Merasa Uang Asuransi Tak Sesuai, Sopan Cari Keadilan ke MK

Merasa Uang Asuransi Tak Sesuai, Sopan Cari Keadilan ke MK

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 07 Des 2023 10:20 WIB
Eliadi Hulu
Eliadi Hulu (memakai kemeja putih) dan Rendi Rumapea (dok.pri)
Jakarta -

Warga Nias, Sumatera Utara (Sumut), Sopan Santun Duha menggugat Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) ke Mahkamah Konstitusi. Sopan merasa seharusnya mendapatkan uang pertanggungan dari pihak asuransi sebesar Rp 735 juta, tetapi hanya mendapat Rp 224 juta.

"Permohonan ini telah didaftarkan dan diterima oleh kepaniteraan MK," kata kuasa hukum Sopan, Eliadi Hulu, kepada wartawan, Kamis (7/12/2023.

Menurut Eliadi, Sopan sebagai ahli waris mendapatkan uang pertanggungan atas almarhum Latima Laila. Terdapat selisih yang signifikan. Sopan sudah berkali-kali mengajukan mengajukan keberatan hingga somasi, namun pihak asuransi tetap pada kebijakan sepihaknya. Menurutnya, pihak asuransi berlindung dengan Pasal 251 KUHD yang berbunyi:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal.

"Pihak asuransi menganggap bahwa terdapat ketidaksesuaian data riwayat penyakit yang disampaikan oleh almarhum atau pemegang polis pada saat pengisian formulir Surat Pengajuan Asuransi Jiwa (SPAJ) pada tahun 2013. Padahal riwayat penyakit yang dijadikan dasar atau alasan pengurangan nilai klaim uang pertanggungan tersebut terjadi pada tahun 2019, 2021, dan 2022," ucap Eliadi.

ADVERTISEMENT

Menurut kuasa hukum lainnya, Rendi Rumapea, Pasal 251 KUHD di atas memberi keleluasaan bagi setiap perusahaan asuransi untuk membatalkan atau setidak-tidaknya mengurangi nilai uang pertanggungan yang dapat diklaim oleh nasabah atau ahli waris apabila ditemukan data yang dianggap tidak sesuai.

"Bahkan pasal ini tidak mengenal apakah kesalahan berada pada pihak nasabah atau justru berada pada pihak internal perusahaan asuransi," urai Rendi Rumapea.

Menurut Eliadi-Rendi, Pasal 251 ini juga dapat dimanfaatkan sebagai celah hukum oleh perusahaan-perusahaan asuransi selain yang dijelaskan di atas.

"Misalnya, pada saat pengajuan permohonan pertanggungan, setiap asuransi memiliki SOP untuk menelusuri objek atau subjek yang akan ditanggung, bahkan diwajibkan melakukan medical check up. Tahap ini disebut underwriting. Pertanyaannya, mengapa pada saat underwriting atau penelusuran riwayat kesehatan calon tertanggung penyakit tidak ditemukan, mengapa justru baru ditemukan pada saat tertanggung atau ahli warisnya mengajukan klaim, bukankah ini semacam tricky yang memanfaatkan keberadaan Pasal 251 KUHD sehingga tindakan asuransi tersebut seolah-olah sah di mata hukum," beber keduanya.

Eliadi Hulu menambahkan, apabila dikaji dari aspek konstitusionalitasnya, Pasal 251 KUHD telah secara nyata bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 dan 28 ayat 2 UUD 1945, yakni kepastian hukum, keadilan, dan persamaan di mata hukum.

"Hal tersebut merupakan ketidakadilan yang terkandung dalam Pasal 251 KUHD. Oleh karena itu, kami meminta agar Pasal 251 KUHD dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," pungkasnya.

(asp/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads