Jakarta - Pemilu 2009 tinggal dua tahun lagi, namun sejumlah partai politik justru mengalami masalah internal atau perpecahan. Sekarang giliran partai berbasis umat Kristen, Partai Damai Sejahtera (PDS), yang terbelah dua. Dua kepengurusan muncul setelah Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) di Sanur, Bali, 9-12 April 2007 lalu. Kubu Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ruyandi Hutasoit berkonflik dengan pengurus DPP PDS baru hasil Munaslub yang dipimpin Rachmat Manullang. "Pihak sana menuding kami melakukan makar dan kudeta. Kami tidak melakukan itu, apalagi mengambil kekuasaan yang tidak sah. Justru kami menerima keputusan Munaslub," kata Ketua Umum DPP PDS periode 2007-2011, Rachmat Manullang, didampingi Sekjennya, Michael Tedja, di Kantor DPP PDS, Jl Simprug Golf XII, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (21//5/2007).Menurut Rachmat, Munaslub di Bali dilakukan berdasarkan keputusan Rapimnas II di Jakarta tanggal16 Maret 2007, yaitu tentang pelaksanaan Munaslub. Munaslub sendiri dilakukan karena adanya penyimpangan AD/ART yang dilakukan Ketua Umum dan Sekjen DPP PDS Ruyandi Hutasoit dan Apri Sukandar.Penyimpangannya yaitu mengakomodir Denny Tewu sebagai Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP PDS pada 28 Oktober 2006 lalu. "Padahal jabatan Waketum telah ditolak oleh semua peserta Munas I pada Mei 2006 di Jakarta, yang meminta tidak mencantumkan dalam AD/ART PDS," jelas Rachmat.Kesalahan Ruyandi cs lainnya yaitu mengubah AD/ART hasil Munas I secara diam-diam di notaris pada tanggal 8 Desember 2006. Termasuk menambah lembaga Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu)."Deperpu merupakan lembaga yudikatif yang kewenangannya melampui lembaga yudikatif partai yangtelah ada ,yaitu Badan Kehormatan (BK) partai. Mereka (Ruyandi dan Apri) juga merangkap jabatan di Deperpu," tandas Rachmat.Sebenarnya menurut Rachmat, semua peserta Munaslub yang hadir menginginkan adanya musyawarah yang demokratis. Tapi ternyata, keinginan para peserta justru tidak diakomodir Ruyandi. Akhirnya, Munaslub sepakat memilih kepemimpinan DPP PDS yang baru dan memberhentikan Ruyandi Hutasoit sebagai ketum."Jadi kami yakin, kami tidak melanggar AD/ART, apalagi melakukan kudeta. PDS seharusnya menjadi partai teladan dalam proses demokrasi, itu saja harapan kami," ungkap Rachmat lagi.
Ubah Nama PartaiRachmat yakin, kepengurusannya yang dipimpinnya sah sesuai pasal 11 UU No 31/2002, yakni kedaulatan parpol berada di tangan anggotanya. Bahkan kubu Rachmat telah meminta
legal opinion kepada pakar hukum tata negara Harun Al Rasyid. Harun menyatakan, penutupan Munaslub yang dipimpin Ruyandi selaku pimpinan sementara sidang munaslub tidak sesuai AD/ART partai. Pemilihan pengurus yang baru oleh formatur hasil munaslub tidak bertentangan dengan AD/ART.Saat ini kubu Rachmat dan Ruyandi saat ini tengah mengajukan pendaftaran partai ke Departemen Hukum dan HAM secara bersamaan. Apakah pihaknya akan mengajukan gugatan kepengadilan, Rachmat mengaku belum tahu. "Kalau mengajukan gugatan, itu jauh dari pikiran kami. Yang jelas ini merupakan persoalan internal saja," jawabnya. Yang jelas, menurut Rachmat, kepengurusan yang baru ini akan menjalankan amanat Munaslub untuk mengubah nama partai. Pasalnya, PDS dalam pemilu lalu tidak masuk dalam electoral threshold."Nama baru ini akan kita persiapkan untuk menghadapi pemilu mendatang, apakah tetap PDS atau yang lain, kita belum tahu," ujarnya.
(zal/aba)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini