Penjelasan Wasekjen MUI soal Toleransi dalam Fatwa Salam Lintas Agama

Penjelasan Wasekjen MUI soal Toleransi dalam Fatwa Salam Lintas Agama

Firda Cynthia Anggrainy - detikNews
Minggu, 02 Jun 2024 14:42 WIB
Logo MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI). (Foto: detikINET/Agus Tri Haryanto)
Jakarta -

Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Arif Fahrudin menjelaskan soal proporsionalitas toleransi dalam fatwa salam lintas agama yang ditetapkan melalui Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia VIII beberapa waktu lalu. Arif mengatakan toleransi bersifat sunah atau lebih baik dilakukan, tapi tetap ada batasnya.

"Tidak semua aspek dalam Islam bisa ditoleransi, yang tidak diperkenankan Islam adalah motif mencampuradukkan wilayah akidah dan ritual keagamaan atau sinkretisme atau talfiq al-adyan, sehingga mengaburkan garis demarkasi antara wilayah akidah dan muamalah," kata Arif seperti dikutip dari situs MUI, Minggu (2/6/2024).

Arif, yang juga anggota SC Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII, menjelaskan keputusan dalam fatwa salam lintas agama juga memperhatikan pertimbangan kondisi sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang plural.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mencontohkan, jika dalam suatu wilayah di mana populasi umat Islam tidak dominan sehingga secara budaya mereka tidak bisa menghindari tradisi interaksi lintas agama sebagai bentuk ekspresi kerukunan, adanya kekhawatiran umat Islam dinilai tidak proaktif memperkuat kerukunan antar umat beragama. Dengan begitu, ujar dia, umat Islam di wilayah tersebut memiliki alasan syar'i atau udzur syar'i untuk tidak menghindari tradisi toleransi tersebut selama tidak diniatkan sebagai bentuk amaliah ibadah dan akidah.

Demikian halnya, lanjut Arif, dengan muslim yang menjadi pejabat pemerintahan atau pejabat publik saat menyampaikan sambutannya di acara pemerintahan. Fatwa Ijtima Ulama MUI menganjurkan agar pejabat seyogyanya bisa menjalankan fatwa hasil Ijtima Ulama tersebut.

ADVERTISEMENT

"Pejabat juga diharapkan menggunakan redaksi salam nasional agar semua pihak terangkum di dalamnya. Namun jika hal di atas tidak memungkinkan, maka pejabat publik atau pejabat di pemerintahan juga mendapat alasan syar'i atau udzur syar'i dengan syarat tidak diniatkan sebagai bentuk sinkretisme ibadah, " ujarnya.

Secara praktik kebudayaan, menurut Arif, masyarakat Indonesia terutama umat Islam sudah menjalankan dengan sangat baik praktik beragama tanpa terjebak pada sinkretisme beragama. Menurut dia, bukti bahwa antarumat beragama saling memaklumi, saling menyadari, dan saling mendukung mana wilayah akidah dan muamalah sosial.

"Sesungguhnya yang disampaikan dari forum ini adalah pentingnya menjaga moderasi beragama dengan memposisikan toleransi antar umat beragama dalam proporsinya yaitu saling menghormati, saling menghargai, dan saling memperkuat kerukunan tanpa terjebak ke dalam praktik ekstremisme yang sempit dan toleransi yang melewati batas akidah dan syariah," pungkasnya.

Hasil Ijtima Ulama

Sebelumnya, hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII tentang hukum salam lintas agama itu disampaikan dalam keterangan tertulis dari Ketua SC yang juga Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh. Ijtima Ulama menyatakan pengucapan salam lintas agama bukan toleransi yang dibenarkan.

"Penggabungan ajaran berbagai agama, termasuk pengucapan salam dengan menyertakan salam berbagai agama dengan alasan toleransi dan/atau moderasi beragama, bukanlah makna toleransi yang dibenarkan," demikian salah satu poin keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia seperti diterima, Kamis (30/5).

Dalam hasil ijtima ulama tersebut, pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ubudiah. Karena itu, pengucapan salam harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain.

"Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram," demikian poin lanjutan panduan yang dikeluarkan ijtima ulama.

Simak juga Video: Potret Toleransi Gereja-Masjid Bersebelahan di Pati

[Gambas:Video 20detik]



(fca/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads