Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda merasa prihatin dengan rentetan kasus perundungan (bullying) di sejumlah sekolah yang terjadi belakangan ini. Dia berharap pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming punya program menghapus bullying di sekolah.
"Kami berharap pemerintahan Prabowo-Gibran menjadikan isu perundungan sebagai prioritas sehingga muncul kebijakan penanggulangan yang bersifat komprehensif," kata Huda dalam keterangan tertulisnya, Selasa (3/9/2024).
Huda menyebut masyarakat seolah diteror dengan kasus bullying dengan berbagai modus kepada para peserta didik. Dia menilai penyelesaian bullying masih bersifat parsial sehingga kasus terus muncul meskipun telah dinyatakan sebagai salah satu dari tiga dosa besar dalam ranah pendidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, saat ini seolah kasus perundungan hanya menjadi tanggung jawab stakeholder pendidikan saja. Padahal, lanjutnya, ada peran pemerintah daerah, orang tua, hingga masyarakat.
Huda membeberkan data KPAI yang mencatat tren bullying terus mengalami peningkatan. Di masa pandemi tahun 2021 saat pendidikan berlangsung secara online, kasus bullying yang tercatat hanya sekitar 53 kasus. Jumlah ini kemudian melonjak menjadi 226 kasus pada tahun 2022.
"Kasus perundungan seolah tak terkendali saat sekolah dilakukan secara offline di mana pada tahun 2023 terjadi sedikitnya 2.355 kasus. Bullying ini meliputi kekerasan fisik, kekerasan verbal, tekanan beban pendidikan, hingga kekerasan seksual," ucap Huda.
Permendikbud Tak Optimal
Menurut Huda, Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan dan Ristek (Permendikbud) Nomor 46/2023 tentang Pencegahan dan Penangan Kekerasan di Lingkungan Pendidikan dalam praktiknya belum memberikan dampak optimal. Huda menyebut Satgas PPKS maupun Tim PPKS yang digadang-gadang menjadi ujung tombak pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan ternyata kurang bertaji.
"Bagi kami banyak yang harus dibenahi dalam operasional Satgas PPKS maupun Tim PPKS seperti perlindungan terhadap pelapor, panjangnya administrasi pelaporan, hingga transparansi penangan kasus sehingga berpihak kepada korban," ujarnya.
Dia pun berharap agar pemerintahan Prabowo-Gibran menjadikan isu perundungan di lingkungan pendidikan sebagai program prioritas. Ke depan, kata Huda, penanganan bullying harus menjadi tanggungjawab bersama baik bagi pemerintah, penyelenggara pendidikan, masyarakat sipil, hingga masyarakat.
"Harus ada reward dan punishment bagi kepala daerah, kepala dinas pendidikan, hingga kepala sekolah yang berhasil atau gagal mencegah kasus perundungan di unit kerja masing-masing. Selain itu kampanye bahaya perundungan beserta program-program pencegahannya harus kian masif dilakukan karena dampaknya sangat besar bagi generasi muda kita," ujarnya.
Rentetan Kasus Bullying di Sekolah
Untuk diketahui, kasus bullying terjadi beruntun di sejumlah sekolah di Tanah Air dalam dua pekan terakhir. Di antaranya kasus perundungan terhadap siswa SD di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, oleh teman-temannya hingga korban harus dirawat di rumah sakit.
Kepala Desa Baku-baku, Luwu Utara, Sappe Rajab, turun tangan memediasi kasus ini di kantor Desa Baku-baku, Senin (19/8). Saat mediasi, kedua pihak keluarga sepakat berdamai dan sepakat untuk tidak mengungkit masalah kasus tersebut.
Perundungan juga dialami oleh salah satu siswa SMP di Tuban, Jawa Timur (Jatim). Korban dipukul dan ditendang hingga tersungkur oleh siswa lainnya tanpa ada yang melerai. Siswa lain yang ada di lokasi hanya melihat dan merekam penganiayaan tersebut.
Kasat Reskrim Polres Tuban AKP Dimas Robin Alexander membenarkan video perundungan tersebut. Dimas mengatakan penganiayaan tersebut terjadi pada 27 Agustus 2024.
Terakhir, kasus bullying terhadap siswa SMAN 4 Kota Pasuruan berinisial NS (17) oleh teman-temannya hingga NS masuk rumah sakit jiwa. Polisi turun tangan menyelidiki kasus perundungan yang viral di media sosial ini. Sebanyak 21 saksi meliputi 16 siswa, 4 guru, dan kakak korban diperiksa polisi.
"Tinggal memeriksa korban, tapi belum boleh sama dokter karena masih belum boleh diingatkan kejadian-kejadiannya. Kita masih menunggu petunjuk dokter psikologi kapan boleh dilakukan pemeriksaan," kata Kasat Reskrim Polres Pasuruan Kota Iptu Choirul Mustofa, dilansir detikJatim, Selasa (3/9).