Polisi telah menetapkan 12 orang sebagai tersangka kasus perundungan (bully) di SMA Internasional. Muncul usulan agar kasus tersebut diselesaikan secara diversi, namum pihak keluarga korban menolak.
Pemerintah melalui KemenPPPA mendorong Polres Tangerang Selatan (Tangsel) melakukan upaya diversi dalam kasus ini. Sebab dalam kasus tersebut ada anak yang berkonflik dengan hukum (ABH).
"Bahwa di sini ada anak berkonflik dengan hukum perlu mendapatkan bantuan hukum termasuk hak pendidikan. Maka dari itu kami mendorong upaya Polres Tangsel untuk upaya diversi sesuai dengan UU sistem peradilan pidana anak karna memang ancaman pidananya juga di bawah 7 tahun," kata Plt Asisten Deputi Bidang Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kemeterian PPPA, Atwirlany Ritonga, dalam konferensi pers di Polres Tangsel, Jumat (1/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atwirlany berharap aturan tersebut dilakukan dan upaya diversi segera dilaksanakan. Dia juga mengimbau masyarakat tidak mempublikasikan identitas baik korban maupun pelaku.
"Semoga upaya diversi itu dapat segera dilaksanakan. Kemudian kami mengimbau kepada masyarakat dan temen media untuk tidak mempublikasikan kembali identitas anak korban dan anak berkonflik dengan hukum," ucapnya.
Atwirlany juga mengapresiasi kinerja Polres Tangsel yang melalukan upaya proses hukum hingga sekarang. Pihaknya terus berkoordinasi dengan Polres Tangsel.
"Apresiasi kinerja Polres Tanggsel yang telah melakukan upaya proses hukum hingga penetapan tersangka dan anak yang berkonflik dengan hukum dapat ditetapkan hari ini," kata dia.
Keluarga Korban Tolak Diversi
Berbeda dengan KemenPPPA, kuasa hukum dari korban perundungan yang libatkan siswa SMA internasional enggan diversi diterapkan dalam kasus kliennya. Dirinya mengatakan pihak keluarga korban sudah yakin akan berjuang terus sampai pengadilan.
"Kami sudah berbincang bahwa sampai detik ini klien kami akan fight sampai pemeriksaan dan putusan di pengadilan," ujar Kuasa Hukum Korban, Muhamad Rizki Firdaus, di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Jumat (1/3/2024).
Meski begitu, upaya diversi nantikan akan tetap ditempuh. Hal itu karena upaya diverasi ada dalam aturan menangani kasus pada anak.
"Kita pasti akan tempuh karena itu adalah kewajiban formil perintah undang-undang di kepolisian secara formil bilang harus dilakukan di kejaksaan sampai pengadilan itu kita adakan," katanya.
Dirinya mengatakan bahwa diversi hanya berlaku jika yang terlibat tindakan kriminal adalah bersatus anak. Sedangkan dalam kasus perundungan ini, ada pelalu yang bukan anak.
"Kita nggak boleh salah tafsir di situ, karena undang-undang bukan perdamaian saat mengatakan diversi. Diversi hanya berlaku anak dengan anak, ketika terduga pelaku bukan anak maka tidak ada diversi," ungkapnya.
Seperti diketahui, 4 orang yang ditetapkan tersangka dikenakan Pasal 76C Jo Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang dan/atau Pasal 170 KUHP. 1 orang anak saksi lainnya dikenakan Pasal 76C Jo Pasal 80 UU RI Nomor 35 tahun 2014 atas perubahan kedua UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 4 ayat (2) huruf d Jo Pasal 5 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan/atau Pasal 170.
Sedangkan 7 ABH diduga melakukan Tindak pidana Kekerasan Terhadap Anak Dibawah Umur dan/atau Pengeroyokan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C Jo Pasal 80 UU RI Nomor 35 tahun 2014 atas perubahan kedua UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 KUHP.
Simak juga Video: Polisi Ungkap Motif Bullying Viral Remaja Perempuan di Batam