Sekjen Kementerian Pertanian (Kementan) nonaktif Kasdi Subagyono buka-bukaan dalam sidang kasus gratifikasi dan pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Kasdi membeberkan soal praktik pemerasan hingga 'cawe-cawe' pimpinan KPK.
Adapun SYL didakwa menerima gratifikasi dan memeras anak buah yang totalnya mencapai Rp 44,5 miliar. SYL didakwa melakukan perbuatan itu bersama Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan mantan Direktur Kementan Hatta. Namun ketiganya diadili dalam berkas terpisah.
Dalam sidang, Kasdi mengakui ada permintaan uang dari auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kasdi mengatakan permintaan itu terkait predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) di Kementan.
"Berapa kali saudara atau anak buah saudara bertemu dengan pihak BPK dalam rangka mengamankan temuan laporan keuangan?" tanya hakim dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (19/6/2024).
"Iya, Yang Mulia," jawab Kasdi.
"Dalam rangka mengamankan laporan temuan laporan keuangan?" tanya hakim.
"Opini WTP itu," jawab Kasdi.
SYL Pernah Bertemu Anggota BPK
Kasdi mengatakan SYL pernah bertemu empat mata dengan anggota IV BPK RI bernama Haerul Saleh. Namun, dia mengaku tak tahu isi pembicaraan SYL dan anggota BPK tersebut.
"Iya, pernah pertemuan dengan pihak BPK dalam rangka mengamankan itu?" tanya hakim.
"Pada saat itu pertama ada rapat dengan BPK, antara Pak Menteri dan seluruh eselon I datang ke sana, kemudian ada pembicaraan empat mata, saya tidak tahu isinya," jawab Kasdi.
"Antara?" tanya hakim.
"Antara Pak Menteri dengan anggota IV," jawab Kasdi.
"Siapa namanya?" tanya hakim.
"Pak Haerul Saleh," jawab Kasdi.
Hakim lalu menanyakan kelanjutan pertemuan empat mata yang dilakukan SYL dengan anggota BPK tersebut. Kasdi mengatakan dirinya lalu diminta mengantisipasi terkait predikat WTP di Kementan.
"Terus?" tanya hakim.
"Nah kemudian setelah itu, kami diminta untuk antisipasi terkait dengan WTP ini, maka itu saya koordinasikan dengan eselon I, Yang Mulia," jawab Kasdi.
Ada Permintaan Rp 12 M untuk WTP
Kasdi mengatakan ada permintaan Rp 12 miliar untuk memperoleh predikat WTP tersebut. Dia mengatakan nominal awal permintaan itu sebesar Rp 10 miliar.
"Oke, lalu kemudian upaya pengamanan temuan itu kemudian dari mana?" tanya hakim.
"Pada saat posisi itu yang saya pahami memang ada beberapa yang sudah terjadi pertemuan antara Dirjen PSP dengan satu orang auditor, stafnya di BPK, Pak Victor namanya kalau saya tidak salah. Itu sudah bertemu. Pada saat itu, dari situlah saya dapat info dari Dirjen PSP ada permintaan uang, permintaan uang sejumlah Rp 10 miliar. Awalnya Rp 10 miliar, kemudian tambah 2 menjadi Rp 12 miliar," jawab Kasdi.
"Untuk?" tanya hakim.
"Untuk mengamankan supaya mendapat WTP," jawab Kasdi.
Patungan Eselon
Kasdi juga mengakui adanya praktik patungan atau sharing eselon I. Kasdi mengaku praktik sharing itu juga diakuinya saat KPK menyelidiki ke Kementan.
Mulanya, ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh bertanya mengenai awal mula KPK mencium adanya praktik sharing di Kementan. Kasdi mengatakan KPK mendatangi gedung Kementan dan membawa sejumlah dokumen.
"Setelah berlangsungnya waktu mengenai sharing atau pengumpulan uang dari Kementerian eselon I itu kemudian oleh aparat penegak hukum tercium oleh KPK?" katanya.
"Iya, Yang Mulia," jawab Kasdi.
"Tercium oleh KPK mengenai praktik ini di Kementan?" tanya hakim.
"Betul, Yang Mulia," jawab Kasdi.
"Kemudian, KPK mendatangi, penyelidikan, bener nggak?" tanya hakim.
"Betul, Yang Mulia," jawab Kasdi.
"Sejak kapan penyelidikan?" tanya hakim.
"Mulai Januari 2023," jawab Kasdi.
Kasdi mengatakan penyelidik KPK menanyakan kebenaran adanya praktik sharing saat datang ke Kementan. Hakim lalu menanyakan apakah Kasdi menjawab jujur pertanyaan penyelidik KPK tersebut.
"Menyampaikan kenyataan itu ke KPK atau Saudara tutupi?" tanya hakim.
"Kita sampaikan apa adanya saat itu minta dokumen-dokumen, kan datang ke kantor juga para penyelidiknya, itu kita sampaikan juga," jawab Kasdi.
"Itu kan penyelidik KPK datang ke kantor Saudara ya, menyampaikan ke Saudara, apa intinya waktu itu?" tanya hakim.
"Yang saya pahami, Pak, waktu itu adalah banyak dari para penyelidik itu menyampaikan bahwa, 'ini ada praktik ini bener apa nggak?'," jawab Kasdi.
"Praktik apa itu?" tanya hakim.
"Praktik sharing dari eselon I," jawab Kasdi.
Kasdi mengaku berterus terang ke penyelidik KPK. Dia mengakui adanya praktik sharing di eselon I Kementan.
"Itu ditanyakan ke Saudara?" tanya hakim
"Ditanyakan," jawab Kasdi.
"Apa yang Saudara sampaikan? Bener ada?" tanya hakim.
"Memang ada," jawab Kasdi.
"Saudara terus terang bilang ke mereka?" tanya hakim.
"Terus terang dan juga kan akhirnya dokumennya kan diminta juga, itu kan tanda bukti," jawab Kasdi.
Honor untuk Febri dkk
Lebih lanjut, Kasdi juga membeberkan soal honor pengacara Febri Diansyah. Dia mengungkap sebagian dibayar memakai uang patungan pegawai Kementan.
"Mohon izin, Yang Mulia. Kami konfirmasi untuk mempersingkat waktu, BAP nomor 92, Yang Mulia. Saksi ditanyakan ya, 'agar Saudara jelaskan dari mana asal uang yang digunakan untuk pembayaran atas penunjukan Febri Diansyah, Donal, dan Rasamala sebagai kuasa hukum Kementan. Dapat saya jelaskan bahwa asal uang yang digunakan untuk pembayaran atas penunjukan Febri Diansyah, Donal, dan Rasamala sebagai kuasa hukum Kementan adalah uang pribadi saya Rp 550 juta. Sisanya diselesaikan oleh Muhammad Hatta, yang berasal dari pengumpulan uang pada Kementan'. Ingat saksi ya?" tanya jaksa KPK Meyer Simanjuntak.
"Ya, ingat," jawab Kasdi.
"Betul seperti ini?" tanya jaksa.
"Betul," jawab Kasdi.
Kasdi mengaku tak diceritakan detail oleh terdakwa Muhammad Hatta terkait pengumpulan uang untuk membayar honor Febri sebagai advokat tersebut. Kasdi mengatakan uang itu hanya membayar sisa pembayaran Febri yang telah dikurangi Rp 550 juta dari uang pribadinya.
"Kalau Pak Hatta sendiri ceritanya bagaimana sehingga saksi sendiri bisa menjelaskan itu uangnya sumbernya dari Kementan?" tanya jaksa.
"Saya tidak diceritakan detail Pak Hatta," jawab Kasdi.
"Apa yang disampaikan, apa?" tanya jaksa.
"Yang disampaikan, 'Pak, ini sisanya juga dari sharing'," jawab Kasdi.
"Oh, hanya dibilang sisanya dari sharing?" tanya jaksa.
"Iya," jawab Kasdi.
"Seluruh sisanya berarti? Di luar Rp 550 (juta)?" tanya jaksa.
"Yang dari Rp 900 (juta)," jawab Kasdi.
Jaksa terus bertanya ke Kasdi berapa uang yang dikeluarkan dari kantong pribadinya untuk membayar pengacara. Dia mengaku mengeluarkan uang Rp 550 juta, sementara Rp 350 juta lainnya berasal dari patungan.
"Uang saya, sisanya pak hatta yang menutup yang Rp 900 (juta) versi saya, datanya Rp 550 (juta) berati kurang Rp 350 (juta)," ujar Kasdi.
Kasdi mengatakan uang patungan itu salah satunya berasal dari Ditjen Peternakan Kementan. Uang itu berjumlah Rp 100 juta.
Chat dari Pimpinan KPK
Kasdi pun mengungkap percakapan (chatting) Wakil Ketua KPK Alexander Marwata meminta bantuan program ke SYL. Kasdi mengatakan Alex juga meminta nomor ponsel Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya ke SYL.
Mulanya, ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh menanyakan ada atau tidaknya hubungan SYL dengan pimpinan KPK. Kasdi mengatakan ada chatting antara SYL dan Alexander Marwata.
"Saudara mendengar atau kemudian Pak Menteri kemudian berhubungan dengan salah satu pejabat KPK? Pimpinan KPK?" tanya hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (19/6/2024).
"Saya tidak ada, pada saat itu memang ada chatting tapi isinya bukan itu. Ada chatting beliau, disampaikan penyidik kepada saya, ada di HP Pak Menteri ada chatting itu kemudian...," jawab Kasdi.
"Chatting antara siapa?" tanya hakim memotong Kasdi.
"Antara Pak Menteri dengan salah satu pimpinan KPK," jawab mantan anak buah SYL itu.
"Siapa namanya?" tanya hakim.
"Pada waktu itu adalah Pak Alex Marwata," jawab Kasdi.
Kasdi mengatakan percakapan antara SYL dan Alex tak membahas pengusutan kasus gratifikasi dan pemerasan di Kementan. Dia mengatakan isi pesan itu adalah Alex meminta bantuan program ke SYL untuk kampungnya di Klaten, Jawa Tengah.
Bantahan Alex
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membantah pernah menghubungi SYL terkait permintaan bantuan untuk kampung halamannya. Alex menyebutkan fotonya dicatut oleh seseorang di aplikasi WhatsApp (WA).
"Percakapan WA antara Mentan dengan seseorang yang menggunakan foto profil saya," kata Alex saat dihubungi detikcom, Rabu (19/6).
Alex Marwata turut melampirkan tangkapan layar yang berisi chat seseorang yang menggunakan fotonya di WA dengan SYL. Percakapan itu terlihat menggunakan bahasa Jawa.
"Saya tidak pernah mempunyai dan menyimpan nomor handphone atau pejabat Kementan yang saat ini sedang berperkara atau disidang di pengadilan tipikor," kata Alex.
Duit untuk Firli
Kasdi pun mengakui adanya pemberian Rp 800 juta kepada mantan Ketua KPK Firli Bahuri. Kasdi pun menceritakan penyerahan uang yang diberikan SYL kepada Firli.
Kasdi mengatakan uang Rp 800 juta itu diberikan SYL terkait penyelidikan KPK soal pengadaan sapi di Kementan. Dia mengatakan SYL meminta agar penyelidikan masalah pengadaan sapi itu diantisipasi.
"Apakah Saudara tahu ada hubungan, apakah hubungan ini dengan Menteri Pertanian dengan Pak Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK waktu itu ada?" tanya ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (19/6/2024).
"Ada, saya tahu waktu itu, selain dari berita, saya juga diberi tahu oleh Panji karena Panji sering mendampingi Pak Menteri, bertemu dan di...," jawab Kasdi, yang diperiksa sebagai saksi mahkota untuk SYL dan Muhammad Hatta.
"Sering ketemu?" tanya hakim.
"Saya tidak mengatakan sering, tapi yang saya ingin sampaikan adalah ada momen yang di foto di lapangan badminton, itu saja yang saya tahu," jawab Kasdi.
"Apakah Saudara pernah ndak menanyakan kepada ajudannya, waktu itu saksi Panji, untuk apa Pak Menteri Ketemu dengan Ketua KPK di lapangan badminton yang di berita itu?" tanya hakim.
"Mohon izin, Yang Mulia, pada saat itu memang Pak Menteri sendiri pernah sampaikan kepada seluruh jajaran eselon I bahwa ada permasalahan yang berkait dengan pengadaan sapi di Kementan yang bermasalah yang sedang dilidik oleh KPK. Kemudian Pak Menteri sampaikan agar ini diantisipasi. Nah, itu yang lantas kemudian, arti mengantisipasi itulah maka ada sharing lagi," jawab Kasdi.
'Sharing' yang dimaksud Kasdi adalah patungan uang Rp 800 juta dari eselon I di Kementan. Dia mengatakan permintaan itu juga disampaikan oleh terdakwa Muhammad Hatta.
"Sharing khusus apa ini? Sharing untuk operasional Menteri, lah ini sharing untuk apa lagi?" tanya hakim.
"Jadi begini, setelah disampaikan pada waktu itu diperjelas lagi oleh Pak Hatta bahwa ada kebutuhan Rp 800 (juta) yang akan diserahkan kepada Pak Firli," jawab Kasdi.
"Itu disampaikan juga oleh Pak Hatta?" tanya hakim.
"Disampaikan oleh Pak Hatta. Maka saya mengonfirmasi," jawab Kasdi.
"Ini sharing ini bukan untuk operasional Menteri lagi nih?" tanya hakim.
"Bukan," jawab Kasdi.
"Jadi untuk kepentingan?" tanya hakim.
"Untuk kepentingan tadi," jawab Kasdi.
"Dikumpulkan?" tanya hakim.
"Rp 800 juta," jawab Kasdi.
SYL Briefing Pegawainya
Hakim kemudian menanyakan apa yang disampaikan SYL. Kasdi mengatakan dirinya diminta SYL melakukan briefing ke pegawai Kementan yang dipanggil KPK.
"Apa disampaikan?" tanya hakim.
"Pada saat itu, 'Pak Sekjen tolong ke teman-teman yang dipanggil oleh KPK itu,' saya diperintah ini, untuk bisa mem-briefing orang-orang itu yang sudah dipanggil," jawab Kasdi.
Hakim mencecar Kasdi terkait isi briefing yang diperintahkan SYL. Kasdi mengatakan SYL meminta agar pegawai Kementan tak menjelaskan secara detail melainkan secara normatif ke penyidik KPK.
"Apa briefing-nya seperti apa?" tanya hakim.
"Menjelaskannya normatif saja, itu yang saya terima dari beliau dan saya sampaikan dan waktu itu tidak juga saya tapi juga ada Pak Hatta pada saat itu untuk mem-briefing itu," jawab Kasdi.
"Apakah ada ndak dari Pak Menteri diungkapkan untuk bagaimana kita untuk menutupi ini semua?" tanya hakim.
"Narasinya tidak demikian," jawab Kasdi.
"Apa narasinya seperti apa?" tanya hakim.
"Narasinya itu aja, 'Pak Sekjen sampaikan kepada teman-teman untuk disampaikan normatif saja, tidak perlu detail'," jawab Kasdi.