Nama UU dan Pasal Typo, Permohonan Mahasiswa soal UU KPK Tak Diterima MK

Haris Fadhil - detikNews
Jumat, 02 Agu 2024 10:08 WIB
Foto: Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)-(Anggi Muliawati/detikcom)
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima permohonan yang diajukan oleh mahasiswa bernama Muhammad Kahfi Andhika Bayu Adji yang menggugat pasal minimal kerugian negara dalam Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Salah satu pertimbangan MK menolak gugatan ini ialah Kahfi salah menulis atau typo nama UU dan isi pasal.

Dilihat dari situs resmi MK, Jumat (2/8/2024), putusan perkara nomor 39/PUU-XXII/2024 itu diketok hakim MK pada Rabu (30/7). MK menyatakan Kahfi ataupun kuasa hukumnya juga tidak hadir dalam sidang pemeriksaan perbaikan permohonan.

"Mahkamah telah melaksanakan sidang Pemeriksaan Pendahuluan dengan agenda memeriksa perbaikan permohonan serta pengesahan alat bukti Pemohon pada Rabu, 3 Juli 2024. Namun dalam persidangan tersebut, Pemohon tidak hadir dalam persidangan tanpa alasan yang sah, meskipun Mahkamah telah memanggil Pemohon secara sah dan patut dengan Surat Panitera Nomor 131.39/PUU/PAN/PS/06/2024, bertanggal 25 Juni 2024, perihal Panggilan Sidang. Bahkan melalui Juru Panggil, Mahkamah telah menghubungi Pemohon akan tetapi Pemohon tidak dapat dihubungi hingga persidangan berakhir," ujar MK.

Meski pemohon tidak hadir, MK tetap mempertimbangkan permohonan itu dan membahasnya dalam rapat permusyawaratan hakim. MK menyatakan ada sejumlah kesalahan penulisan dalam permohonan, salah satunya ialah nama UU yang digugat.

"Dalam perbaikan permohonan, Pemohon menuliskan 'Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi', sedangkan redaksional yang tepat atas undang-undang a quo sebagaimana terdapat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197 adalah 'Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi'," ujar MK.

Pemohon juga salah menulis pasal yang digugat. Meski demikian, MK mengaku dapat memahami substansi gugatan itu.

"Pemohon juga telah keliru dalam mengutip ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf b UU 19/2019 dengan redaksi 'b. Menyangkut Kerugian Negara dengan minimal nominal Rp 1.000.000.000.00 (satu milyar rupiah)', sedangkan redaksional yang tepat atas ketentuan a quo menurut Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197 adalah 'b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)'," ujar MK.

Hasilnya, MK menyatakan tidak menerima gugatan itu. MK menyatakan permohonan itu tidak memenuhi syarat formil.

"Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," ujar MK.

Gugatan Pemohon

Kahfi sebelumnya menggugat agar MK mengubah pasal jumlah minimal kerugian negara dalam kasus korupsi yang ditangani KPK. Dia mengatakan pasal itu menghalangi warga melapor ke KPK.

"Pasal a quo terdapat batasan sehingga seolah-olah tindak pidana yang berada di bawah pada pasal a quo merupakan tindakan yang dapat dibenarkan Komisi Pemberantasan Korupsi," ucapnya dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Rabu (20/3).

Dalam salah satu poin petitumnya, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 11 ayat 1 b UU 19/2019 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan 'menyangkut kerugian negara atau kepentingan umum'.




(haf/dhn)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork