Kisah Briptu Luhur Latih Seni Reog ke Anak-anak Tunanetra di Ponorogo

Kandidat Hoegeng Awards 2024

Kisah Briptu Luhur Latih Seni Reog ke Anak-anak Tunanetra di Ponorogo

Rizky Adha Mahendra - detikNews
Minggu, 10 Mar 2024 09:53 WIB
Briptu Luhur Ainul FIkri melatih anak-anak tunanetra di Ponorogo
Briptu Luhur Ainul FIkri melatih seni reog ke anak-anak tunanetra di Ponorogo, Jawa Timur (Foto: dok. Briptu Luhur Ainul FIkri).
Jakarta -

Sosok polisi lalu lintas (polantas) ini dikenal sebagai seniman reog di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur (Jatim). Dia adalah Briptu Luhur Ainul Fikri, anggota Satlantas Polres Ponorogo.

Dia mengajarkan kemampuan seni reognya kepada anak-anak tunanetra salah satu panti asuhan di Ponorogo. Hal itu yang membuatnya diusulkan sebagai kandidat Hoegeng Awards 2024 melalui tautan berikut ini.

Pengusulnya adalah Rulianto, warga Ponorogo yang membagikan ceritanya, Senin (26/2/2024). Dia awalnya mengenal Briptu Luhur karena beberapa kali memberikan es teh gratis di hari Jumat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lambat laun mengenal, ternyata Briptu Luhur juga seorang seniman reog. Dia membagikan ilmunya kepada anak-anak tunanetra secara gratis.

"Beliau itu melatih reog tunanetra di panti asuhan Aisyiyah Muhammadiyah. Itu jadwalnya kalau nggak salah seminggu sekali setiap hari Jumat, setelah Salat Jumat. Biasanya kalau hari Jumat saya lihat pasti upload melatih anak-anak tunanetra itu," kata Rulianto.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, salah satu motivasi Briptu Luhur adalah ingin memberi tahu masyarakat bahwa semua punya kesempatan yang sama. Salah satunya anak-anak tunanetra dalam berkesenian.

Maka, Briptu Luhur disebut memberikan pelatihan yang konsisten. Serta memberikan pendampingan kepada anak-anak sehingga mereka bisa mahir berkesenian.

"Itu dia sekarang alhamdulillah anak-anak sudah mulai berani tampil di acara. Biasanya Pak Luhur itu live melalui media sosial. Terakhir pagelaran reognya itu di kafe, perwakilan ada perwakilan Polda Jatim yang datang," ucapnya.

Rulianto sendiri pernah melihat penampilan kesenian reog anak-anak tunanetra. Menurutnya, penampilan mereka baik dan layak untuk ditampilkan kepada umum.

"Alhamdulillah sudah layak untuk ditonton, sudah bagus," ucapnya.

Anak-anak yang dilatih Briptu Luhur, kata Rulianto, berusia sekitar belasan tahun. Mayoritas menempuh pendidikan SMP dan SMA.

"Masih (melatih reog hingga saat ini)," jelasnya.

Briptu Luhur Ainul FIkri melatih seni reog ke anak-anak tunanetra di PonorogoBriptu Luhur Ainul FIkri melatih seni reog ke anak-anak tunanetra di Ponorogo (Foto: dok. Briptu Luhur Ainul FIkri).

Menjadi Seniman Reog Sejak SMP

Dihubungi terpisah, Briptu Luhur bercerita ketertarikannya melatih reog. Dia sendiri merupakan seniman reog sejak kecil.

Tepatnya pada usia SMP sekitar tahun 2007 atau 2008, dia telah mahir. Hingga namanya mulai dikenal menjadi sosok seniman reog dari Ponorogo.

"Saya dari SMP tahun 2007-2008. Singkat cerita jadi saya sebelum jadi anggota Polri, saya memang sebagai seniman reog. Dulu tahun 2012 karier reog saya sempat memuncak sebagai penari reog Jawa Timur," kata Briptu Luhur.

Setelah lulus SMA, Briptu Luhur sempat berkuliah di luar kota. Tak sampai setahun, orang tuanya meminta untuk pulang.

Briptu Luhur diminta untuk mendaftar menjadi anggota Polri. Pada tahun pertamanya mendaftar, dia sempat gagal.

"Nah selama gagal itu saya disuruh nyoba lagi tahun depannya. Selama setahun itu saya ngajar reog di sekolah saya dulu. Karena memang saya seorang seniman, ketika nganggur, sama guru SMA saya dulu disuruh ngajar," tuturnya.

Setelah diterima menjadi anggota Polri, dia langsung ditempatkan di Polres Ponorogo. Saat itu, pimpinannya mengetahui kemampuan berkesenian reog Briptu Luhur.

Sejak awal bertugas, dia telah mendapat tawaran melatih reog. Namun karena kesibukannya, dia sempat berpikir ulang menerima tawaran tersebut.

"Namun saya berpikir, saya ini dulu sebagai seniman reog sekarang jadi polisi. Jangan sampai kemampuan reog saya hilang. Saya berpikir bagaimana biar bermanfaat," sebutnya.

Lambat laun, hatinya luluh. Briptu Luhur lalu bersedia untuk mengajar reog. Dia mulai mengajar anak-anak tunanetra tersebut pada Februari 2022.

Dia memilih Jumat sore hari untuk waktu mengajar mereka. Briptu Luhur bercerita bagaimana awalnya dia bisa melatih anak-anak tunanetra tersebut.

"Kalau anggota polisi semua pakai baju dinas itu setiap pagi ada sapa pagi, pengaturan lalu lintas. Saya waktu itu kebetulan ditugaskan di situ di dekat panti itu. Kemudian sedikit ngobrol dengan anak-anak itu, rata-rata mereka orang dari luar Ponorogo, 75%, terutama yang tunanetra," ucapnya.

"Ternyata setelah ngobrol itu, sebenarnya mereka dalam hatinya itu pingin. Karena orang luar Ponorogo, mereka belajar di Ponorogo, otomatis punya rasa penasaran. Karena hampir setiap hari di Ponorogo itu ada pementasan reog," lanjutnya.

Briptu Luhur menganggap anak-anak tersebut memiliki keinginan. Dia sempat mendengar anak-anak mengatakan apakah bisa belajar reog dengan kondisi tunanetra.

Saat itu, hatinya terketuk. Dia lalu datang ke panti dengan membawa alat-alat reog miliknya dan mulai melatih mereka.

"Saya ngomong ke panti, alatnya juga saya bawakan ke panti, akhirnya diterima. Anak-anaknya juga sangat antusias dengan kegiatan saya itu, sampai sekarang rutin setiap Jumat sore," ucapnya.

Kegiatan itu dilakukannya di luar waktu berdinas. Sehingga dia menyebut tak mengganggu tugasnya di kepolisian. Terlebih, kegiatannya itu telah mendapat izin dari pimpinannya.

Total ada sekitar 50 hingga 60 anak-anak di panti asuhan. Tak semuanya anak-anak di panti asuhan tersebut tunanetra.

"Untuk yang khusus tunanetra dan tunadaksa itu kan ikut di reog saya main musik. Ini sudah berjalan di penarinya. Kan unsur reog ada penari dan main musik," terangnya.

Untuk sementara, anak-anak yang tunanetra belajar bermain musik di reognya. Briptu Luhur menyebut mereka sebenarnya bisa belajar sebagai penari.

Namun, ada persoalan teknis yang sebaiknya anak-anak tunanetra tersebut belajar di bagian musiknya. Dia mengajarkan berbagai permainan alat musik dalam reog.

"Kalau reog yang menjadi ciri khas adalah terompet reog, kemudian kendang, gong, kenong, angklung, ketipung, paduan suara. Saya ajarkan itu mereka sudah bisa semua," ungkapnya.

Briptu Luhur Ainul FIkri melatih seni reog ke anak-anak tunanetra di PonorogoBriptu Luhur Ainul FIkri melatih seni reog ke anak-anak tunanetra di Ponorogo (Foto: dok. Briptu Luhur Ainul FIkri).

Anak-anak Mulai Percaya Diri

Selama 2 tahun melatih, Briptu Luhur menyebut mereka sudah tampil sekitar 5 hingga 6 kali. Bahkan, pimpinannya di Polres Ponorogo pun pernah mengundangnya.

"Yang pertama kemarin di acara ulang tahun reognya Universitas Muhammadyah, kedua di Ponorogo City Center, terus di Jalan Hos Cokroaminoto ada semacam acara kesenian. Kemudian pernah juga di desa binaan saya, terus di Polres menyambut Kementerian Kesehatan," bebernya.

Saat ini, anak-anak tersebut sudah terbiasa tampil di depan umum. Meski sebelum tampil, tak jarang pro kontra muncul.

Briptu Luhur memberi contoh suatu ketika, dia memikirkan apakah penampilan mereka sebagai bentuk eksploitasi atau tidak.

"Kemarin waktu Pak Kapolres ngundang itu saya juga menyampaikan, ini bukan eksploitasi, ini murni diajarkan kemampuan mereka. Mereka malah seneng sekali mendapat panggung. Ketika mau diajak pulang itu nggak mau, seakan-akan mereka merasa oh saya bisa ternyata main reog," sebutnya.

Sebelum mengenal kesenian reog, anak-anak kerap merasa rendah diri. Mereka juga tak jarang merasa tidak percaya diri untuk bergaul.

Setelah belajar seni reog dan menampilkannya, lambat laun mereka berubah. Kini mereka telah percaya diri dan berani tampil di muka umum.

"Setelah saya ajak keluar, ada kegiatan di luar, mereka mentalnya beda sebelum saya datang. Sekarang ketemu orang luar itu sudah biasa," tuturnya.

Sempat Ragu

Perjalanan mengajarkan Briptu Luhur bukan tanpa kendala. Di awal, dia sempat pesimis akan mewujudkan keinginannay tersebut.

Briptu Luhur merasa pesimis apakah ada anak-anak yang mau diajarinya reog. Hingga ada beberapa anak yang penasaran dengan reog.

"Tapi kan tidak semua ngobrol dengan saya. Memang tujuan saya kalau bisa anak-anak panti diajar reog," ucapnya.

Namun saat ini, semua ketakutannya terpatahkan. Anak-anak yang belajar reog dengannya begitu antusias.

Ketika Briptu Luhur berhalangan hadir, anak-anak mencarinya. Hingga dia meninggalkan peralatan reog itu di panti.

"Itu kan alat reog saya tinggal di panti. Jadi selain hari Jumat kalau mereka ingin latihan, mereka bisa main sendiri," pungkasnya.

(rdh/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads