Direktur Utama Defend Id, Bobby Rasyidin, berbicara tentang tantangan yang dihadapi industri pertahanan dalam negeri gara-gara konflik yang terjadi di berbagai negara, termasuk di kawasan Timur Tengah. Dia mengatakan konflik itu mempengaruhi alur pelayaran di Laut Merah.
"Kalau bagi industri pertahanan, itu antara up and down, ada sisi positifnya, ada sisi negatifnya," kata Bobby seusai perayaan puncak acara hari ulang tahun (HUT) ke-2 Defend Id di PT Pindad, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (27/4/2024).
Bobby mengatakan konflik yang terjadi di berbagai negara memicu sejumlah negara menaikkan anggaran pertahanan. Dia mengatakan hal itu menjadi peluang bagi industri pertahanan dalam negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sisi positifnya karena global politik geopolitik dunia sedang naik tensinya itu, negara-negara seluruh dunia itu meningkatkan dan menaikkan anggaran pertahanannya, yang tadinya rata-rata 2 persen sekarang sudah hampir 3 persen," ujar Bobby.
"Ini tentunya opportunity yang luas sekali buat Defend Id untuk mengembangkan pasar globalnya. Itu adalah opportunity-nya," sambungnya.
Namun, katanya, konflik di berbagai kawasan itu memunculkan tantangan karena terganggunya rantai pasok dalam industri pertahanan. Dia mengatakan konflik di kawasan Timur Tengah mengganggu pelayaran di Laut Merah.
"Sementara challenge buat kita adalah terganggunya supply chain dunia. Seperti yang kita lihat, konflik di Laut Merah itu menyebabkan biaya logistik akan tinggi. Yang tadinya komponen kita yang kita import dari Eropa itu lewat Terusan Suez, sekarang terpaksa dia mutar," ucap Bobby.
"Kedua, tunggunya lead time (waktu tunggu) itu akan lebih panjang lagi, dan tentunya dengan kondisi konflik di mana-mana, sekarang inflasi tinggi, kemudian kita tahu juga Fed juga mempertahankan suku bunganya untuk jangka panjang. Ini tentunya mengakibatkan cost dari komponen cost dari material cost dari produksi kami akan ter-impact juga," imbuhnya.
Bobby mengatakan Defend Id masih bergantung pada rantai pasok dunia perihal material bahan baku yang hendak di produksi. Dia menyebut Defend Id berkomitmen mengurangi ketergantungan itu.
"Raw material kita, bahan-bahan baku kita ini masih impor. Itu kalau di Pindad, seperti engine, itu kita masih impor. Di PT PAL, seperti engine dan beberapa jenis baja, kita masih impor. Di PT DI (Dirgantara Indonesia), itu bahan-bahan komposit untuk aircraft engine kita masih impor," ujar Bobby.
"Jadi memang ketergantungan kita terhadap supply chain dunia di komponen ini masih tinggi. Nah, inilah tantangan buat Defend Id bagaimana kita menurunkan tingkat ketergantungan kita dengan global supply chain tadi," pungkasnya.