Kepala Desa Jayasari, Iyas, membantah tuduhan penggelapan sertifikat lahan warga di Desa Jayasari, Kecamatan Cimarga, Lebak, Banten. Bantahan ini disampaikan saat sidang di Pengadilan Negeri Rangkasbitung.
Pengacara Kades Jayasari, Yudi, mengatakan tuduhan yang dilayangkan kepada kliennya terkait penggelapan sertifikat tidaklah benar. Kasus sebenarnya hanya sengketa kepemilikan lahan yang seharusnya ditempuh lewat jalur perdata.
"Artinya ranahnya bukan ada di pidana, tapi perdata. Kami menyimpulkan ini sebenarnya sengketa kepemilikan," kata Yudi kepada wartawan ditemui di PN Rangkasbitung, Kamis (14/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yudi menjelaskan, lahan warga seluas 40 hektare itu sudah dibeli eks Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya lewat Kades Iyas. Lahan tersebut diperuntukkan bagi lokasi tambang pasir.
"40 hektare, tapi nanti kita cek lagi apakah 15 bidang atau berapa. Lahan warga itu sudah dibayar, dan kita akui ada sebagian yang bayarannya kurang," tuturnya.
"Kemudian kalau kita bedah ada yang tidak masuk plotting tambang pasir sebenarnya, ada pula yang keluar dari plotting-an, padahal uangnya sudah diterima," sambungnya.
Yudi mengungkapkan, upaya mediasi pernah dilakukan antara Kades Iyas dan warga. Namun mediasi itu tidak mencapai kesepakatan.
"Sudah berjalan mediasi, tapi yang kurang ini minta nggak masuk akal, ya nggak juga dikabulkan. Kalo kurangnya Rp 20 juta, tapi minta Rp 1 miliar, ya bebas sih, tapi secara etika mereka menghitung karena tanahnya sudah dikeruk 3 tahun, jadi selama itu kalo dijual jadi miliaran. Kami bahkan memikirkan kerugian mencapai Rp 10 miliar itu dari mana," pungkasnya.
Pengacara Jelaskan Awal Mula soal Sertifikat Lahan
Yudi juga menceritakan awal mula warga yang meminta agar lahannya dijual. Dia mengatakan kala itu ada perusahaan di Bogor yang hendak membeli lahan warga namun batal.
"Cerita awalnya justru warga yang minta tanahnya dijual, minta ke Jaro Iyas buat nawarin ke pak Mulyadi Jayabaya (Eks Bupati Lebak) karena sebelumnya mau dibeli sama perusahaan dari Bogor tapi nggak jadi," kata Yudi.
Yudi menjelaskan lahan seluas 40 hektare itu akan dijadikan tambang pasir. Namun, sebelum dijual, lahan tersebut dilakukan pengujian untuk mengetahui kandungan di dalamnya. Proses pengujian itu diklaim Yudi sudah mendapat izin dari pemilik tanah.
"Akhirnya ditawarin dan itu diuji dulu kan, nah Pasal 170 yang masuk (dakwaan) itu sebenarnya untuk mengeruk lahan pas proses pengujian dan itu sudah atas izinnya (warga)," tuturnya.
Kata Yudi, kliennya hanya mau mengakomodir permintaan warga. Terlebih, Iyas menangkap adanya pertumbuhan ekonomi apabila Desa Jayasari dibangun.
"Kalau ada pembebasan, pembangunan di sana kan sebenarnya bagus juga. Jalan bisa diperbaiki, harga lahan bisa ikut naik, itu sebenarnya yang diinginkan Jaro Iyas," jelasnya.
Lebih lanjut, Yudi menjelaskan, warga juga sudah menyepakati harga jual lahan. Harganya Rp 10.000 per meter untuk yang tidak bersertifikat dan Rp 20.000 per meter untuk lahan yang memiliki sertifikat.
"Secara keseluruhan tanah yang sudah digarap saat ini jadi tambang pasir di Blok Gunung Koroncong sudah dibayar. Kita akui ada sebagian yang kurang. Sudah pernah ada mediasi, tapi yang kurang ini mintanya nggak masuk akal, ya nggak juga dikabulkan. Kalo kurangnya Rp 20 juta tapi minta Rp 1 Miliar ya bagaimana ya," jelasnya.
Dimintai konfirmasi terpisah, eks Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya membenarkan bahwa dia pernah membeli lahan di Desa Jayasari, Cimarga. Ia membeli lahan itu melalui Kades Iyas.
"Intinya beli melalui Jaro Iyas. Jaro Iyas yang tahu. Sudah lama (beli lahan), lupa saya," kata Mulyadi.
Mulyadi mengatakan sudah membayar seluruh lahan yang ia beli. Namun ia tidak memerinci biaya untuk membeli lahan tersebut.
"Sudah (dibayar semua), (Nominalnya) ada di berita acara," jelasnya singkat.
Kepala Desa (Kades) Jayasari bernama Iyas diduga menggelapkan sertifikat lahan warga di Desa Jayasari, Kecamatan Cimarga, Lebak, Banten. Akibatnya, warga mengalami kerugian Rp 10 miliar.
Dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Rangkasbitung, Rabu (13/3/2024), terdakwa Iyas (47) melancarkan aksinya bersama Ketua RT Juman (56) dan warga bernama Sanajaya (54). Terdakwa Juman dan Sanjaya meminta sertifikat warga untuk difotokopi. Padahal sertifikat tersebut dikumpulkan untuk dijual oleh terdakwa Iyas.
"Terdakwa dalam menyerahkan dan menjual sertifikat tersebut adalah tanpa seizin dan tanpa sepengetahuan dari warga Desa Jayasari. Atas perbuatan terdakwa mengakibatkan masyarakat mengalami kerugian sebesar Rp 10 miliar," sebut dakwaan Iyas di nomor perkara 39/Pid.B/2024/PN Rkb.
(dnu/dnu)