa. "Setelah dilakukan penyinaran, kemudian dilakukan pemijatan dan latihan berjalan pelan-pelan," kata dia. Sementara itu, menurut salah seorang warga yang menjalani perawatan, Sumitro (60) menuturkan dirinya mengalami kelumpuhan akibat tertimpa tembok rumah. Kaki kanannya patah sehingga harus dioperasi di rumah sakit. Dia juga menjalani perawatan di rumah sakit selama lebih kurang 2 bulan. "Begitu mengetahui kaki saya lumpuh dan mengecil, saya sempat
nglokro (putus asa-red)," ujar dia.Menurut dia, dirinya sempat merasa putus asa karena mengalami cacat. Namun setelah ada pengobatan dan dorongan dari keluarga dan tetangga, pelan-pelan tumbuh semangat untuk hidup lagi. "Meski sekarang tidak bisa kerja di sawah lagi, saya masih bisa bersyukur karena keluarga juga bisa menerima keadaan saya seperti ini," kata dia.
(bgs/asy)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini