Penasihat hukum hakim agung Gazalba Saleh, Aldres Napitupulu, menilai dakwaan dari Jaksa KPK tidak diuraikan dengan lengkap. Aldres menyinggung jika Gazalba pernah divonis bebas dalam kasus suap pengurusan perkara.
Hal itu disampaikan Aldres dalam sidang kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) dengan terdakwa Gazalba Saleh, di PN Jakarta Pusat, Senin (13/5/2024). Mulanya, Aldres menjelaskan kronologi kasus yang dialami Gazalba.
Aldres mengatakan, pada 17 Februari 2023, saat Gazalba diperiksa sebagai tersangka dalam perkara awal, penyidik menanyakan hal-hal yang tidak terkait dengan tuduhannya. Sebab itu, Gazalba pun menolak menjawab.
Kemudian, pada 9 Maret 2023, ketika perkara awal dilimpahkan, penyidik memanggil dan menyerahkan SPDP No. B/100/DIK.00/23/03/2023 tanggal 7 Maret 2023. Hal itu dilakukan sambil memberitahukan mengenai penetapan Gazalba sebagai tersangka dalam perkara ini.
Selanjutnya, Aldres menjelaskan, penyidik pernah meminta Gazalba menandatangani Berita Acara Pengembalian Barang Bukti yang mengembalikan seluruh harta benda Gazalba yang disita dalam perkara awal.
"Bahwa selanjutnya Penyidik langsung kembali melakukan Penyitaan seluruh harta benda tersebut yang selanjutnya menjadi Barang Bukti dalam perkara ini," kata Aldres.
"Bahwa pada tanggal 30 November 2023 (setelah Terdakwa dibebaskan dari Perkara Awal dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap), Penyidik kembali memeriksa Terdakwa sebagai Tersangka dan langsung ditahan sampai saat ini," sambung dia.
Sebab itu, menurutnya, sejak awal perkara tersebut dinilai janggal. Aldres menuturkan kasus tersebut tidak memiliki bukti dan tidak layak disidangkan.
Selain itu, Aldres mengatakan Pengadilan Tipikor tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Aldres pun meminta dakwaan Jaksa KPK agar tidak diterima.
"Surat dakwaan tidak diuraikan dengan jelas, cermat, dan lengkap mengenai pidana yang didakwakan, sehingga berdasarkan Pasal 143 KUHAP, dakwaan harus batal demi hukum," ujar Aldres.
Menurutnya, dalam dakwaan tidak diuraikan dengan jelas terkait sumber pembelian mobil Toyota New Alphard 2.5 G A/T Warna Hitam. Bahkan, kata Aldres, tidak pernah didakwakan dalam perkara ini maupun perkara lain.
Dalam eksepsinya, Aldres pun meminta majelis hakim untuk tidak melanjutkan perkara atas nama Gazalba Saleh. Aldres juga meminta Gazalba segera dikeluarkan dari tahanan.
"Memulihkan hak Terdakwa Gazalba Saleh dalam kedudukan, kemampuan, harkat dan martabatnya," tuturnya.
Sebelumnya, Hakim agung nonaktif Gazalba Saleh didakwa jaksa KPK menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Gazalba didakwa menerima gratifikasi secara bersama-sama senilai Rp 650 juta.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, menerima gratifikasi yaitu menerima uang sejumlah Rp 650.000.000,00 dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022, yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yaitu berhubungan dengan jabatan Terdakwa selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia," kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di PN Tipikor Jakarta, Senin (6/5/2023).
Jaksa KPK mengatakan gratifikasi itu diterima Gazalba dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022. Jawahirul merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan diputus bersalah dengan vonis 1 tahun penjara.
"Atas permasalahan hukum tersebut, Jawahirul Fuad ditetapkan sebagai tersangka kemudian menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jombang. Berdasarkan Putusan Nomor 548/Pid.B/LH/2020/PN Jbg tanggal 07 April 2021 Jawahirul Fuad dinyatakan bersalah dengan dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun, dan pada tingkat banding putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dengan Putusan Nomor 485/PID.SUS-LH/2021/PTSBY tanggal 10 Juni 2021," ujar jaksa.
(amw/azh)