Mitra bisnis dijalin atas dasar kepercayaan. Namun, bagaimana bila mitra bisnis kita mangkir bayar utang? Apakah bisa dipolisikan?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim lewat e-mail redaksi@detik.com dan di-cc ke email: andi.saputra@detik.com.
Berikut pertanyaan lengkapnya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mohon penjelasannya/advisenya sehubungan dengan kasus saya.
Nama saya Sunardi.
Pada suatu saat teman saya mengenalkan temannya untuk investasi/kerja sama di pembangunan rumah. Setelah ketemu, singkatnya saya percaya teman, terjadi kontrak dengan teman saya yang tidak begitu saya kenal.
Janji bagi keuntungan 40 (saya):60 (peminjam) dengan perjanjian 3 bulan. Tapi setelah 3 bulan dengan berbagai alasan terus molor.
Setelah itu (5 bulan) baru minta jaminan (agak maksa). Namun diberikan sertifikat kebon di Kaltim atas nama org lain (buat saya tidak jelas. Sudah rusak dimakan rayap tapi masih terbaca). Sedangkan sertifikat rumahnya di bank. Sampai saat (11 bulan) ini, ia ingkar/janji terus lagi cari dana pinjaman. Infonya sudah dekat dapat pinjaman.
Tapi saya mulai curiga lihat kondisi rumahnya (baru tahu), tidak sesuai dengan kartu namanya sebagi direktur. Sampai saat ini masih janji diajak bertemu kurang respon. Hanya tujukan chat WhatsApp sedang proses pinjam.
Pertanyaannya:
1. Apa yang saya lakukan?
2. Apakah bisa minta jaminan sertifikat rekan yang jadi saksi di kontrak?
3. Apakah saya lapor kepolisian sulit atau mudah prosesnya. Banyak biayakah?
4. Apakah boleh saya marah agak menekan? (karena sudah kesal sekali).
5. Seandainya terjadi pidana apakah pengembalian uang tetap berjalan?
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.
Sunardi
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta jawaban dari advokat Destiya Nursahar SH. Berikut jawabannya:
Merujuk pada kronologi yang anda sampaikan, dapat kami asumsikan bahwa anda melakukan kerjasama dengan memberikan pinjaman modal kerja tanpa jaminan, dengan kompensasi bagi hasil keuntungan. Anda sebagai pemberi modal akan disebut sebagai kreditur di mana modal kerja yang anda berikan dipersamakan dengan hutang karena pihak peminjam wajib mengembalikan pinjaman beserta hak bagian keuntungan anda sebesar 40% sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan yaitu 3 bulan.
Namun setelah melampaui 3 bulan ternyata pinjaman yang telah anda berikan beserta keuntungan tidak kunjung anda terima. Kemudian setelah 5 bulan peminjam baru memberikan sertifikat tanah atas nama orang lain sebagai jaminan hingga ia bisa mengembalikan pinjamannya dan hingga bulan ke-11 pinjaman beserta keuntungan belum juga diberikan.
Atas kasus tersebut pertama-tama dapat kami sampaikan bahwa pada dasarnya keberadaan jaminan sangat penting bagi pemberi pinjaman untuk meminimalisir resiko apabila peminjam melanggar perjanjian yang telah disepakati (wanprestasi). Terhadap jaminan yang diberikan peminjam kepada anda berupa sertifikat tanah atas nama orang lain pada dasarnya sah-sah saja asalkan terdapat Surat Kuasa Pembebanan Hak Tanggungan yang ditandatangani dihadapkan Notaris/PPAT antara pemilik sah sertifikat sebagai Pemberi Kuasa dan peminjam sebagai Penerima Kuasa berdasarkan Pasal 15 ayat (1) dan (2) UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dengan adanya surat kuasa tersebut maka sertifikat tanah yang dijaminkan akan memiliki kekuatan eksekutorial di mata hukum.
Begitupun apabila anda hendak meminta jaminan sertifikat tanah rekan anda yang posisinya dalam perjanjian tersebut hanya sebagai saksi, sepanjang ia menyetujui disertai adanya Surat Kuasa Pembebanan Hak Tanggungan maka hal tersebut diperbolehkan.
Terkait dengan rencana untuk melaporkan ke Kepolisian maka kasus tersebut harus memenuhi unsur pidana. Apabila tidak memenuhi unsur pidana maka kemungkinan laporan anda akan ditolak ataupun dihentikan penyelidikannya.
Prinsipnya, terkait masalah perjanjian kerjasama pinjam meminjam ataupun utang piutang adalah termasuk dalam lingkup hukum perdata sehingga perbuatan rekan anda yang belum juga mengembalikan uang pinjamannya tidak bisa ditafsirkan sebagai tindak pidana kecuali terdapat unsur penipuan yang dinyatakan dalam Pasal 378 KUHP yaitu:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu/martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapus piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun".
Oleh karena itu harus dilihat kembali pada awal perjanjian apakah si Peminjam beritikad baik atau tidak, jika tidak beritikad baik dengan melakukan hal-hal secara melawan hukum maka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan. Namun tidak dapat dikenakan sanksi pidana dalam hal peminjam yang melakukan perjanjian/ mengajukan pinjaman dengan itikad baik apabila ia telah berjanji membayar walaupun tidak ada pembayaran yang dilakukan.
Sebagaimana Pasal 19 ayat (2) UU Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa:
"Tidak seorang pun atas Putusan Pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang."
Oleh karena itu walaupun terdapat laporan polisi, seseorang tidak boleh dipidana karena ketidakmampuannya membayar utang.
Apabila dalam kasus yang anda alami memang terdapat unsur pidana penipuan, maka untuk tetap mendapatkan pengembalian uang maka anda harus mengajukan permintaan penggabungan perkara pidana dengan perkara perdata gugatan perbuatan melawan hukum selambat-lambatnya sebelum Hakim menjatuhkan putusan sebagaimana juga dinyatakan dalam Pasal 98 ayat (1) KUHAP:
"Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh Pengadilan Negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka Hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu."
Namun apabila tidak terdapat unsur pidana penipuan, maka langkah hukum yang dapat anda lakukan adalah mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan atas dasar wanprestasi karena Peminjam tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan yang sanksinya adalah berupa ganti kerugian.
Selain itu anda juga dapat mengajukan permohonan eksekusi hak tanggungan terhadap sertifikat tanah yang telah dijaminkan oleh Peminjam dan terhadap tanah tersebut dilakukan upaya lelang yang hasil penjualannya diserahkan kepada anda untuk membayar kewajiban utang Peminjam.
Dalam kasus ini kami sarankan anda untuk menghadapinya dengan kepala dingin jangan sampai terpancing amarah hingga melakukan perbuatan mengeluarkan kata-kata kasar yang mengandung unsur penghinaan maupun melakukan penganiayaan karena berpotensi anda dapat dilaporkan ke Kepolisian karena melakukan tindak pidana.
Semoga membantu.
Regards,
Destiya Nursahar
(Partner di Saksono & Suyadi Law Firm)
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen, dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
![]() |
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke email: andi.saputra@detik.com
Pertanyaan ditulis dengan runtut dan lengkap agar memudahkan kami menjawab masalah yang Anda hadapi. Bila perlu sertakan bukti pendukung.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidakbisadigugat.
(asp/HSF)