Ada yang berbeda dengan pengusutan perkara KPK kali ini. KPK mulai melakukan penyidikan tanpa membeberkan siapa tersangkanya dan malah menuai kritik.
KPK diketahui tengah melakukan penyidikan terkait dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Pengumuman itu dibeberkan di gedung KPK Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024).
"Saya sampaikan terkait dengan dugaan ada penyimpangan pemberian kredit modal kerja ekspor (KMKE) oleh lembaga LPEI. Secara umum sebetulnya terkait dengan pembiayaan sebagaimana perbankan, kenapa kemudian kredit itu macet umumnya terjadi karena kurang hati-hatinya komite kredit atau pihak lembaga yang memberikan kredit itu terhadap kondisi dari debitur," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan.
Alexander belum mengungkap siapa tersangka di kasus ini. Dia hanya menjelaskan konstruksi perkara yang terkait dengan penyaluran kredit ke salah satu perusahaan hingga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 766 miliar.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron juga tak menjelaskan siapa tersangka dalam kasus ini. Dia hanya menjelaskan secara total ada penyaluran kredit ke tiga korporasi yang diusut KPK dengan dugaan kerugian negara Rp 3,4 triliun.
Eks Penyidik Kritik
Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, mengkritik keras KPK yang menaikkan kasus korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) ke tingkat penyidikan tanpa tersangka. Yudi menilai hal itu merusak kebiasaan kerja di KPK yang telah berlangsung selama ini.
"Dengan berubah seperti ini pimpinan KPK mendekonstruksi belasan tahun kerja KPK sejak periode pertama," kata Yudi kepada wartawan, Rabu (20/3).
"Padahal sekali lagi putusan praperadilan seharusnya hanya untuk kasus yang diajukan, bukan seluruhnya. Putusan praperadilan lagi pula hanya membatalkan sprindik bukan membatalkan terjadi kasus korupsi," tutur Yudi.
Menurut Yudi, kebiasaan baru KPK ini bisa berdampak buruk pada pemberantasan korupsi. Dia khawatir KPK bakal mudah menghentikan penyidikan kasus jika tidak menemukan adanya tersangka.
"Nantinya KPK akan sangat mudah menaikkan sprindik dan bisa juga gampang men-SP3 jika tidak menemukan tersangka. Karena di UU yang baru KPK juga bisa men-SP3," ujar Yudi.
"Intinya jadi untuk apa ada pasal 44 jika akhirnya naik ke penyidikan tidak ada tersangka. Penyidikan tanpa nama tersangka di awal justru bertentangan dengan pasal 44 UU KPK," sambung Yudi.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya..
(azh/azh)