Hakim Cecar Saksi soal Tak Lapor PPATK Saat Gazalba Bayar Alphard Pakai Tunai

Hakim Cecar Saksi soal Tak Lapor PPATK Saat Gazalba Bayar Alphard Pakai Tunai

Mulia Budi - detikNews
Kamis, 25 Jul 2024 13:21 WIB
Jakarta -

Jaksa KPK menghadirkan sales dealer Toyota Auto2000, Randi Hidayat, sebagai saksi dalam sidang kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. Hakim mencecar Randi lantaran tak melapor ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) saat Gazalba melakukan pembayaran Alphard menggunakan uang tunai.

Randi mengatakan Alphard yang dibeli Gazalba senilai Rp 1.079.600.000 (Rp 1 miliar). Pembayaran dilakukan dalam tiga tahap, yakni transfer booking fee Rp 100 juta, pembayaran secara tunai senilai Rp 896.100.000, dan pelunasan melalui transfer senilai Rp 83.500.000.

Mulanya, hakim anggota Rianto Adam Pontoh bertanya ke Randi soal ada atau tidaknya kewajiban dari dealer untuk menanyakan sumber uang pembayaran customer-nya termasuk Gazalba. Randi mengaku tak tahu sumber uang yang digunakan Gazalba untuk membayar Alphard tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pembelian mobil cash tadi Saudara katakan ya, tunai. Baik, tadi Saudara juga menjelaskan Saudara katakan mengetahui bahwa terdakwa ini adalah hakim agung ya? pejabat negara, ya kan?" tanya hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/7/2024).

"Iya, betul," jawab Randi.

ADVERTISEMENT

"Tadi Saudara sudah menjelaskan bahwa Saudara tidak mengetahui sumber uang untuk membayar itu Saudara nggak tahu?" tanya hakim.

"Betul, Yang Mulia," jawab Randi.

"Di Auto2000 itu, kasir pada saat menerima pembayaran cash mobil apalagi ini oleh pejabat negara ya kan. Apakah ada kewajiban nggak, tanya sumber dana uangnya dari mana?" cecar hakim.

"Tidak ada," jawab Randi.

Randi mengakui ada kewajiban untuk membuat form ke PPATK terkait temuan customer yang melakukan pembayaran secara tunai. Hakim mencecar Randi lantaran tak melapor ke PPATK atau KPK saat Gazalba melakukan pembayaran Rp 896.100.000 secara tunai tersebut.

"Secara khusus, kalau umpama Saudara menemui Auto2000 ya bahwa ini menemui pejabat negara membeli mobil, langsung dilaporkan aja ke KPK, ada nggak begitu? pejabat negara nama ini, ada membeli mobil di Auto2000, ada di nggak seperti itu?" tanya hakim.

"Nggak ada," jawab Randi.

"Kewajiban Saudara untuk melapor atau kewajiban dari dealer untuk melapor?" tanya hakim.

"Harusnya ada karena memang kita buat form PPATK namanya," jawab Randi.

"Nah itu," timpal hakim.

"Untuk saat ini memang itu kita sudah jalankan," sahut Randi.

"Punya kewajiban kan?" cecar hakim.

"Betul," jawab Randi.

"Kenapa nggak melapor?" tanya hakim.

"Untuk saat itu memang masih belum wajib seperti sekarang Yang Mulia, karena dulu itu, kayak sekarang kan udah banyak ya, Yang Mulia, ya, kayak beda itu harus pakai form juga kan," jawab Randi.

Hakim lalu menanyakan apakah Randi tak curiga lantaran Gazalba melakukan pembayaran secara tunai tersebut. Randi mengaku tak curiga.

"Apakah pembelian mobil Alphard atau pembelian mobil lain di Auto2000 yang pembelian cash, apakah itu Saudara mencurigai nggak?" tanya hakim.

"Kalau saya tidak curiga, Yang Mulia," jawab Randi.

"Wajib mencurigai atau tidak?" tanya hakim.

"Tidak, Yang Mulia," jawab Randi.

Dakwaan Gazalba Saleh

Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Gazalba didakwa menerima gratifikasi secara bersama-sama senilai Rp 650 juta. Jaksa KPK mengatakan gratifikasi itu diterima Gazalba dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022. Jawahirul merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan diputus bersalah dengan vonis 1 tahun penjara.

Gazalba juga didakwa melakukan TPPU. Dalam dakwaan TPPU ini, jaksa awalnya menjelaskan Gazalba Saleh menerima uang dari sejumlah sumber. Pertama, Gazalba disebut menerima SGD 18 ribu atau Rp 200 juta yang merupakan bagian dari total gratifikasi Rp 650 juta saat menangani perkara kasasi Jawahirul Fuad.

Berikutnya, Gazalba disebut menerima Rp 37 miliar saat menangani peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaffar Abdul Gaffar pada 2020. Uang itu diterima oleh Gazalba bersama advokat Neshawaty Arsjad.

Gazalba juga menerima penerimaan selain gratifikasi SGD 18 ribu sebagaimana dijelaskan dalam dakwaan pertama. Jaksa menyebut Gazalba menerima SGD 1.128.000 atau setara Rp 13,3 miliar, USD 181.100 atau setara Rp 2 miliar dan Rp 9.429.600.000 (Rp 9,4 miliar) pada 2020-2022. Jika ditotal, Gazalba menerima sekitar Rp 62 miliar.

Jaksa kemudian menyebutkan Gazalba menyamarkan uang itu dengan membelanjakannya menjadi sejumlah aset. Antara membeli mobil Alphard, menukar ke valuta asing, membeli tanah/bangunan di Jakarta Selatan, membeli emas hingga melunasi KPR teman dekat. Total TPPU-nya sekitar Rp 24 miliar.

Halaman 2 dari 2
(mib/dwia)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads