Pemerintah Keluarkan Modul Penerapan Pidana Bersyarat KUHP

Pemerintah Keluarkan Modul Penerapan Pidana Bersyarat KUHP

Taufiq Syarifudin - detikNews
Rabu, 05 Jun 2024 18:19 WIB
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto (Taufiq/detikcom).
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto (Taufiq/detikcom)
Jakarta -

Pemerintah mengeluarkan modul pidana bersyarat untuk memahami Pasal 14 a hingga Pasal 14 f Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Modul ini nantinya berfungsi sebagai referensi kepada instansi terkait.

Modul itu resmi diluncurkan oleh Menko Polhukam Hadi Tjahjanto dalam acara Peluncuran Pelaksanaan Piloting Penerapan Pidana Bersyarat Pasal 14a-f KUHP sebagai Proyeksi Penerapan Pidana Pengawasan dan Kerja Sosial pada KUHP 2023 Melalui Pendekatan Keadilan Restoratif. Peluncuran itu digelar di Hotel Pullman, Thamrin, Jakarta, Rabu (5/6/2024).

"Ke depan modul ini berfungsi sebagai acuan dan referensi bagi para pihak yang terlibat dalam memahami penggunaan Pasal 14 a sampai 14 f KUHP dalam rangka pelaksanaan piloting sehingga ke depannya dapat memberikan proyeksi yang lebih terarah terhadap implementasi KUHP baru di Januari 2026 mendatang secara efektif dan efisien," katanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hadi menegaskan pemerintah terus berkomitmen penuh untuk membangun konsep pemidanaan yang bersifat korektif dan rehabilitatif sesuai keadilan restoratif. Hadi mengatakan tim koordinasi penerapan keadilan restoratif yang dibentuk Kemenko Polhukam telah menemukan formulasi alternatif, yakni dengan bentuk pelaksanaan pidana non pemenjaraan yang terdapat pada Pasal 14 a sampai 14 f KUHP.

"Secara khusus tim koordinasi penerapan keadilan restoratif yang terdiri dari unsur kementerian, lembaga, aparat penegak hukum dan peneliti pada koalisi masyarakat sipil yang dibentuk Kemenko Polhukam tahun 2022 telah menelaah serta menemukan formulasi alternatif pemidanaan yakni dengan bentuk pelaksanaan pidana non-pemenjaraan yang terdapat pada Pasal 14 a sampai dengan 14 f KUHP," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Hadi mengatakan modul ini akan disosialisasikan mulai tanggal 30 Juni 2024 sampai 30 November 2024. Ini akan dilakukan ke MA, Kejaksaan Agung, dan Kemenkumham selama 6 bulan.

Hadi mengatakan penggunaan pidana bersyarat sebagai alternatif pemidanaan memiliki potensi untuk menjadi solusi daya tampung lapas di Indonesia yang telah mengalami overkapasitas. Dia menyebutkan sistem peradilan pidana dapat memproyeksikan pelaksanaan pasal pidana pengawasan dan kerja sosial dengan memperkuat pemahaman penggunaan pidana bersyarat melalui proyek piloting.

"Penggunaan pidana bersyarat sebagai alternatif pemidanaan memiliki potensi untuk menjadi solusi dari pemecahan masalah daya tampung lapas di Indonesia yang telah mengalami overkapasitas," ujarnya.

"Oleh karena itu, sistem peradilan pidana dapat memproyeksikan pelaksanaan pasal pidana pengawasan dan kerja sosial dengan memperkuat pemahaman penggunaan pidana bersyarat melalui proyek piloting," imbuhnya.

Lantas apa yang melandasi pembuatan modul ini?

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Koordinasi Bidang Hukum dan HAM Sugeng Purnomo mengatakan Pasal 14a-f itu sejatinya sudah ada di KUHP sekarang. Kendati demikian, kata Sugeng, implementasinya belum terlalu banyak karena pertimbangan situasional.

"Sebenarnya Pasal 14a-f itu sudah ada di KUHP sekarang. Tetapi implementasinya belum terlalu banyak. Karena mungkin pertimbangan situasional dan itu tidak bisa dianggap tidak tepat. Itu tepat saja dalam situasi sekarang," jelas Sugeng.

"Tetapi ini kan ada perubahan terkait bagaimana pemidanaan. Maka kami mencoba bersama-sama dengan kementerian dan lembaga lain, masyarakat sipil, untuk menyusun satu pedoman di Pasal 14 a-f," lanjut dia.

Sugeng berharap ini bisa mendorong pelaksanaan KUHP baru yang bakal diimplementasikan pada Januari 2026. Dia menyebut KUHP baru akan mulai berlaku pada 1 Januari 2024.

"Tetapi bagaimana bisa melakukan pidana lainnya berupa kerja sosial maupun katakanlah pidana pengawasan. Jadi ini sebenarnya aturannya sudah ada. Kita coba membuat suatu pedoman ini untuk bisa dilakukan bersama-sama persiapan," kata Sugeng

Sugeng melanjutkan, tujuan penerapan pedoman ini adalah agar pasal tersebut diimplementasikan hingga mengurai padatnya penghuni lapas atau rutan.

"Semua tindak pidana. Di ketentuan itu tidak disebutkan yang diatur adalah di 14 itu, bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan tidak boleh lebih dari satu tahun. Kita bisa menduga. Kalau misalnya, saya bilang, semua tindak pidana. Karena memang tidak didetailkan," ungkapnya.

"Kemudian ditanya, kalau pembunuhan bagaimana? Hakim mau memutus berapa? Kalau memutus lebih dari satu tahun, ya berarti tidak boleh. Itu maksimalnya satu tahun. Tetapi di pasal itu memang tidak didetailkan jenis tindak pidananya," imbuh dia.

(whn/whn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads