Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan menyampaikan pleidoi atau nota pembelaan dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana uang (TPPU) yang menjeratnya. Hasbi menyinggung adanya standar ganda dalam pengusutan kasus di KPK.
"Saya prihatin dengan standar ganda dalam dugaan penanganan gratifikasi oleh KPK," kata Hasbi Hasan saat membacakan pledoi dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Kamis (21/3/2024).
Hasbi lalu membandingkan kasus dugaan penerimaan gratifikasi yang pernah melibatkan Firli Bahuri. Saat masih menjabat Ketua KPK, Firli Bahuri memang pernah tersandung dugaan kasus gratifikasi berupa pembiayaan sewa helikopter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang mana KPK tidak responsif melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan menerima diskon atas biaya sewa helikopter oleh mantan Ketua KPK Firli Bahuri yang menurut ICW selisihnya melampau Rp 140 juta, sumber berita online Tempo. 'ICW Laporkan Firli Bahuri ke Dewas soal Helikopter Ini Perjalanan Kasusnya'. Sabtu 12 Juni 2021 pukul 18.32 WIB," ujarnya.
Hasbi turut menyinggung penanganan perkara gratifikasi yang melibatkan mantan pimpinan KPK lainnya, Lili Pintauli Siregar. Saat masih menjadi Wakil Ketua KPK, Lili pernah terlibat dalam kasus gratifikasi berupa pemberian fasilitas tiket akomodasi dan menonton MotoGP.
Sekretaris MA nonaktif ini lagi-lagi mengutip pemberitaan yang menyebutkan KPK tidak merespons kasus gratifikasi yang melibatkan komisionernya tersebut.
"Selain itu, KPK juga tak pernah usut dugaan gratifikasi Lili Pintauli, salah satu komisioner KPK yang menerima gratifikasi berupa akomodasi tiket, menonton MotoGP Mandalika dari PT Pertamina Persero, sumber berita CNNIndonesia, 'KPK Tegaskan Tak Pernah Usut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli.' Rabu, 29 Maret 2023 pukul 03.50 WIB," ujarnya.
Dituntut 164 Bulan Penjara
Hasbi Hasan sebelumnya dituntut 13 tahun dan 8 bulan penjara. Jaksa meyakini Hasbi terbukti bersalah menerima suap Rp 11,2 miliar terkait pengurusan perkara di MA.
"Menyatakan Terdakwa Hasbi Hasan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kumulatif kesatu alternatif pertama. Menyatakan Terdakwa Hasbi Hasan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kumulatif kedua," kata jaksa saat membacakan surat tuntutan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (14/3).
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Hasbi Hasan dengan pidana penjara selama 13 tahun dan 8 bulan penjara," imbuhnya.
Jaksa juga menuntut Hasbi membayar denda Rp 1 miliar. Apabila denda tak dibayar, diganti dengan pidana badan selama 6 bulan.
"Dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," ucapnya.
Jaksa juga menuntut Hasbi Hasan membayar uang pengganti sejumlah Rp 3,88 miliar setelah putusan pengadilan inkrah. Jika tidak membayar uang pengganti harta bendanya disita.
Jaksa mengungkapkan hal yang memberatkan tuntutan adalah Hasbi Hasan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa merusak kepercayaan masyarakat terhadap MA RI, terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan terdakwa sebagai orang yang menghendaki keuntungan dari tindak pidana. Sementara hal yang meringankan adalah belum pernah dihukum.
Hasbi Hasan diyakini jaksa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
(mib/ygs)