Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri KTT OKI di Riyadh, Arab Saudi. Salah satu hasil KTT OKI tersebut adalah permintaan gencatan senjata Israel di Gaza, Palestina.
"Saya baru saja menghadiri KTT Luar Biasa OKI Organisasi Kerjasama Islam di Riyadh Arab Saudi yang diselenggarakan secara khusus untuk membahas kondisi di Palestina," kata Jokowi dalam keterangan pers yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, Senin (13/11/2023).
Jokowi mendorong agar gencatan senjata segera dilakukan untuk mencegah korban berjatuhan kembali. Ia meminta akses bantuan kemanusiaan juga harus dibuka.
"Gencatan senjata harus segera diwujudkan, bantuan kemanusiaan harus dipercepat dan diperbanyak, perundingan damai harus segera dimulai," katanya.
Lalu, apa itu KTT OKI yang dihadiri Jokowi dan beberapa pejabat luar negeri? Simak informasinya yang telah dirangkum detikcom.
Apa itu KTT OKI?
Dilansir situs Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI), Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) adalah pertemuan antara kepala pemerintahan atau kepala negara Islam. OKI beranggotakan 57 negara Islam atau berpenduduk mayoritas muslim di kawasan Asia dan Afrika.
Tujuan OKI
OKI adalah organisasi internasional dengan anggota negara-negara Islam. Adapun pembentukan OKI bertujuan untuk:
- Meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota, Mengoordinasikan kerja sama antar-negara anggota
- Mendukung perdamaian dan keamanan internasional
- Melindungi tempat-tempat suci Islam dan membantu perjuangan rakyat Palestina.
Sejarah Pembentukan OKI
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dibentuk setelah para pemimpin sejumlah negara Islam mengadakan Konferensi di Rabat, Maroko, pada tanggal 22-25 September 1969. Hasilnya disepakati Deklarasi Rabat yang menegaskan keyakinan atas agama Islam, penghormatan pada Piagam PBB, dan hak asasi manusia.
Pembentukan OKI didorong oleh keprihatinan negara-negara Islam atas berbagai masalah yang dihadapi umat Islam, khususnya setelah pembakaran sebagian Masjid Suci Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969.
Sebagai organisasi internasional yang awalnya lebih banyak menekankan pada masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam perkembangannya, OKI menjadi suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerja sama di berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan antar negara-negara muslim.
Untuk menjawab berbagai tantangan yang mengemuka, negara-negara anggota OKI memandang betapa penting terlaksananya Reformasi OKI berikut penataan kembali prioritas organisasi di masa mendatang.
Sejalan dengan keinginan tersebut, OKI mengesahkan OIC-2025 Programme of Action pada tahun 2016. Dokumen tersebut berisi program prioritas OKI beserta prinsip dan tujuan-tujuan utama. Sejumlah isu yang masuk menjadi prioritas antara lain Palestina, kontra-terorisme dan Islamofobia, perdamaian dan keamanan, pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, serta sains, teknologi, dan inovasi.
Dalam mencapai prioritas-prioritasnya, OKI mendasarkan diri pada sejumlah prinsip, seperti solidaritas Islam, kemitraan, dan kerja sama; good governance; serta koordinasi yang efektif dan sinergi.
OKI memiliki beberapa badan subsider, di antaranya
- Statistical, Economic, Social Research and Training Center for Islamic Countries (SESRIC);
- Islamic University of Technology;
- International Islamic Fiqh Academy;
- Islamic Educational, Scientific, and Cultural Organization;
- Islamic Organization for Food Security.
Baca di halaman selanjutnya soal peran Indonesia sebagai salah satu anggota OKI.
(kny/imk)