Awalnya, terdakwa Iskandar menceritakan alasan kenapa ia mau menyalurkan PIP dibantu terdakwa Tubagus Samsudin selaku kepsek SDN Kesaud Kota Serang sekaligus Ketua PGRI. Ini bermula dari curhatan anggota LSM soal sekolah yang butuh bantuan sarana prasarana (sarpras) di Banten.
Karena bantuan sarpras tidak tersedia, ia menawarkan bantuan PIP untuk siswa SDN. Tapi, untuk memuluskan bantuan, ada commitment fee 40 persen dari setiap bantuan untuk siswa. Samsudin sendiri mendapat 10 persen sebagai koordinator.
"Di draft (perjanjian) itu 40 persen, 10 persen untuk ongkosnya Pak Samsudin," ujar terdakwa Iskandar di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (29/5/2024).
Terdakwa mengaku commitment fee itu sebagai jasa. Ia mengatakan butuh ongkos untuk mengurus usulan PIP melalui aspirasi anggota DPR RI. Apalagi, terdakwa mengaku bolak-balik Serang, Jakarta, dan Bandung.
"Kalau saya bahasa jasa, bukan commitment fee, karena saya butuh ongkos. Saya tidak ada commitment fee, kalau saya wajar saya minta ongkos. Saya nggak mungkin ke Jakarta ke Bandung bawa berkas nggak diongkosin," ujar Iskandar
Saat mengumpulkan kepala sekolah se-Kota Serang di kedai milik Samsudin, Iskandar menyampaikan bahwa itu untuk ongkos mengurus usulan PIP. Jika mereka tidak mau, terdakwa tidak memaksa.
"Kalau mau silakan, kalau kepala sekolah mau, kalau nggak mau jangan dipaksa," ujarnya.
Iskandar mengaku bukan menerima Rp 435 juta sebagaimana dakwaan jaksa. Ia mengaku mendapat Rp 200 juta dari pemotongan PIP siswa SD. Seluruh uang katanya disetorkan secara cash dan transfer oleh terdakwa Samsudin.
"Kurang lebih Rp 200 juta. Yang saya terima kurang lebih Rp 200 juta. Saya tidak mau bertanggung jawab kalau tidak ada bukti dan tidak saya terima. Saya tidak mau. Sudah saya kembalikan," ujar Iskandar.
Kasus pemotongan dana PIP ini terjadi pada 2021. Total kerugian negara Rp 1,3 miliar. Terdakwa Iskandar didakwa menerima Rp 435 juta sedangkan Iskandar Rp 199 juta.
Sisanya, uang PIP diterima oleh Supriyadi Rp 11 juta, Yadi Mubarok Rp 29 juta, Helmi Arif Ginanjar Rp 38 juta, dan Kosasih Rp 43 juta sebagaimana dakwaan jaksa. (bri/eva)