Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Pj Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Gita Ariandi. KPK memeriksa Lalu Gita untuk mendalami penerbitan izin perusahaan yang mengikuti lelang di Pemkot Bima.
"Lalu Gita Ariandi (Pj. Gubernur Nusa Tenggara Barat), saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait penerbitan izin dari salah satu perusahaan yang mengikuti lelang pengadaan barang dan jasa di Pemkot Bima," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (22/11/2023).
Ali mengatakan Lalu Gita diperiksa dengan status sebagai saksi. Adapun terkait penerbitan izin tersebut disetujui oleh Lalu Gita, yang saat itu menjabat Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi NTB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penerbitan izin tersebut disetujui saksi dalam jabatannya saat itu sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi NTB," ujar Ali.
Seperti diketahui, Lalu Gita Ariadi diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi mantan Wali Kota Bima M Lutfi pada Senin (21/11). Gita mengaku dicecar dengan 15 pertanyaan oleh penyidik KPK.
"Alhamdulillah sudah memenuhi kewajiban sebagai saksi ya, atas kasus yang menimpa Bapak Mantan Wali Kota Bima. Alhamdulillah tadi selama kurang lebih 2,5 jam tambah waktu salat dan lain sebagainya, kira-kira 15 pertanyaan, termasuk situasi kondisi tugas pokok fungsi plus hubungan saya dengan Pak Lutfi, kenal apa tidak, dan lain sebagainya," kata Gita kepada wartawan di gedung KPK.
Gita mengatakan ada delapan pertanyaan yang diajukan penyidik berkaitan langsung dengan dugaan korupsi yang dilakukan Lutfi. Dia mengatakan KPK menggali keterangannya terkait izin salah satu perusahaan.
"Delapan kira-kira pertanyaan terkait langsung dengan substansi, bagaimana proses penerbitan izin dari izin usaha pertambangan operasi khusus PT Tukad Mas," ujarnya.
Kasus Dugaan Korupsi Eks Walkot Bima
Adapun KPK telah mengumumkan Muhammad Lutfi (MLI) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi. Korupsi yang dilakukan Lutfi turut melibatkan keluarga inti.
"Sekitar tahun 2019, MLI bersama dengan salah satu keluarga intinya mulai mengendalikan proyek-proyek yang akan dikerjakan oleh Pemerintah Kota Bima," kata Ketua KPK Firli Bahuri di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/10).
Lutfi menjabat Wali Kota Bima sejak 2018 hingga 2023. Keterlibatan Lutfi dalam kasus ini berawal saat dia diduga meminta dokumen sejumlah proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima.
Lutfi diduga menentukan para kontraktor yang siap dimenangkan secara sepihak. Proses pemenangan itu diduga tidak melalui prosedur hukum yang sah. Firli mengatakan upaya pengkondisian yang dilakukan oleh Lutfi diduga turut diwarnai adanya uang setoran. Dia diduga menerima setoran dari para kontraktor hingga mencapai miliaran rupiah.
"MLI menerima setoran uang dari para kontraktor yang dimenangkan dengan jumlah mencapai Rp 8,6 miliar," katanya.
"Ditemukan pula adanya penerimaan gratifikasi oleh MLI di antaranya dalam bentuk uang dari pihak-pihak lainnya dan tim penyidik terus melakukan pendalaman lebih lanjut," sambungnya.
Muhammad Lutfi dijerat dengan Pasal 12 huruf i dan/atau Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Lutfi kini menjalani penahanan 20 hari pertama di Rutan KPK.