Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memproses kasus tambang ilegal yang juga merusak kawasan hutan mangrove di Desa Slingsing, Kabupaten Belitung Timur, Bangka Belitung. Satu dari tiga buron pelaku tambang ilegal ditangkap.
"Jadi ada tiga tersangka kami yang menjadi DPO dari kegiatan kejahatan perusakan mangrove yang ada di Belitung Timur. Salah satu buronan yang berhasil kami tangkap adalah Saudara SA," kata Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, dalam jumpa pers di gedung KLHK, Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Pelaku perusakan hutan mangrove di Belitung Timur dengan tambang ilegal ini sudah dimasukkan daftar pencarian orang (DPO) sejak Juni 2022.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pantauan detikcom, tersangka SA dihadirkan dalam jumpa pers dengan dikawal petugas bersenjata. Tampak SA mengenakan rompi tahanan berwarna oranye serta tangan yang terborgol.
Rasio menjelaskan, pelaku ditangkap di Palembang pada 6 Mei 2024. Ia menyebutkan kasus ini sulit terungkap lantaran pelaku sering melarikan diri saat hendak ditangkap.
"SA ini kita tangkap di Palembang. Kita lakukan proses penangkapannya itu pada tanggal 6 Mei 2024. Sebenarnya SA ini sudah menjadi buronan ataupun DPO kita sejak Juni 2022. Ini memang tantangan bagi kami karena beberapa kasus yang kami tangani tersangka berhasil melarikan diri," tutur Rasio.
Dalam video yang diterima detikcom, tersangka SA ditangkap saat sedang beristirahat bersama keluarga di rumah miliknya. Sebelum digiring ke mobil tahanan, SA sempat diminta petugas untuk memakai baju.
Lebih lanjut, Rasio mengatakan telah membentuk tim khusus untuk mengusut kasus penambangan ilegal semacam ini. Dia mengatakan Ditjen Gakkum KLHK berkomitmen memberantas penambangan ilegal.
"Kami sudah membentuk tim khusus ya tim satgas khusus, kami namakan Cakra yang dipimpin oleh Bapak Leonardo (polisi hutan). Yang pasti kami sampaikan bahwa penindakan kejahatan lingkungan kehutanan ini kami lakukan dengan sangat serius dan konsisten, dan kami punya komitmen untuk menindak para pelaku ini dan tindakan tegas," ujar Rasio.
Dalam kasus ini, SA dijerat Pasal 98 atau Pasal 99 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atas perbuatannya yang dengan sengaja dan/atau karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu air, baku mutu udara ambien, baku mutu air laut, dan baku kerusakan lingkungan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Simak juga 'Awasi Pertumbuhan Hutanmu dengan Simontana':