Kepala Badan Pengembangan dan Informasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Ivanovich Agusta menangkap upaya para kepala desa yang sukses menjabat hingga periode ketiga. Adapun jabatan ini berlangsung dari tahun 2009 alias menjabat sepanjang 15 tahun terakhir.
Saat menghadiri Diskusi Kelompok Terpumpun di Cirebon, ia menuturkan Kementerian Desa PDTT mencatat hanya 8 persen kepala desa yang berhasil menjabat hingga periode ketiga.
"Artinya, penting bagi semua pihak untuk memahami, mengapa warga desa terus memilih sang kepala desa itu. Kami menduga kepala desa itu terus berupaya memuaskan kebutuhan warga," ujar Ivanovich dalam keterangannya, Jumat (23/2/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kiranya jelas, bahwa menjabat kepala desa tiga periode memang menunjukkan kepiawaian kepala desa memikat hati warga. Ini dijalankan dengan upaya yang ketat, setiap hari, melayani seluruh keluarga di desa," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan dan Desa Nanan Abdul Manan membenarkan dugaan Mendes soal upaya kepala desa dalam memenuhi kebutuhan warga. Hal ini salah satunya terlihat dari pemilihan kepala desa di Cirebon, Jawa Barat.
"Di Cirebon, Jawa Barat, tidak sampai lima puluh persen petahana kepala desa yang dipilih kembali oleh warga untuk periode jabatan berikutnya. Yang terpilih hanya kepala desa yang terus berupaya keras mendekat kepada warga," ucap Nanan.
Di sisi lain, Kepala Desa Gegesik Kidul Rahmat mengaku kerap mengunjungi warga, terutama saat mereka kesulitan.
"Mendekati warga berupa selalu mendatangi keluarga-keluarga di desa setiap saat. Apalagi, pas ada warga yang kesusahan, sakit, anggota keluarganya meninggal dunia. Juga, saat warga menyelenggarakan pesta pernikahan," jelasnya.
Lebih lanjut, Rahmat mengatakan dengan menjabat kepala desa untuk waktu yang lama maka warga sudah memahami kelebihan dan kelemahannya. Bagi petahana, tidak terlalu bermanfaat berkampanye menjelang pemilihan kepala desa, sebaliknya lebih penting selalu berjumpa warga dalam hidup sehari-hari di lapangan.
Adapun kegiatan ini berbeda dari calon kepala desa baru, yang cenderung mendatangi warga menjelang pemilihan saja.
"Dua setengah tahun sebelum pemilihan kepala desa yang ketiga, saya tiap hari bersilaturahim kepada warga. Satu per satu keluarga. Ketika berhadap-hadapan, perbincangan dengan warga menjadi nyaman. Saya minta informasi evaluasi atas kekurangan dalam memimpin desa. Masukan warga kemudian dibuat menjadi kegiatan, sehingga di akhir jabatan warga merasakan terpenuhinya kebutuhan mereka," sambung Rahmat.
Terkait banyaknya petahana yang gagal menjadi kepala desa pada periode berikutnya, Rahmat pun menceritakan pengalamannya.
"Pada waktu menjalani periode pertama, saya bersemangat, membangun desa di sana sini. Lalu saya merasa sudah banyak membangun, sudah banyak berjasa, sehingga berleha-leha menjelang pemilihan. Hampir saja saya tidak terpilih kembali, karena ada calon kepala desa yang tiba-tiba muncul, menggunakan strategi menyebar uang, perayaan, tapi juga fitnah, sekaligus menyebar preman. Saya jadi belajar, agar tidak segera berpuas diri setelah terpilih kembali, dan selalu berinteraksi dengan sopan kepada warga desa," paparnya.
Senada dengan Rahmat, Kepala Desa Babakan Gebang Yeni Setiawati mengatakan selalu mendatangi warganya langsung saat memberikan dana. Menurutnya, hal ini menjadi bentuk apresiasi terhadap warga.
"Saya tidak pernah titip natura atau dana kepada warga yang mengadakan pesta, sakit, atau wafat. Selalu saya datang sendiri. Lebih baik telat datang, daripada menitipkan salam. Warga merasa dihargai kepala desa saat didatangi ke rumahnya," ucapnya.
Bagi petahana, lanjut Yeni, tantangannya berupa gelombang fitnah melalui media sosial. Menurutnya, hal tersebut bisa dijalankan tim sukses yang berencana menjadi perangkat desa calon lawan.
"Di desa saya banyak yang aktif di Facebook. Fitnah yang muncul di media sosial berupaya membentuk opini negatif, seperti bosan kepala desa perempuan terus, mempertanyakan hukum memilih perempuan sebagai pemimpin, juga fitnah atas pembangunan desa," terang Yeni,
"Saya dan tim tidak melawan balik, melainkan terus bekerja, sekaligus fokus mengajak warga untuk tetap memilih saya. Caranya, terus bercengkrama dengan seluruh keluarga, baik yang terindikasi akan memilih saya atau memilih lawan," lanjutnya.
Di sisi lain, Koordinator Tenaga Pendamping Profesional Kabupaten Cirebon Muhammad Nurudin mengingatkan pentingnya memahami kondisi warga bagi kepala desa.
"Memang kepala desa harus mengetahui satu per satu warganya. Harus mengetahui kebutuhan satu per satu warga desa. Kepala desa memiliki orang-orang yang dipercaya untuk memberitahukan kebutuhan di rukun tetangga yang satu, yang berbeda dari rukun tetangga lainya," pungkasnya.