"Masih proses, sesuai data kami, 64 KK harus memasuki haknya. Karena keterbatasan untuk membawa perlengkapan rumah tangga kurang-lebih baru 40 KK," kata Furqon saat dihubungi, Senin (18/12/2023).
Furqon mengatakan warga terpaksa menempati Kampung Susun Bayam meski belum ada izin karena surat permohonan pertemuan untuk membahas kelanjutan polemik ini tidak digubris pihak terkait.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau mempertanyakan ada izin, pertama ya kan ini bukan satu alasan, ini darurat, kita membuat surat pertemuan dengan Pj (Gubernur DKI) sampai kita sambangi ke Balai Kota, tidak pernah digubris," ujarnya.
"Begitu juga JakPro, kita menanyakan hal surat pernyataan untuk menjalani surat kontribusi pada 1 Januari 2023 yang seharusnya warga sudah menempati di sini. Itu juga tidak ada respons, cuma hanya seperti perkataan akhir Pak Iwan sebagai Direktur Utama JakPro pada tanggal 16 Oktober di gedung DPRD. Kita undang Pj Gubernur, ASN yang berkaitan dengan harusnya bertanggung jawab ruang hidup Kampung Bayam itu tidak hadir semua, cuma Pak Iwan Takwin yang hadir," lanjutnya.
Furqon mengatakan polisi sempat mendatangi Kampung Susun Bayam.
"Yang pertama kami tidak menyadari pas tanggal 10 jam 09.30 WIB, entah itu orang..., badan pengelola JakPro, kita nggak tahu, berbondong-bondong penuh dengan keamanan. Di situlah mereka menyatakan 'kasihan banget belum ada penerangan' artinya rasa haru merekalah. Jadi kita nggak curiga juga pas tanggal 10 itu malam jam 09.30 WIB," ucapnya.
(jbr/imk)