Mantan anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi, menjalani sidang pemeriksaan terdakwa dalam kasus suap berkaitan proyek BTS 4G di Kominfo yang menyeret mantan Menkominfo Johnny G Plate dan mantan Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif. Dalam sidang, Achsanul mengungkapkan upaya Anang menghilangkan temuan BPK dalam pengerjaan proyek BTS 4G.
Awalnya, ketua majelis hakim Fahzal Hendri bertanya mengenai kelanjutan dari 17 temuan BPK terkait proyek BTS. Achsanul mengatakan temuan itu hanya menggantung di BPK.
"Ada usaha dari pimpinan BLU untuk menghilangkan temuan-temuan itu sehingga kelihatannya anggarannya sudah sesuai dengan yang digelontorkan?" tanya hakim Fahzal Hendri dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biasanya men-challenge-lah mereka," jawab Achsanul.
Achsanul mengatakan Anang mencoba menghubunginya. Namun dia mengaku tak merespons Anang lantaran masih dalam tahap pemeriksaan.
"Terus gimana caranya? Ada nggak permintaan supaya diberikan kelonggaran, toleransi, atau apalah namanya, dengan iming-iming menggelontorkan sejumlah uang, ada itu?" tanya hakim.
"Yang Mulia...," sahut Achsanul.
"Saya pengin ini aja, Pak, nggak usah banyak-banyak," potong hakim.
"Pada saat pemeriksaan PDTT terhadap Bakti, Pak Anang itu memang sering WA saya dan minta waktu. Beliau juga menyampaikan di sini pada saat itu, tapi tidak saya respons. Tidak pernah saya respons karena masih dalam proses pemeriksaan," jawab Achsanul.
Hakim mencecar Achsanul terkait upaya Anang untuk menghilangkan temuan tersebut. Achsanul mengatakan Anang meminta agar laporan pengerjaan proyek BTS yang sudah diterima mencapai 3.700 tower.
"Saya tanya, apa usaha dari Anang Achmad Latif sebagai pimpinan BLU untuk menghilangkan temuan-temuan itu tadi? Apa usahanya ke Bapak?" tanya hakim.
"Beliau cuma meminta, meminta tolong kepada saya agar apa yang beliau ajukan 3.700 itu sudah diterima, bahwa itu sudah 3.700," jawab Achsanul.
"Ha-ha... tolong dimuluskan begitulah?" tanya hakim.
"Ya," jawab Achsanul.
"Nah," sahut hakim.
"Sementara kita kan baru 2.900, 1.100 nyala 1.900 sudah berdiri, yang 1.900 belum serah terima," jawab Achsanul.
Achsanul mengaku langsung memerintahkan anak buahnya untuk mengecek laporan permintaan Anang tersebut. Dia mengatakan saat itulah dirinya memberikan nomor terdakwa Sadikin Rusli lantaran Anang mengaku sulit menghubunginya.
"Akhirnya gimana, Pak, pendek cerita, jangan muter-muter di situ aja?" tegur hakim.
"Kemudian saya memanggil staf saya, pemeriksa, ada Pak Onggo, Pak Jati, yang meriksa saya panggil. Saya sampaikan kepada mereka terhadap list itu tindak lanjut yang dibilang menurut Pak Anang sudah 3.700, ini, Pak, dicek, dikonfirmasi di lapangan. Habis itu mereka pergi. Anang kemudian, 'Pak AQ, saya susah hubungi Pak AQ, WA nggak pernah dibales. Saya minta dong temen Pak AQ yang bukan staf tapi yang di luar lah temen Pak AQ yang kira-kira bisa saya hubungi'. Dengan polos saya memberikan nomor aslinya Pak Sadikin, namanya pun nama Pak Sadikin," jawab Achsanul.
Diketahui dalam perkara ini, Achsanul Qosasi duduk sebagai terdakwa. Dia didakwa menerima uang senilai USD 2,640 juta atau sebesar Rp 40 miliar terkait kasus proyek BTS 4G Bakti Komindo. Uang tersebut diterima Qosasi agar dia memberikan hasil wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam proyek tersebut.
Uang diterima Qosasi dari mantan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama yang bersumber dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan atas perintah mantan Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif.
Jaksa mengatakan Achsanul Qosasi menyalahgunakan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan RI Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi.
Achsanul Qosasi didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau kedua Pasal 5 ayat 2 atau ketiga Pasal 11, atau keempat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(mib/zap)