Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah turut berpendapat terkait potongan video Ketum PAN sekaligus Menteri Perdagangan RI Zulkifli Hasan (Zulhas) soal gerakan tahiyat dalam salat yang menjadi sorotan. Pemuda Muhammadiyah menilai pernyataan Zulhas itu tidak dapat dikategorikan sebagai upaya menistakan agama.
Ketum PP Pemuda Muhammadiyah, Dzulfikar Ahmad, mengatakan kelakar Zulhas pada Rakernas Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) di Kota Semarang, Jawa Tengah, menimbulkan diskursus. Menurutnya, pernyataan Zulhas itu perlu dilihat dengan sudut pandang yang beragam sekaligus sebagai proses pendewasaan beragama dan berpolitik.
"Perlu kiranya kita melihat diskursus ini dari berbagai perspektif, jangan hanya dari satu sisi lalu disimpulkan menurut pandangan masing-masing. Tidak bisa langsung dikaitkan dengan agenda politik karena ini disampaikan pada Rakernas Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) di Kota Semarang, Jawa Tengah," kata Dzulfikar dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dzulfikar menyebut apa yang disampaikan Zulhas tersebut sepenuhnya menceritakan pengalaman yang dijumpainya dalam masyarakat, lalu diungkapkan dalam sambutannya. Menurutnya, dalam hal menyampaikan apa yang didengarnya di lapangan tidak bisa serta-merta itu dianggap pendapat atau pandangannya pribadi, apalagi dikaitkan dengan diksi delik penistaan agama.
Dia menjelaskan, untuk dapat dikatakan memenuhi delik penistaan agama, terlebih dahulu harus mengkaji dan merujuk pada ketentuan dan pengaturannya yang terdapat dalam Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sementara itu, kata dia, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (mulai berlaku efektif tahun 2026), terdapat juga beberapa pasal yang dapat menjerat pelaku penistaan agama, salah satunya diatur dalam Pasal 304.
Ada juga Pasal 1 Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama. Kemudian di Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, perlu diperhatikan dalam Lampiran SKB UU ITE bahwa perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE motifnya membangkitkan rasa kebencian dan/atau permusuhan atas dasar SARA.
"Berdasarkan seperangkat aturan apa yang disampaikan oleh Zulhas sebagai kelakar tersebut tidak lah dapat dikategorikan sebagai upaya penistaan agama karena sama sekali tidak ada motif mempengaruhi, menggerakkan masyarakat, menghasut/mengadu domba dengan tujuan menimbulkan kebencian, dan/atau permusuhan atas dasar SARA," ucap Dzulfikar.
Dzulfikar mengimbau segenap anak bangsa untuk tidak menjadikan ini sebagai polemik yang dapat berujung pada kegaduhan dan mengusik rasa persaudaraan, terlebih jika diskursus ini ditarik ke ranah politik dan pilpres.
"Kita tentu sebagai bangsa yang memiliki nilai keluhuran yang tinggi dan keadaban maka mari kita maknai ini sebagai proses pendewasaan kita dalam beragama dan berpolitik yang rahmatan lil'alamin," imbuhnya.
Simak Video 'Pernyataan Zulhas soal Gerakan Tahiyat hingga Klarifikasinya':