Tak hanya memberantas kejahatan, sosok polisi ini juga dikenal peduli dengan pendidikan anak. Ia adalah Bripka Aminullah, atau yang karib disapa Amin, anggota Jatanras Satreskrim Polrestabes Surabaya, Polda Jawa Timur (Jatim).
Atas dedikasinya mendirikan sekolah Taman Kanak-kanak (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) gratis untuk warga tak mampu, namanya diusulkan pembaca detikcom sebagai kandidat Hoegeng Awards 2024. Pembaca detikcom bernama Iin Wahyuni tersebut mengusulkan Bripka Amin melalui formulir di tautan ini.
detikcom lalu menghubungi Iin untuk menggali lebih dalam kisah Bripka Amin tersebut, Kamis (16/2/2024). Dia sendiri sebagai salah satu warga yang menerima manfaat dari sekolah gratis yang didirikan Bripka Amin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anaknya bersekolah di PAUD Majma' Al-Bahrain yang didirikan Bripka Amin bersama istrinya. Dia sama sekali tidak membayar ketika menyekolahkan anaknya di sana.
"Anak saya sekolah di situ memang nggak dipungut biaya. Di situ memang khusus untuk orang yang nggak ada, kayak yatim piatu gitu, terus yang nggak mampu," kata Iin.
Baca juga: Meneladani Gerakan Moral Hoegeng |
TK tersebut, lanjut Iin, diprioritaskan bagi warga yang tidak mampu. Namun sebenarnya siapa saja bisa bersekolah di sana,
Lokasinya berada di Kelurahan Bulak Rukem Timur, Kecamatan Bulak, Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim). Ketika mendaftarkan anaknya, dia sudah bilang bahwa tak memiliki biaya.
"Syaratnya ya cuma KK, KTP, data anak gitu aja. Mungkin kalau yang mampu dia bilang gitu. Kalau ada yang mampu mau bayar ya nggak apa-apa," tuturnya.
Lokasi sekolahnya berada di area sekitar rumah Bripka Amin. Menurutnya, sekolah tersebut memberikan banyak manfaat kepada masyarakat di sekitar.
Sekolah tersebut berada di kawasan padat penduduk. Di mana, banyak warga yang tidak mampu hingga pendatang yang tinggal di kontrakan bermukim di sana,
"Soalnya saya lihat banyak orang-orang ngekos di situ. Jadi banyak orang yang tidak mampu gitu. Jadi Pak Amin sama istrinya mendirikan sekolah itu," imbuhnya.
![]() |
Pinjam ke Bank Ratusan Juta
Dihubungi terpisah, Bripka Amin bercerita awal mendirikan sekolah tersebut. Dia mendirikan sekolah itu sejak tahun 2015.
Bripka Amin merasa resah dengan anak-anak di sekitar tempat tinggalnya yang tidak mengenyam pendidikan formal. Alasannya, tidak ada biaya.
"Terus saya terenyuh, bilang ke istri saya, gimana ini. Coba ilmu kita, kita manfaatkan, saya bilang ke istri saya," ucapnya.
Mulanya, dia mencoba membuat sekolah non-formal. Bripka Amin mengumpulkan anak-anak di sekitar kediamannya dan diberikan materi.
"Saya kasih arahan kayak pesantren gitu. Ternyata minatnya semakin banyak, membeludak, otomatis kita butuh tempat juga," jelasnya.
Bripka Amin lalu bersama istri berkomitmen di jalan itu. Dia ingin membangun wadah pendidikan untuk anak-anak di mana bisa nyaman belajar.
Mereka tak memiliki donatur tetap dalam membangun yayasannya. Mereka lalu memberanikan diri meminjam duit dari bank. Dalam perjalanannya, mulai ada pihak yang membantu operasional yayasan.
"Kita beranikan diri sama istri untuk ngambil utang di bank dengan jaminan slip gaji saya. Saya itu sempat nangis juga, yang penting barokah. Saya itu pinjam Rp 350 juta, sambil jalan ada komandan yang kasihan akhirnya nyumbang gitu.," tuturnya.
Hingga kini, Bripka Amin bersama istrinya masih mencicil utang tersebut. Dia merasa tidak apa-apa, sebab menurutnya masyarakat lebih penting.
"Nggak apa-apa yang penting kan untuk masyarakat terdidik gitu," ucapnya.
Prioritaskan Warga Tak Mampu
Setelah mendapat dana pinjaman, dia lalu merombak bangunan miliknya untuk dijadikan yayasan. Lambat laun, peminatnya semakin banyak.
Meski tak memiliki biaya, namun warga menginginkan anaknya untuk bersekolah. Bahkan, peminatnya juga berasal dari warga di luar lingkungannya.
"Sekolah di kita itu ada ijazahnya karena sudah tertera di Diknas. Kedengaran kampung lain, akhirnya ingin sekolah juga. Saya bilang nggak apa-apa sekolah di sini walaupun nggak mampu," bebernya.
Bripka Amin sadar tak bisa membayar guru-gurunya dengan gaji yang besar. Dia kemudian memberikan penjelasan kepada enam guru di yayasan tersebut.
Dia juga transparan terhadap dana pengelolaan yayasan. Guru-guru di yayasan diberi tahu terkait perputaran uang di sana.
"Pengelolaannya saya terbuka, keluar uangnya, guru-guru tahu memang minim. Mereka main digaji Rp 200 ribu, yang penting ini kelola semuanya, sampai akhirnya guru-guru ikhlas," ungkapnya.
Meski banyak peminat, Bripka Amin tetap memprioritaskan warga tak mampu dan anak yatim. Dia memberi materi agama juga di sekolahnya.
"Jadi orang-orang itu meski nggak dipesantrenkan, tapi di kita ala pesantren, jadi senang," katanya.
Bripka Iman juga sesekali mengajak orang tua murid berdiskusi. Hal itu dilakukan untuk menerima masukan dan saran demi perbaikan tata kelola yayasan.
Selain itu, hal itu bertujuan untuk menampung keluhan. Dia membatasi anak-anak yang belajar, agar proses belajar mengajar bisa berlangsung lebih optimal.
"Di tahun 2016 saya buat yayasan, berkembang sampai sekarang alhamdulillah. Cuma kita batasi, karena kan kita terbatas. Kita batasi yang kita. Kita pingin mengajar sesuai pakemnya supaya maksimal ngajarnya," ucapnya.
![]() |
Kondisi Terkini
Saat ini, sekolah tersebut memiliki sekitar 140-an murid. Terdapat 80 murid PAUD dan 60-an murid TK.
Masing-masing tingkatan, dibagi menjadi 2 kelas. Untuk TK, murid masuk pagi. Sedangkan untuk PAUD, murid masuk sore.
"Terus kita coba membantu masyarakat supaya mampu dalam pembelajaran, kita tampung masyarakat yang ingin belajar supaya berkembang kita nyentuh ke bawah," jelasnya.
Bripka Amin bersyukur beberapa bantuan terkadang diterimanya. Salah satunya dari atasan di tempatnya berdinas.
Namun, dia tak ingin selalu mengharapkan uluran tangan orang lain. Dia sendiri saat ini sedang mencari penghasilan tambahan guna menghidupi yayasan.
"Saya coba bisa membangun yayasan saya dengan beternak, saya nyoba beternak ayam, bebek, kemarin, supaya bisa menghidupi operasional yayasan. Kalau orang lain memberikan rezekinya, ya saya terima," ujarnya.
Setiap bulannya, diperlukan dana sekitar Rp 3 juta untuk operasional yayasan. Biaya tersebut di luar biaya kegiatan mendadak seperti ketika ada kunjungan.
Keluarganya juga sesekali membantu Bripka Amin membiayai yayasannya itu. Dia tak menafik bahwa merasa berat apabila hanya menyisihkan dari gajinya sebagai polisi. Sebab, lambat laun peminat sekolahnya semakin bertambah.
"Lambat laun semakin berkembang kan perlu bantuan juga," imbuhnya.
Namun, tekadnya yang kuat membuatnya tak mudah menyerah. Dia bersimpati melihat kondisi masyarakat di sekitar tempat tinggalnya yang terkadang hidup tidak berkecukupan.
"Kadang-kadang orang pabrik kebutuhannya kan pas-pasan. Terkadang di PHK, terkadang apa, buat kebutuhan sendiri saja kadang bingung. Terus kita nggak nyentuh ke sana terus anaknya nggak terdidik, kita yang berdosa," pungkasnya.