"Melakukan penelaahan," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi saat dihubungi, Minggu (25/2/2024).
Edwin mengatakan ada empat hal yang akan didalami LPSK dalam proses penelaahan pengajuan perlindungan dari korban. LPSK akan mendalami dugaan ancaman yang diterima pemohon.
"Berdasarkan UU kami harus dalami, satu, sifat penting keterangan. Dua, situasi ancaman yang dihadapi," ujar Edwin.
LPSK nantinya juga akan memeriksa kondisi psikologis dari RZ. Selain itu rekam jejak RZ selaku pemohon perlindungan turut didalami.
"Ketiga, kondisi medis/psikologis pemohon dan terakhir rekam jejak pemohon," ujar Edwin.
Proses penelaahan itu akan berlangsung selama 30 hari. Dari rangkaian itu LPSK baru memutuskan menerima atau tidak permohonan perlindungan yang diajukan oleh RZ.
Pihak pengacara RZ, sebelumnya mengatakan telah mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK. Pengajuan itu telah didaftarkan pada Sabtu (24/2).
"Masih dalam proses yang pasti kita sudah menyurati secara resmi karena kalau mereka mau proses mereka harus punya dasar surat dari kita. Sudah kita buat laporan dan ini sedang dalam proses," kata kuasa hukum korban, Amanda Manthovani saat dihubungi, Minggu (25/2/2024).
Amanda menyinggung relasi kuasa yang membuat korban merasa ketakutan. Pihaknya pun meminta perlindungan LPSK dalam kasus tersebut.
"Sebenarnya justru hanya berjaga-jaga, wajar saja dari korban merasa ada kayak macem ketakutan gitu," ujarnya.
Tak hanya LPSK, pihak korban pun sudah bersurat kepada beberapa lembaga terkait lainnya. Mulai dari Kemendikbud, LLDIKTI (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) hingga Komnas Perempuan.
Pihak Rektor Membantah
Pihak rektor Universitas Pancasila sebelumnya buka suara terkait laporan atas dirinya. Pihak rektor tersebut membantah tuduhan pelecehan yang dilaporkan oleh pelapor.
"Berita tersebut kami pastikan didasarkan atas laporan yang tidak benar dan tidak pernah terjadi peristiwa yang dilaporkan tersebut," ujar kuasa hukum terlapor, Raden Nanda Setiawan, dalam keterangannya kepada detikcom, Sabtu (24/2).
Raden mengatakan setiap warga punya hak melapor polisi. Namun, ia menyebut, laporan yang dibuat oleh korban perempuan inisial R itu fiktif.
"Namun kembali lagi hak setiap orang bisa mengajukan laporan ke Kepolisian, tapi perlu kita ketahui laporan atas suatu peristiwa fiktif akan ada konsekuensi hukumnya," katanya.
(ygs/knv)