KPK menyinggung subsidi anggaran pendidikan dari pemerintah banyak dikucurkan untuk sekolah kedinasan yang berujung uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi melonjak tiap tahun. Merespons pernyataan KPK, Komisi X DPR yang membidangi pendidikan menyebut memang masih ada sejumlah permasalahan dalam penganggaran fungsi pendidikan.
"Anggaran Kemendikbud itu kurang lebih sekarang ini turun Rp 83 T (triliun). Berarti dari Rp 665 T (alokasi pendidikan-red), Rp 83 T itu berarti hanya 13 persen. Sementara anggaran di lembaga/kementerian lainnya itu mencapai angka 21 persen sekian," kata Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (19/6/2024).
"Kemenag Rp 60 T, lalu kementerian-kementerian lainnya juga sampai beberapa puluh triliun. Artinya, kalau jumlah kementerian/lembaga lainnya dijumlahkan, memang dia menjadi lebih besar daripada (anggaran) Kemendikbud," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyoroti penganggaran pada sekolah kedinasan yang mendapat pembiayaan APBN, sementara juga menerima pembayaran UKT. Menurutnya, seharusnya sekolah kedinasan dikhususkan untuk keperluan kedinasan tanpa melibatkan peserta didik umum.
"Tapi kan masalahnya kampus-kampus tersebut membuat kuliah umum, jadi menerima peserta umum dan bayar UKT, tapi dibiayai oleh APBN di anggaran fungsi pendidikan. Nah, ini yang kami melihat ini tidak fair," ujar Dede.
"Mestinya, kalau sekolah dinas tidak membuka untuk umum, benar-benar dinas. Dari dinas dibutuhkan, diserap di kementerian lainnya. Tetapi kalau dia membuka untuk umum, apa bedanya dengan fakultas lain yang memiliki prodi-prodi tersendiri," imbuhnya.
Dede pun mendorong penerapan fungsi pendidikan di sekolah kedinasan itu ditata kembali. "Nah, jadi kalau KPK mengatakan alokasi anggaran di kementerian/lembaga lain itu lebih besar dari Kemendikbud, itu jawabannya 'iya'. Mestinya ini harus kita tata kembali dengan peraturan lain. bahwa jika bicara kedinasan ya dinas saja," katanya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.