Direktur PT Risen Engineering Consultants, Josia Irwan Rastandi, menyebutkan ahli yang mendampingi pengujian beban pada Tol MBZ bak dewa. Keterangan itu disampaikan Josia dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II atau Tol Layang Mohammed bin Zayed (MBZ) tahun 2016-2017.
Josia dihadirkan sebagai saksi meringankan oleh Mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono yang merupakan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi Tol MBZ. Persidangan digelar di PN Tipikor Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Josia merupakan konsultan yang melakukan uji beban pada Tol MBZ. Dia mengatakan proses pengujian itu didampingi oleh sejumlah ahli yang ia ibaratkan seperti dewa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini juga karena kita ambil quick count, maka yang kita ambil atau kita tentukan itu dibicarakan supaya mewakili keseluruhan dari 36 Km, seperti tadi yang dikatakan Prof Bambang ini ada yang bentangnya panjang nih, ada yang bentangnya pendek. Maka yang panjang harus dites, yang pendek juga harus dites. Ada katakan misalnya yang tiangnya beton, ada yang tiangnya baja, itu juga mesti dites. Nah itu semua dibicarakan dalam rapat dengan KKJTJ dalam hal ini KKJTJ ini yang dianggap karena kita biasa bilang KKJTJ ini isinya para dewa," kata Josia dalam persidangan.
Josia mengatakan para ahli yang mendampinginya saat uji beban Tol MBZ itu ditugaskan oleh Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ). Menurutnya, ahli dari KKJTJ bak dewa lantaran berasal dari perguruan tinggi ternama.
"Kenapa para dewa? Mereka ini diambil dari universitas-universitas top yang ada di Indonesia. Makaanya di sini ada Prof Jamasri, ada Prof Bambang, ada Prof Heru, itu diambil dari UI, ITB, UGM, ITS ya itu. Kalau Yang Mulia lihat itu papan atas semua Yang Mulia, nah ditentukanlah titik-titiknya itu seperti itu. Ditentukan titik-titiknya termasuk prosedurnya jadi kita di sidang nih, kita kayak, saya bilang ini lebih hebat daripada ujian skripsi karena yang nguji profesor-profesor dari berbagai universitas. Itu ditentukan, oke, tadi dikatakan sudah ada standarnya. Katakanlah dari tadi konsensus KKJTJ ini..." katanya.
"Pokoknya dihadirkanlah para ahli?" tanya hakim.
"Betul," jawab Josia.
"Yang berkompeten gitu?" tanya hakim.
"Tepat, Yang Mulia, jadi ditentukan..." timpal Josia.
Dia menyebutkan proses pengujian uji beban itu seperti sidang skripsi. Bahkan, menurut Josia, para ahli dari KKJTJ yang mendampinginya seperti dewa dari kahyangan.
"Yang disebut dengan dewa tadi?" tanya hakim.
"Iya, kita sebut dewa-dewa dari kayangan gitu lah, yang top lah. Kemudian kita ajukan proposalnya, kita ingin ajukan sesuai dengan konsesnus KKJTJ itu 70 persen katakan maka itu diterjemahkan dengan 12 truk yang masing-masing 30 ton. Nah, sama juga kalau seperti kita treadmill kita nggak usah lari langsung 10 km/jam, takut mati nanti Yang Mulia," jawab Josia.
Hakim lalu menanyakan hasil pengujian beban tersebut. Josia mengatakan pihaknya hanya bertugas melaporkan nilai hasil uji beban tersebut.
"Sudah dilakukan kemudian diamati pula oleh dua Prof ini, kan begitu?" tanya hakim.
"Betul," jawab Josia.
"Hasilnya gimana, Pak?" tanya hakim.
"Jadi ketika dilakukan pengujian, sebelum dilakukan pengujian itu harus dihitung dulu...," jawab Josia.
"Bukan, simpulkan aja hasilnya ada masalah nggak? Sesuai nggak dengan spesifikasi?" tanya hakim.
"Jadi yang kita lihat itu ada batasannya Yang Mulia, ada yang melewati, kita harus akui dan itu juga saya sudah sampaikan ketika di BAP. Jadi dari 10 itu memang tidak semuanya itu di bawah batasnya, ada yang melewati," jawab Josia.
"Jadi konsultan, ini PT Risen dari sisi kekuatan atau mungkin bebannya itu ada masalah nggak?" tanya hakim.
"Kalau kita lihat Yang Mulia, kalau kita mengetes itu kita hanya menyampaikan dari batasan itu hasilnya berapa," jawab Josia.
"Katanya sudah disaksikan oleh para ahli yang disebut dengan dewa-dewanya kan, pakar pakarnya, kan begitu?" timpal hakim.
"Betul, Yang Mulia," jawab Josia.
Hakim tak puas dengan jawaban Josia dan kembali mencecarnya terkait hasil uji beban statis dan dinamis yang telah dilakukan. Josia mengatakan pihaknya selaku konsultan tak berwenang menyimpulkan ada atau tidaknya masalah pada hasil uji beban tersebut.
"Sekarang saya tanya saudara, bagaimana pengujian khususnya beban yang saudara lakukan itu oleh PT Saudara ?" tanya hakim.
"Seperti yang saya sampaikan, Yang Mulia, dari 10 itu ada beberapa yang lewat sedikit," jawab Josia.
"Lewat sedikit itu maksudnya apa, Pak?" tanya hakim.
"Mungkin saya, kalau katakan ini saya..." jawab Josia.
"Saudara tidak sampai kepada kesimpulannya keterangan itu?" potong hakim.
"Kami tidak menyimpulkan, Yang Mulia," jawab Josia.
Hakim menyentil Josia terlihat ragu. Hakim mengingatkan agar Josia tak belagu dalam persidangan.
"Nah makanya itu, janganlah, makanya dari awal nggak usah belagu dulu dengan saya," kata hakim.
"Saya tidak menyimpulkan saya hanya menyampaikan nilai yang ada, Yang Mulia," jawab Josia.
"Iya, itu sampaikan apa gimana nilainya?" sahut hakim.
"Jadi ada..." timpal Josia.
"Saudara itu ragu-ragu kelihatan dari gestur," kata hakim.
"Saya tidak ragu-ragu, Yang Mulia," timpal Josia.
Dalam kasus ini, mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan layang Cikampek (JJC) periode 2016-2020 Djoko Dwijono didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 510 miliar dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol layang MBZ tahun 2016-2017. Jaksa mengatakan kasus korupsi itu dilakukan secara bersama-sama.
Jaksa menyebut kasus korupsi tersebut dilakukan Djoko bersama-sama dengan Ketua Panitia Lelang di JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT. Bukaka Teknik Utama sejak tahun 2008 dan Kuasa KSO Bukaka PT KS Sofiah Balfas serta Tony Budianto Sihite selaku Team Leader Konsultan perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan Pemilik PT Delta Global Struktur. Masing-masing dilakukan penuntutan di berkas terpisah.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 (Rp 510 miliar)," ujar jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 14 Maret lalu.
Simak juga Video: Momen Debat Terdakwa dan Ahli di Sidang Kasus Korupsi MBZ