Para pemohon mendalilkan, bagi kepala daerah yang telah habis masa jabatannya, maka pemerintah akan menunjuk penjabat kepala daerah dalam rentang waktu tertentu untuk mengisi kekosongan kepala daerah.
Menurut pemohon, pengisian penjabat adalah sesuatu yang sah dilakukan di dalam penyelenggaraan pemerintahan, tetapi pemohon meminta agar ada kepastian hukum terkait masa jabatan kepala daerah yang belum habis 5 tahun terhitung sejak pelantikan, dan belum melewati bulan November 2024 sebagai jadwal Pilkada serentak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal akhir masa jabatan para pemohon sama sekali tidak mengganggu jadwal pemungutan suara serentak nasional yang diselenggarakan bulan November 2024 mendatang," katanya.
Oleh karenanya, Donald Faris menilai jika dicermati ada 'kekosongan norma' antara Pasal 201 ayat (4) dan ayat (5) UU Pilkada, yang belum mengatur tentang akhir masa jabatan kepala daerah yang dipilih pada tahun 2018, namun baru dilantik di tahun 2019.
Berikut ini bunyi petitum pemohon:
Dalam Provisi:
1. Mengabulkan permohonan Provisi para pemohon untuk seluruhnya;
2. Menjadikan Permohonan a quo yang dimohonkan oleh para pemohon sebagai prioritas pemeriksaan di Mahkamah untuk
memberikan perlindungan hak konstitusional Pemohon dan meminimalisir kerugian konstitusional para pemohon akan terjadi;
3. Memerintah Pemerintah dan/atau Kementerian Dalam Negeri untuk menunda pemberhentian para pemohon pada akhir Tahun 2023 dan menunda Pengusulan, Pembahasan dan Pelantikan Penjabat terhadap daerah yang dipimpin oleh para pemohon sampai Mahkamah menjatuhkan Putusan;
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan ketentuan di dalam Pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 "Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023" bertentangan dengan ketentuan di dalam UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang dilantik tahun 2019 memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati pemungutan suara serentak nasional tahun 2024";
3. Memerintahkan Putusan Mahkamah Konstitusi ini untuk dimuat dalam berita negara.
Sementara itu menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Saldi Isra memberi masukan terkait gugatan terkait masa jabatan kepala daerah yang diajukan para pemohon. Ia meminta agar para pemohon menguraikan lagi dasar hukum yang lebih kuat dibandingkan gugatan sebelumnya terkait masa jabatan kepala daerah yang telah ditolak.
"Yang lain lain sih sebetulnya tidak ada ya kalau mau dilakukan penajaman cuma berkait dengan soal bahwa masa jabatan seseorang itu kan dihitung dari pelantikan. Oleh karena itu coba dibaca lagi putusan yang terakhir itu yang sebetulnya memiliki kemiripan dengan apa yang di kemukakan di sini, tapi kan mahkamah menolak permohonannya," kata Saldi Isra.
"Kalau Anda ingin ditolak juga ya ndak tahu kita ini, tapi kalu ingin mengubah itu, tolong kami dicarikan dasar hukum atau dasar pemikiran yang jauh lebih kuat sehingga kalau diadu dengan putusan sebelumnya itu yang Saudara sampaikan ke kami itu bisa mengalahkannya. Nah itu yang belum kelihatan di permohonan ini," ujar Saldi Isra.
(yld/dhn)