Sidang Gugatan UU Kesehatan, Hakim MK Tanya Kemenkes soal Nasib Tukang Khitan

Brigitta Belia Permata Sari - detikNews
Senin, 12 Agu 2024 14:31 WIB
Foto: Sidang MK pada Senin (12/8/2024)-(Belia/detikcom)
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi pasal dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Dalam sidang, Hakim MK mempertanyakan bagaimana nasib orang-orang yang selama ini memberi layanan medis, seperti tukang khitan, usai UU ini berlaku.

Sidang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (12/8/2024) dan dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo. Ada dua permohonan terhadap UU Kesehatan yang diadili bersamaan dalam persidangan ini.

Permohonan pertama ialah perkara nomor 49/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Shafa Syahrani, Satria Prima Arsawinata, dan Bunga Nanda Puspita. Dalam gugatannya, Shafa dkk merasa mengalami kerugian karena Pasal 212 ayat (2) UU Kesehatan.

Mereka merasa pasal itu menghalangi para mahasiswa program sarjana tenaga kesehatan untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) secara langsung setelah lulus dari program sarjana. Padahal, selama masa pendidikan, mahasiswa telah memilih konsentrasi di dalam program studinya yang sesuai minat dan keahliannya dengan tujuan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dan pantas untuk dirinya.

Berikut isi pasal 212 ayat (2) yang digugat:

(2) Mahasiswa yang telah menyelesaikan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat melakukan praktik setelah lulus pendidikan profesi dan diberi sertifikat profesi

Mereka meminta MK menyatakan pasal itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'berlaku bagi mahasiswa program sarjana Tenaga Kesehatan yang terdaftar setelah berlakunya undang-undang ini'.

Permohonan kedua ialah perkara nomor 50/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Iwan Hari Rusawan. Iwan merupakan seorang tukang khitan yang sudah memberikan layanan ke para pasiennya selama 15 tahun.

Iwan menggugat pasal 1 angka 6, pasal 1 angka 7 dan pasal 210 ayat (1) UU Kesehatan. Berikut isi pasal-pasal yang digugat Iwan:

Pasal 1:

6. Tenaga Medis adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang Kesehatan serta memiliki sikap profesional, pengetahuan, dan keterampilan melalui pendidikan profesi kedokteran atau kedokteran gigi yang memerlukan kewenangan untuk melakukan Upaya Kesehatan.

7. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang Kesehatan serta memiliki sikap profesional, pengetahuan, dan keterampilan melalui pendidikan tinggi yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan Upaya Kesehatan.

Pasal 210 ayat (1):

(1) Tenaga Medis harus memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah pendidikan profesi

Dia meminta agar MK menyatakan pasal 1 angka 6 UU Kesehatan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'tenaga medis adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidan kesehatan serta memiliki sikap profesional, pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan profesi kedokteran, kedokteran gigi, serta pelaku invasif terkait kesehatan yang sudah dipraktikkan di Indonesia sebelum adanya pendidikan kedokteran di Indonesia'.

Dia juga meminta MK menyatakan frasa 'pendidikan tinggi' dalam pasal 1 angka 7 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'mencakup pendidikan nonformal dan informal berdasarkan kebudayaan, kearifan lokal atau agama'. Dia juga meminta MK menyatakan pasal 210 ayat (1) dan (2) bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'kecuali tenaga medis dan tenaga kesehatan berbasis kebudayaan, kearifan lokal, dan agama yang telah memperoleh pengakuan dari masyarakat Indonesia sejak sebelum adanya perguruan tinggi di Indonesia'.

Hakim MK Tanya Kemenkes soal Nasib Tukang Khitan

Sidang perkara ini sudah masuk tahap mendengarkan keterangan DPR dan Presiden. Dalam persidangan hari ini, hakim MK Guntur Hamzah bertanya bagaimana nasib para tukang khitan yang sudah berpuluh tahun memberikan layanan ke masyarakat.

"Lalu untuk yang punya keterampilan khitanan, sudah puluhan bahkan ribuan tahun sebelum Indonesia ada. Pasien Pak Iwan (pemohon) pun sudah ribuan pasien dan sudah dilakukan dan sampai saat ini sama sekali tidak ada komplain menyangkut hasil dari khitannya. Sehingga dia harus punya pendidikan, ijazah, punya surat tanda, semua itu tentu membuat semacam, kira-kira Kementerian Kesehatan mau ke manain beliau-beliau ini? Apakah dibiarkan begitu saja atau perlu ada pengaturnya? Supaya masyarakat punya kepastian menyangkut status dan kedudukannya," ujar Guntur.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.




(bel/haf)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork