Mantan Hakim Konstitusi, Wahiduddin Adams, dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Laporan tersebut terkait status Wahiduddin Adams sebagai anggota MKMK ad hoc ketika mengadili laporan yang menyangkut dirinya sendiri.
"Terkait dengan Wahiduddin Adam, angle sudut pandangnya adalah dia salah satu dari sembilan orang hakim yang memutus perkara nomor 90 namun dia juga adalah satu di antara tiga anggota MKMK ad hoc," kata Perwakilan Rahnoto dan rekan selaku pelapor, Harjowinoto, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2024).
Wahiduddin telah purnatugas dari jabatannya sebagai Hakim Konstitusi. Posisinya sebagai hakim komstitusi telah digantikan oleh Arsul Sani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harjowinoto mengatakan pihaknya mempermasalahkan posisi Wahiduddin saat masih aktif sebagai Hakim MK dan bertugas sebagai anggota MKMK ad hoc. Dia mengatakan Wahiduddin saat itu ikut menangani dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi terkait putusan perubahan syarat usia capres dan cawapres, padahal Wahiduddin juga ikut memutus dan menjadi terlapor.
"Dia menjadi pengawas atas dirinya sendiri, karena kesembilan hakim yang dilaporkan itu termasuk dirinya. Itu menimbulkan pertanyaan yang sangat fundamental dan kompleks, apakah anda bisa mengawasi diri anda sendiri," ujarnya.
Pelapor juga memandang bahwa pembentukan majelis ad hoc oleh Ketua MK saat itu, Anwar Usman, tidak sah. Dia mengatakan MKMK harusnya bersifat tetap, bukan ad hoc.
"Sama halnya mungkin secara analogis itu pengadilan tinggi bisa memutuskan bahwa pengadilan negeri itu tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili suatu perkara tersebut, yang kita kenal dengan kompetensi absolut. Kami menerapkan prinsip tersebut di dalam laporan kami bahwa MKMK ad hoc itu tidak sah pembentukannya karena UU MK mempersyaratkan yang bersifat tetap atau permanen. Itu cukup lugas dan tegas," ucapnya.
Pihaknya juga mengajukan sejumlah laporan lainnya. Salah satunya mengenai kewenangan MKMK ad hoc memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK serta dugaan kebocoran isi rapat hakim MK. Sejauh ini, MKMK telah melakukan klarifikasi terhadap laporan-laporan tersebut.
"Kata kuncinya adalah apakah MKMK ad hoc berwenang untuk memberhentikan seorang Ketua MK? Belum terjawab. Karena kode etik itu memuat larangan-larangan itu terhadap hakim, tapi tidak kepada Ketua. Anda cari aja di PMK 2003, ada nggak yang menyebut kata Ketua? Sementara Anwar Usman dihukum sebagai kapasitasnya sebagai ketua dan juga hakim," terangnya.
"Ketiga, kami melaporkan hakim Anwar Usman sebagai Ketua MK yang todak tegas meregulasi rapat hakim sehingga timbul kekisruhan ini hari ini. Secara kolektif, isi dari rapat yang harusnya tertutup tapi bocor," sambungnya.