"Ini berkaitan dengan keabsahan ijazah kalau kami boleh menyampaikan memang kami punya keterbatasan untuk menyampaikan ijazah seseorang itu asli/tidak asli ketika dalam proses-proses waktu yang sangat mepet," kata Afifuddin dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR di Senayan, Jakarta, Kamis (27/2/2025).
Afifuddin mengatakan pengujian keaslian ijazah harus melewati proses pengadilan. Di sisi lain, sebut dia, proses itu belum terpenuhi.
"Untuk menyatakan sesuatu itu tidak asli, ijazah tidak asli, kan kita butuh putusan pengadilan. Nah proses-proses itu belum terpenuhilah saat masa di mana temen-temen harus kemudian memutuskan seseorang itu memenuhi syarat atau tidak ketika mencalonkan atau masa-masa pencalonan calon kepala daerah tersebut," ujarnya.
Lebih lanjut, Afifuddin menyebut sejumlah pilkada diputuskan PSU karena permasalahan keabsahan surat keterangan tidak pernah dipidana dari pengadilan oleh calon kepala daerah. Persoalan ini terjadi di 4 pilkada, yakni Kabupaten Pasaman, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Boven Digoel, dan Provinsi Papua.
"Ketiga, persoalan yang ada dalam PHPU pilkada kemarin, yaitu surat keterangan tidak pernah dipidana dari pengadilan. Ini terjadi di Kabupaten Pasaman, di Sumatera Barat. Gorontalo Utara juga berkaitan dengan ini. Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan. Dan juga untuk Provinsi Papua. Jadi untuk PSU 100% TPS yang terjadi di provinsi hanya di Provinsi Papua, 13 daerah lain di kabupaten/kota," katanya.
"Jadi karena persoalan atau isu berkaitan dengan ketidakabsahan keterangan tidak pernah dipidana. Ini variannya bermacam-macam, putusannya beragam. Ada yang karena berubahnya keterangan, ada yang karena calonnya juga tidak menjelaskan di saat pendaftaran, dan seterusnya," ujar dia. (fca/gbr)