Mau Nolong Korban Kecelakaan Lalin Malah Diperas, Saya Harus Bagaimana?

Mau Nolong Korban Kecelakaan Lalin Malah Diperas, Saya Harus Bagaimana?

Tim detikcom - detikNews
Senin, 27 Nov 2023 09:45 WIB
Gedung BPHN
Gedung BPHN (dok.bphn)
Jakarta -

Kecelakaan lalu lintas terjadi setiap hari, baik yang ringan atau yang mengakibatkan kematian. Lalu bagaimana bila ada korban yang malah memeras pelaku dan meminta sejumlah uang?

Berikut pertanyaan pembaca:

Jadi begini di tanggal 24 Januari 2023 tepatnya di jam 22:00 mobil saya mengalami slip karena ke empat ban mobil saya meletus secara bersamaan. Akhirnya mobil saya keputar di jalan. Saya waktu itu dalam kondisi sangat sadar karena saya berusaha untuk menghindari gerak mobil saya yang mutar itu berpapasan dengan itu ada 2 anak muda yang berada di depan saya. Sengetahui bahwa mobil saya mengalami trouble namun pada saat itu mereka tidak serta merta menyingkir atau mempercepat laju kendaraan mereka. Malah menonton.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alhasil saya yang sudah tidak kuat menyeimbangkan mobil saya ini akhirnya mereka tersundul oleh bemper mobil saya. Mereka mengalami luka luka, dan pastinya saya bertanggung jawab dong atas semua itu.

Pertama untuk korban yang luka sedikit parah sudah saya bawa ke klinik akhirnya si korban ini minta lagi rujukan ke RS. Katanya lehernya susah digerakkan. Meminta rongsen.

ADVERTISEMENT

Dan untuk korban yang satunya tidak ada luka sama sekali jadi hanya satu korban yang lukanya sedikit banyak di badannya akibat mereka tidak mengenakan baju saat berkendara. Akhirnya saya rujuk ke RS dengan seluruh biaya saya yang tanggung.

Saya sempat ingin melaporkan kejadian ini kepada pihak Laka Lantas tapi orang tua korban tidak menyetujui dikarenakan anak-anaknya tidak memiliki surat izin berkendara.

Di rumah sakit saudara-saudaranya si anak tadi, sebut saja Z banyak yang datang dan banyak juga yang hampir membentak saya. Si anak juga membuat cerita bahwa dia terseret mobil saya. Lalu dengan ucapan yang tegas saya menjawab:

"Pak mobil saya itu adalah mobil sedan Timor yang ceper sekali kemungkinan nih jika anak bapak masuk ke kolong mobil saya. Saya jamin malah anak bapak tidak selamat. Coba saja sampean lihat mobil saya apakah ada bekas goresan yang fatal ? Tidak ada kan? Hanya ke empat ban mobil saja kan yang pecah lalu dari segi mana anak bapak menceritakan bahwa anak bapak keseret mobil? Saya pak yang melihat secara langsung karena saya jelas jelas sadar."

Mereka pun terdiam. Untuk korban yang satunya sebut saja inisial F hanya meminta ganti rugi material motornya sebanyak Rp 5 juta dan dianggap damai. Saya berikan uang Rp 6 juta untuk saudara F ini karena memang pada saat itu saya hanya sendiri perempuan dan seterusnya.

Akhirnya yang inisial Z tadi orang tuanya berbicara lagi ke saya untuk melihat hasil rongsen. Saya liat ternyata hasilnya normal. Mungkin karena punggungnya terluka jadi susah untuk dibuat nengok.

Tapi orang tuanya kekeh untuk meminta di antar ke tukang tulang katanya. Dan meminta biaya sebesar Rp 1 juta untuk biaya ke tukang tulang. Sembari saya membayar seluruh pembiayaan rumah sakit yg tidak sedikit jumlahnya itu sekitar Rp 4,5 juta akhirnya mereka keluarga si Z maksudnya meminta saya besoknya ke rumah lagi untuk pertanggungjawaban lagi.

Oke malam itu saya belum pulang karena sedang cari derek untuk derek mobil saya dan berdiskusi dengan rekan-rekan saya kepolisian. Dan besoknya saya ke tempat si Z di sana hampir seluruh keluarganya datang.

Istilahnya tadinya mau nyerang saya tapi karena yang saya bawa adalah pihak kepolisian, pihak kepala desa beserta tukang tulang tadi mereka diam. Mereka menuntut di luar itu yang dari ini lama nanti nggak kuliah biayanya seperti apa. Hp layarnya pecah seperti apa dll.

Ternyata dari pihak kepala desa yang saya bawa tadi beliau bercerita bahwa sebelum ada kejadian ini si anak berinisial Z tadi kemaren juga mengalami kecelakaan yang sama persis. Hanya saja tidak ditanggungjawabi oleh penabrak cuma diantar sampai depan rumah saja.

Malah mbaknya ini yang bertanggungjawab penuh malah mau dimanfaatkan. Akhirnya mereka penotalan karena tidak mau ribet mereka minta dana Rp 3,5 juta damai karena kebetulan di situ saya membawa Rp 4 juta saya berikan semuanya.

Mereka tersenyum bahagia di balik sengsaranya putranya. Lalu kami anggap semuanya selesai.

Eh satu hari setelah itu ibunya spam telfon saya, bila leher anaknya masih sakit uangnya sudah habis. Minta uang lagi ke saya.

Terus saya harus bagaimana??
Sampai di hari ini mereka meneror saya katanya saya tidak bertanggung jawab yang minta Rp 10 juta, Rp 7 juta dan Rp 3 juta.

Bagaimana konsultasinya pak?

Lia

Lihat juga Video: Ditabrak Mobil Satpol PP, Pemotor Tewas Terjatuh dari Flyover di Jakut

[Gambas:Video 20detik]



Saksikan juga SOSOK pilihan minggu ini: Kisah Abah Didin, 'Pendaur Ulang' Stigma Anak Jalanan

[Gambas:Video 20detik]




Pembaca lainnya bisa menanyakan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Pembaca juga bisa melakukan konsultasi online ke BPHN di https://lsc.bphn.go.id/konsultasi.

Nah untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta jawaban dari Penyuluh Hukum Ahli Muda Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Kartika Belina, S.I.Kom. Berikut jawabannya:

Terimakasih atas pertanyaan yang Saudara ajukan dan berikut beberapa sisi hukum yang dapat kami sampaikan:

PEMERASAN

Kaitannya dengan adanya pengancaman dan pemerasan yang dilakukan kepada Anda, akan kita bahas di bawah ini:

Pemerasan diartikan KBBI sebagai tindakan mengambil sebanyak-banyaknya dari orang lain atau meminta uang dan sebagainya dengan ancaman.

Pasal pemerasan kerap kali disamakan dengan pengancaman. Namun, meski keduanya terlihat serupa, pasal pemerasan dan pengancaman ini berbeda. Adapun persamaan pemerasan dan pengancaman adalah sebagai berikut;

1. Perbuatan materiilnya berupa tindakan memaksa.
2. Perbuatan memaksa ditujukan pada orang tertentu.
3. Tujuannya agar orang lain memberikan benda, utang, atau menghapus piutang.
4. Unsur kesalahannya menguntungkan diri atau orang lain dengan tindakan melawan hukum.

Kemudian, perbedaan pemerasan dan pengancaman ada pada cara dan pidananya. Pada pemerasan, caranya menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan. Lalu, pada pengancaman, caranya menggunakan ancaman pencemaran nama baik dan akan membuka rahasia.

Pada pengancaman, pidana penjaranya maksimum 4 tahun dan tidak memungkinkan untuk diperberat sedangkan pasal pemerasan diancam pidana maksimum 9 bulan dan ada kemungkinan diperberat.

Pasal pengancaman diatur dalam Pasal 369 KUHP yang menerangkan bahwa barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

Sementara itu, dalam KUHP Baru diatur dalam Pasal 483 UU 1/2023 yang menerangkan bahwa:

Dipidana karena pengancaman dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV (Rp 200 juta), setiap orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:

1. memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau

2. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.

Dalam Kasus Saudara diancam untuk membayar sejumlah uang. Sedangkan sebagai informasi jika pemerasan dalam KUHP Baru diatur dalam Pasal 482 UU 1/2023, yang menerangkan bahwa dipidana karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, yakni setiap orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk:

1. memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau

2. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.

Mengacu Pasal 368 KUHP, perbuatan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, kemudian meminta ganti rugi dengan cara yang memaksa berarti meminta sesuatu yang bukan haknya dengan cara melanggar hukum.

Dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum karena adanya unsur memaksa dan dengan upaya kekerasan atau ancaman kekerasan dari pelaku untuk meminta menyerahkan uang yang mana sesungguhnya uang itu bukan hak pelaku.

Arti "pemerasan" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata "peras" adalah perihal, cara, perbuatan memeras. Pemerasan atau afpersing dalam Pasal 368 KUHP diatur dengan bunyi sebagai berikut:

" Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain; atau supaya memberi hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Rumusan Pasal 368 ayat (1) KUHP terdiri dari unsur objektif dan unsur subjektif, yang akan kami jelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Unsur-unsur objektif terdiri dari:
1.a. Perbuatan memaksa (dwingen).

Undang-undang tidak menjelaskan perihal definisi dari memaksa. Perbuatan memaksa adalah berupa perbuatan (secara aktif dan dalam hal ini menggunakan cara kekerasan atau ancaman kekerasan) yang sifatnya menekan kehendak atau keinginan pada korban, agar korban itu melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak korban itu sendiri. Dalam hal ini, sebagai akibat pemaksaan, korban memiliki rasa cemas dan takut sehingga dari kondisi tersebut korban akhirnya menuruti kehendak pelaku. Pemenuhan kehendak pada bentuk pemerasan ini berbeda dengan pemenuhan kehendak pada bentuk penipuan. Jika pemenuhan kehendak pada pemerasan dilakukan dengan paksaan, pemenuhan kehendak pada penipuan dilakukan secara sukarela tanpa ada rasa keberatan atau tertekan.

1.b. Pemaksaan terhadap seseorang.

Bahwa perbuatan memaksa itu ditujukan pada seseorang untuk menyerahkan barang, menghapuskan piutang atau memberikan utang. Dalam hal ini tidak selalu orang yang menerima paksaan adalah orang yang sama dengan orang yang memberikan utang, menyerahkan benda atau menghapuskan piutang.

1.c. Upaya memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU 5/2018, kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya bagi badan, nyawa, dan kemerdekaan orang, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya. Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU 5/2018, ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan maupun tanpa menggunakan sarana dalam bentuk elektronik atau nonelektronik yang dapat menimbulkan rasa takut terhadap orang atau masyarakat secara luas atau mengekang kebebasan hakiki seseorang atau masyarakat. Dengan tujuan agar orang menyerahkan benda, memberikan utang, menghapuskan piutang

1.d. Tujuan memaksa harus ditujukan pada ketiga alasan tersebut.

Pelaku secara sengaja dan sadar untuk mencapai maksud menguntungkan diri sendiri maupun diri orang lain untuk menyerahkan benda, memberikan utang, atau menghapuskan piutang.

2. Unsur-unsur subjektif yaitu, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum. Pelaku sebelum melakukan perbuatan memaksa dalam dirinya telah ada suatu kesadaran bahwa maksud menguntungkan bagi diri sendiri atau orang lain dengan memaksa seseorang adalah hal yang bertentangan dengan hukum. Menguntungkan diri adalah maksud pelaku dan tidak harus telah terwujud. Tetap dinyatakan bersalah melakukan pemerasan ketika ternyata bahwa barang yang diminta dengan kekerasan tersebut merupakan barang milik pelaku, namun pelaku tidak mengetahui kondisi tersebut saat melakukan pemerasan.

Unsur Tindak Pidana Pemerasan yang Diperberat

Sementara itu, untuk Pasal 368 ayat (2) KUHP, merupakan bentuk pemerasan yang diperberat. Bentuk-bentuk pemerasan yang diperberat adalah:

1. Pemerasan yang diancam dengan pidana penjara maksimum 12 tahun apabila memenuhi unsur: Baik unsur objektif dan subjektif pemerasan sesuai yang tercantum pada bentuk pokoknya sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, ditambah salah satu dari unsur-unsur khusus yang bersifat alternatif:

2. Jika perbuatan dilakukan di malam hari dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.

3. Dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.

4. Cara masuk ke tempat melakukan pemerasan dengan jalan merusak atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

5. Jika perbuatan mengakibatkan luka berat. Bentuk pemerasan yang diancam 15 tahun penjara apabila mengakibatkan kematian. Bentuk pemerasan yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yaitu:

1. Dilakukan di malam hari dalam sebuah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; dan

2. Cara masuk ke tempat melakukan pemerasan dengan jalan merusak atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

KESIMPULAN

Terkait dengan unsur-unsur yang telah disebutkan sebelumnya, menurut hemat kami, dengan adanya unsur memaksa, upaya kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan tujuan yaitu menyerahkan uang untuk ganti rugi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri, maka perbuatan dari korban yang memang telah diberikan pertanggungjawaban untuk mengganti biaya kerugian korban dengan adanya bukti telah berobat ke rumah sakit, telah diganti kerusakan kendaraan korban , namun masih meminta terus - menerus uang ganti rugi telah memenuhi unsur bentuk kejahatan pemerasan pada Pasal 368 ayat (1) KUHP.

Demikian jawaban dan penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.

Kartika Belina, S.I.Kom.

Penyuluh Hukum Ahli Muda Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham

Saksikan juga SOSOK pilihan minggu ini: Kisah Abah Didin, 'Pendaur Ulang' Stigma Anak Jalanan

[Gambas:Video 20detik]





Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

detik's advocate

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

Halaman 2 dari 3
(asp/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads