Kebijakan Pangan dan Pertanian Jokowi Dinilai Sudah Relatif Bagus

Kebijakan Pangan dan Pertanian Jokowi Dinilai Sudah Relatif Bagus

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 19 Jan 2024 22:33 WIB
Petani menarik tali yang terhubung alat keprak kaleng (kaleng isi batu) untuk mengusir hama burung di area persawahan Rorotan, Jakarta Utara, Senin (8/1/2024). Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta menyebutkan hasil Sensus Pertanian (ST) 2023 tahap 1 jumlah usaha pertanian ST 2023 berada di angka 13.798 unit, turun 2,92 persen dibandingkan 2013 sebanyak 14.214 unit. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.
Foto: Ilustrasi Pertanian ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT
Jakarta -

Kebijakan pangan dan pertanian Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai telah relatif bagus. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Mangku Purnomo, menilai pemerintah sudah berusaha optimal untuk memanfaatkan lahan untuk menjaga pasokan pangan dalam negeri.

"Kebijakan pangan dan pertanian pada era Jokowi secara umum sudah relatif bagus. Dari sisi produksi juga sudah dilakukan diversifikasi sumber, termasuk food estate dan pemberdayaan lahan rawa. Program-program tersebut memang tidak bisa langsung dilihat manfaatnya, tetapi dari sisi mitigasi sudah bagus. Kebijakan stabilisasi stok dan harga udah bagus," kata Mangku dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (19/1/2024).

Terkait food estate, Mangku menyebut manfaatnya memang tidak bisa dirasakan dalam waktu dekat. Menurutnya, butuh waktu sedikitnya 3 tahun jika infrastrukturnya sudah baik, namun jika membangunnya dari awal, maka butuh waktu 5 tahun untuk dirasakan manfaatnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apapun upaya harus dilakukan kalau kita masih ingin Indonesia ini ada. Oleh karena itu, kita harus pisahkan fungsi food estate dengan pertanian rakyat. Yang satu fokus pada stok nasional atau cadangan dan satu lagi market based," kata Mangku.

Mangku juga mengusulkan pemerintah didorong untuk mengumumkan kemampuan negara soal bantuan pupuk. Dengan demikian, menurutnya kelompok tani bisa membuat perencanaan dalam beberapa tahun ke depan.

ADVERTISEMENT

"Apakah negara hanya sanggup 10%-20% atau berapapun itu, harus dijelaskan tiap tahun. Petani berapa diberi kuotanya, lalu mereka membuat perencanaan lewat Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK). Jadi konsepnya seperti pagu yang diberikan ke petani. Dan RDKK harus dibuat maju setahun, sehingga ada persiapan yang bagus dari petani dan perusahaan pupuk," ujar Mangku.

Sementara itu, untuk menjaga ketersediaan pangan jangka pendek dan untuk menahan inflasi, maka impor pangan dari luar negeri bisa menjadi solusi.

"Kalau fokusnya menjaga inflasi di sisi konsumen, maka impor adalah solusinya. Itu lebih punya efek besar dibanding mobilisasi produk pertanian di dalam negeri yang tersebar. Produsen beras yang terpisah dan persoalan logistik bisa menjadikan masalah lebih kompleks. Sehingga, impor bisa jadi solusi jangka pendek," kata Direktur Eksekutif Center of
Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal.

(dwia/dwia)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads