KPK dan Dewas KPK terus menguak kejahatan pungutan liar (pungli) yang terjadi di rutan KPK. Ironis memang, hal ini mengotori upaya penegak hukum membuat jera para tersangka dan terdakwa koruptor.
Teranyar, KPK menginfokan praktik pungli terjadi sejak 2016. Kemudian praktik tersebut menjadi terstruktur sejak 2018 hingga saat ini, atau 8 tahun lamanya.
"Sudah dijelaskan Pak Ghufron (Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron) juga, setidaknya sejak dimulai tahun 2018. Bahkan sejak tahun sebelumnya 2016-2017 sudah (ada pungli)," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (23/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mulai kemudian terstruktur sejak akhir 2018. 2019 itu sudah mulai terstruktur," sambung Ali.
KPK, berdasarkan hasil penyelidikan, pun mendapati ada pembagian peran dari para oknum rutan KPK. Peran itu dikenal dengan istilah 'koordinator' hingga 'pengepul'.
"Saya ingin sampaikan ini sangat terstruktur karena ada yang bertindak sebagai 'lurah'-nya, koordinator di masing-masing hunian. Kemudian ada pengepulnya," ujar Ali.
Sementara itu Dewas KPK yang menyelidiki kasus pungli ini dari sisi etik membeberkan pungli terjadi di tiga rutan milik KPK. Hal itu disampaikan anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris di gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Senin (22/1).
"Yang jelas pungli itu di tiga rumah tahanan. Yang pertama di Merah Putih, yang kedua di sini, C1, ketiga di Rutan Guntur," papar Haris.
Dewas membagi kasus pungli rutan menjadi 9 berkas dengan keterlibatan 93 pegawai KPK. Saat ini, Dewas telah memeriksa 6 berkas perkara.
Syamsuddin mengatakan dalam tiga berkas sisa tersebut terdapat salah satunya peran dari Kepala Rutan KPK. Menurut Syamsuddin, dalam enam berkas perkara yang telah diperiksa pihaknya menemukan sejumlah bentuk fasilitas yang diterima para pemberi pungli dari izin memesan makanan hingga dijenguk di luar jam besuk.
"Intinya ya segala macamlah. Ada untuk pesan makanan. Untuk bisa menggunakan handphone. Mungkin juga untuk yang Anda maksud itu ya (suap pungli untuk besuk di luar jadwal kunjungan tahanan). Mesti dicek satu-satu banyak sekali," katanya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Nilai pungli di Rutan KPK yang diungkap Dewas KPK berjumlah Rp 6,1 miliar. Dewas KPK akan menggelar sidang vonis etik kasus tersebut pada 15 Februari.
Ali mengatakan saat ini ada 191 orang yang telah diperiksa. Dia mengatakan rekening penerima uang pungli juga diketahui bukan berasal dari para pegawai di Rutan KPK.
"Rekening-rekening yang digunakan bukan rekening dari orang-orang yang ada di Rutan Cabang KPK. Rekening di luar," katanya.
![]() |
Ali mengatakan pihaknya juga telah memeriksa dua ahli hukum. Kedua ahli itu menyatakan KPK memiliki kewenangan dalam menyelidiki dugaan korupsi yang terjadi di lingkungan internalnya.
"Kami lakukan pemeriksaan sekitar 191 orang saat ini dan sudah dua orang ahli hukum untuk menentukan bahwa ini adalah kewenangan KPK dalam proses penyelidikan dan juga nanti penyidikan," kata Ali.
Sebanyak 45 tahanan yang sempat ditahan di Rutan KPK juga sudah diperiksa. Ali mengatakan pemeriksaan itu terbagi di beberapa kota.
"Kami harus melakukan pemeriksaan di Jakarta, Bekasi, di Kalimantan Timur, dan di beberapa tempat-tempat lain yang para tahanan yang diduga dulu kemudian terlibat dalam proses-proses kecurangan di Rutan Cabang KPK, kemudian kami lakukan pemeriksaan," tutur Ali.
Simak Video 'Dewas Sebut Ada Pegawai KPK Terima Pungli Rutan hingga Rp 500 Juta':
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Kasus pungli di Rutan KPK saat ini juga bergulir secara penanganan etik di Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Sebanyak 93 pegawai KPK menjalani sidang etik dalam kasus tersebut.
Dewas KPK membagi kasus itu ke dalam sembilan berkas perkara. Enam berkas perkara atau 90 pegawai KPK akan menerima vonis etik dalam kasus pungkas Rutan KPK pada 15 Februari.
Sementara itu anggota Dewas KPK Albertina Ho pada Kamis (18/1/2024), setelah memeriksa pegawai KPK dalam sidang etik kasus pungli Rutan KPK, mengungkapkan ada tarif Rp 200-300 ribu untuk jasa mengisi daya baterai ponsel di Rutan KPK. Hal itu disampaikan Albertina pada wartawan di gedung Dewas KPK, Jakarta.
"Ngecas HP-nya sekitar Rp 200 sampai Rp 300 ribu, per satu kali," kata Albertina.
![]() |
Albertina mengatakan para tahanan juga harus membayar lagi bila ingin mengisi daya baterai ponsel menggunakan powerbank. Namun Albertina belum memerinci kisaran tarifnya.
"HP misalnya terus nanti disuruh, HP itu kan perlu daya kan ada powerbank, ngecas powerbank nanti harus bayar juga," ujarnya.
Tak hanya itu, Albertina mengungkap ada tarif untuk tahanan yang ingin memasukkan ponsel ke dalam Rutan. Para tahanan harus membayar Rp 10-20 juta.
"Sekitar berapa ya, Rp 10-20 juta kali ya, selama dia mempergunakan HP itu kan, tapi nantikan ada bulanan yang dia bayarkan," ujarnya.