UU Ketenagakerjaan yang telah diubah dengan UU Cipta Kerja (Ciptaker) masih mengakui karyawan dengan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Lalu, bagaimana bila pekerja PKWT mau resign?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate, yaitu:
Selamat Siang Bpk/Ibu Redaksi detikcom, khusus ke Bang Andi Saputra. Maaf sebelumnya saya Putra (nama samaran).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- Apakah perusahaan bisa dilaporkan ke Disnaker karena sebelumnya pernah tidak memberikan PKWT namun masih mempekerjakan karyawannya?
- Dan apakah jika PKWT sudah selesai harus menunggu one month notice untuk keluar padahal kondisinya saat ini sedang pemulihan pascaoperasi (harus beristirahat total) anjuran dokter?
Mohon dibantu ya Bapak/Ibu redaksi detik
Jawaban pertanyaan saya ini sangat diperlukan untuk saya menyelesaikan permasalahan yang saya hadapi saat ini
Salam sejahtera
Putra
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta pendapat hukum advokat Achmad Zulfikar Fauzi, SH. Berikut keterangan lengkapnya:
Terima kasih banyak atas pertanyaan yang saudara ajukan ke redaksi detik's Advocate perlu saya jelaskan sebagai berikut :
Dalam pertanyaan saudara perlu Saya luruskan terlebih dahulu Apa yang dimaksud dengan 'memberikan PKWT'? Dapat Saya asumsikan yang dimaksud adalah mempekerjakan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, maka hal tersebut saat ini tidak bergantung pada 'BENTUK TERTULIS', cukup mengikuti ketentuan perjanjian pada perjanjian kerja yang berlaku antara saudara dan pemberi kerja, sebagaimana diatur dalam Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU Cipta Kerja):
Pasal 57 ayat (1)
"Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf Latin."
Adapun isi dalam perjanjian kerja tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja yang berbunyi sebagai berikut
Pasal 2 ayat 2
"perjanjian kerja harus memuat:
a. nama, alamat Perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat Pekerja;
c. jabatan atau jenis pekerjaan;
d. tempat pekerjaan;
e. besaran upah dan cara pembayaran;
f. hak dan kewajiban Pengusaha dan Pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan dan/atau syarat kerja yang diatur dalam PP/PKB;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya PKWT;
h. tempat dan tanggal PKWT dibuat; dan
i. tanda tangan para pihak dalam PKWT.
Terkait pertanyaan saudara 'namun masih mempekerjakan karyawan' ini perlu penjelasan lebih lanjut apakah jangka waktu PKWT sudah berakhir atau dari awal tidak ada bentuk tertulisnya? Karena akibat hukumnya berbeda. Jika hal tersebut, kami asumsikan mengacu kepada Perjanjian kerja secara tertulis yang diharapkan dibuat minimal 2 rangkap yang masing-masing wajib diberikan kepada pekerja dan pengusaha. Hal ini tercantum dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan); jo. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU Cipta Kerja);
Diatur dalam Pasal 54 ayat (3) UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:
"Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama serta pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja"
Berdasarkan isi Pasal 54 ayat (3) tersebut, maka perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis itu wajib dimiliki oleh para pihak yang membuatnya yaitu pihak pekerja dengan pengusaha dan keduanya memiliki kekuatan hukum yang sama.
Sehingga Akibat hukum bila perjanjian kerja hanya dimiliki oleh pihak pengusaha, namun pihak pekerja tidak memiliki diatur Dalam UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja, tidak diatur secara tegas mengenai sanksi apabila rangkap atau salinan perjanjian kerja tidak berikan kepada pekerja.
Terkait one month notice tentu tidak diperlukan dalam PKWT karena sudah memiliki jangka waktunya sendiri dan dalam hal perpanjangan PKWT sebagaimana diatur dalam Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja, i:
1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu sebagai berikut:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama;
c. pekerjaan yang bersifat musiman;
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau
e. pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
3. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Terkait kondisi sakit, selama masih dalam jangka waktu PKWT, maka berhak atas upah, ketika sudah lewat jangka waktu PKWT, maka sudah tidak berhak, kewajiban perusahaan hanya memberikan 'kompensasi PKWT' sesuai aturan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.