Para pejabat Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap betapa terbebaninya mereka dengan permintaan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Mereka menyampaikan berbagai permintaan SYL saat menjadi saksi di persidangan.
Salah satu yang mengungkap berbagai permintaan SYL itu ialah Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto. Dia dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan dengan terdakwa Syahrul Yasin Limpo, Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif Hatta.
Hermanto awalnya mengungkap Direktorat PSP dibebani Syahrul Yasin Limpo (SYL) untuk membayar 12 sapi kurban senilai Rp 360 juta. Hermanto mengatakan permintaan sapi kurban ke Direktorat PSP berubah dari tiga ekor menjadi 12 ekor.
"Yang di zaman saksi yang mengenai kurban ini ya, sapi kurban, Rp 360 juta, ini bagaimana ini kronologinya? Bisa dijelaskan singkat permintaannya?" tanya jaksa KPK Meyer Simanjuntak dalam persidangan.
"Sepengetahuan saya, awalnya itu nggak sebesar itu. Jadi hitungannya dikonversi pertama itu tiga ekor, kemudian berubah lagi ditambah tiga ekor, totalnya 12 ekor. Yang kita hanya memberi uang saja yang dimintanya, tapi jumlah uang itu kurang lebih sekira 12 ekor sapi," jawab Hermanto.
Hermanto mengatakan permintaan sapi kurban itu disampaikan oleh Biro Umum. Dia mengatakan 12 sapi yang dibebankan ke Direktorat PSP itu senilai Rp 360 juta.
"Jadi menghitung Rp 360 (juta) itu berdasarkan ekor. Tadi saya sampaikan total di PSP itu dibebani 12 ekor, sehingga nilainya kurang lebih Rp 360 (juta) sekian," jawab Hermanto.
Hermanto mengaku tak tahu apakah sapi kurban itu dibeli atau tidak. Dia mengatakan hanya mengetahui ada permintaan untuk mengumpulkan uang tersebut.
"Kita tidak tahu, bahwa dibeli atau tidak atau mau dikasih kurban ke mana, kita nggak tahu," jawab Hermanto.
"Saksi hanya tahu pengumpulan dari Direktorat?" tanya jaksa.
"Saya hanya tahu kewajiban untuk sapi kurban nilanya kurang lebih sekian, kira-kira seperti itu, Pak," jawab Hermanto.
Dibebani Rp 800 Juta untuk Kebutuhan SYL di Brasil-AS
Hermanto juga mengungkap Direktorat PSP dibebani Rp 800 juta saat SYL pergi ke Brasil dan Amerika Serikat (AS). Nilainya terbagi Rp 600 juta untuk keperluan di Brasil dan Rp 200 juta untuk keperluan di AS.
"Nah yang sekarang saksi pada saat menjabat yang betul-betul kegiatannya yang saksi ingat pengeluaran untuk kebutuhan Pak Menteri maupun keluarganya itu ada kegiatan apa saja dan nilainya berapa? Kalau di zaman saksi itu?" tanya jaksa KPK.
"Di periode saya itu, keberangkatan rombongan Pak Menteri ke Brasil," jawab Hermanto.
"Saya lupa bulannya, itu sekitar kurang lebih Rp 600-an juta," sambungnya.
"Saksi kan tadi menyebut agak lupa waktunya tapi saksi yakin nilainya Rp 600 (juta), nah ini di BAP saksi Mei 2022," kara jaksa.
"Siap, siap," sahut Hermanto.
Dia melanjutkan cerita soal beban yang harus dipenuhi untuk keperluan SYL di AS. Dia menyebut jumlahnya Rp 200 juta.
"Kemudian Amerika, itu kita diberi beban Rp 200 juta. Kemudian dari Brasil, Amerika, kemudian Arab Saudi, itu kita dibebankan di PSP Rp 1 miliar," jawab Hermanto.
Dia mengatakan permintaan uang itu dilakukan secara berjenjang dari Sekjen ke Dirjen lalu kepadanya. Dia mengatakan pengumpulan setiap permintaan itu dibagi rata di Direktorat PSP.
"Dari Pak Sekjen, Pak Dirjen, kemudian Pak Dirjen ke saya. Kemudian Pak Sekjen kadang-kadang juga langsung ke saya telepon, kemudian Pak Biro umum juga minta juga, biasanya begitu Pak mekanismenya," jawab Hermanto.
Dia mengaku tak tahu kegiatan apa yang dilakukan SYL ke Brasil. Dia mengatakan hanya mengetahui adanya kegiatan SYL dan rombongan ke Brasil.
"Itu yang kegiatan ke Brasil, sepengetahuan saksi kegiatan apa itu yang Brasil itu?" tanya jaksa.
"Ada, saya tidak tahu persis itu. Nggak tahu persis," jawab Hermanto.
Jaksa terus mencecar Hermanto terkait kegiatan SYL ke Brasil. Hermanto menyebut Direktorat lain di Kementan juga dibebani untuk membayar kegiatan tersebut.
"Rp 600 (juta) ini apakah hanya PSP pada saat itu untuk memenuhi kegiatan ke Brasil ini atau Direktorat lain juga menyetor nilai yang sama, Rp 600 (juta), Rp 600 (juta) ini?" tanya jaksa.
"Sepengetahuan saya Direktorat lain juga ada, iya dimintakan, tapi saya nggak tahu jumlah," jawab Hermanto.
Diminta Rp 1 M untuk Bayar Sewa Private Jet
Hermanto juga mengatakan pihaknya diminta membayar sewa pesawat pribadi atau private jet. Pesawat itu digunakan SYL untuk bepergian ke tiga daerah.
"Kemudian pesawat, sewa pesawat, Aceh, mana itu, ada private jet," kata Hermanto.
"Private jet Aceh-Ujung Pandang-Cengkareng?" tanya jaksa.
"Iya," jawab Hermanto.
Hermanto mengatakan pembayaran itu dilakukan dengan uang yang dikumpulkan para pejabat Direktorat PSP. Dia mengatakan harganya Rp 1 miliar.
"Rp 1 miliar atau yang Rp 1,5 miliar, karena ada dua kali?" tanya jaksa.
"Rp 1 miliar, periode saya yang Rp 1 miliar," jawab Hermanto.
Perjalanan Dinas Fiktif demi Penuhi Permintaan SYL
Hermanto juga menjelaskan cara pihaknya mengumpulkan uang untuk memenuhi berbagai permintaan SYL itu. Dia mengatakan Direktorat PSP kerap membuat perjalanan dinas fiktif.
"Tadi saksi sudah menjelaskan di awal kan itu tidak ada anggarannya, tidak ada DIPA-nya. Lalu dari mana sumber uangnya ini bisa pada urunan-urunan untuk memenuhi permintaan itu?" tanya jaksa KPK Meyer Simanjuntak.
"Itu umumnya kita siasati apa, kita ambil dari dukungan manajemen perjalanan, misalnya seperti itu, dari perjalanan teman-teman," jawab Hermanto.
Hermanto mengatakan perjalanan dinas itu tak dilakukan, tapi dananya tetap dicairkan untuk memenuhi setiap permintaan. Hermanto mengatakan pembuatan perjalanan dinas fiktif di Direktorat PSP itu bukan rahasia. Dia mengatakan tak ada jalan lain untuk memenuhi permintaan yang dibebankan ke direktoratnya tersebut.
"Pinjam nama itu artinya dia tidak ada perjalanan dinas tapi dicairkan uangnya?" tanya jaksa.
"Iya, untuk mengumpulkan supaya terpenuhi," jawab Hermanto.
"Nah, kemudian ini kan SPPD-nya dibuat fiktif ya atau pinjam nama, kemudian uangnya cair. Itu yang dipinjam-pinjam nama itu mengetahui nggak proses-proses itu bahwa nama mereka?" tanya jaksa.
"Tahu," jawab Hermanto.
"Oh tahu juga?" tanya jaksa.
"Tahu, karena sudah memaklumi kondisinya harus seperti itu, nggak ada lagi jalannya," jawab Hermanto.
Hermanto mengatakan Direktorat PSP tak meminta uang ke vendor untuk memenuhi permintaan uang yang tak dianggarkan. Dia mengatakan permintaan itu dipenuhi menggunakan APBN di Direktorat PSP.
"Sehingga namanya dipakai pun untuk fiktif mereka mau melakukan itu?" tanya jaksa.
"Iya, karena kita tidak pinjam vendor, hanya APBN sumber kita," jawab Hermanto.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan Video 'Saksi Ungkap Pejabat Kementan Iuran Rp 1 M untuk Umrah SYL':
(haf/haf)