Tentang Bataha Santiago, Raja dari Sangihe Sulut yang Jadi Pahlawan Nasional

Tentang Bataha Santiago, Raja dari Sangihe Sulut yang Jadi Pahlawan Nasional

Kanya Anindita Mutiarasari - detikNews
Kamis, 09 Nov 2023 13:30 WIB
Bataha Santiago
Bataha Santiago (Foto: Situs Diskominfo Provinsi Sulut)
Jakarta -

Bataha Santiago mendapat gelar pahlawan nasional. Ia adalah Raja dari Sangihe, Sulawesi Utara yang gugur saat berperang melawan penjajah Belanda.

Penetapan Bataha Santiago sebagai pahlawan nasional dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 115-TK-TH-2023 tanggal 6 November 2023. Lalu, siapa sosok Bataha Santiago? Ini informasinya.

Profil Bataha Santiago

Dikutip dari situs Kebudayaan Kemdikbud, Bataha Santiago adalah Raja Manganitu yang memerintah pada tahun 1670 sampai 1675. Bataha Santiago merupakan raja ketiga Manganitu yang wilayahnya kini berada di Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut situs Diskominfo Provinsi Sulut, Bataha Santiago adalah sosok yang memiliki jiwa dan sikap gotong-royong yang kuat. Bataha Santiago juga dikenal dengan pendirian teguhnya, di mana seluruh kegiatan rakyat harus dikerjakan bersama-sama. Gagasannya ini dikenal dengan sebutan 'Banala Pesasumbalaeng'.

Bataha Santiago juga bercita-cita untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan di wilayah Kepulauan Sangihe-Talaud serta mempertahankan diri dari penjajahan yang dilakukan oleh Belanda. Sikap dan prinsip yang kuat dan teguh membuatnya berani mati dalam membela keutuhan nusa dan bangsa.

ADVERTISEMENT

Semboyan Bataha Santiago yang terkenal yaitu 'Nusa kumbahang katumpaeng', yang berarti "Tanah air kita tidak boleh dimasuki dan dikuasai musuh".

Bataha Santiago: Menolak Perjanjian dengan Belanda

Pada tahun 1675, datanglah Gubernur Belanda bernama Robertus Padtbrugge yang berkedudukan di Maluku. Ia datang untuk mengadakan perjanjian persahabatan dengan Raja Santiago. Namun, ajakan itu ditolak oleh Bataha Santiago.

Selain itu, Bataha Santiago juga menolak meneken kerja sama dengan VOC. Beberapa kali Santiago dibujuk untuk menandatangani Lange Contract (Pelakat Panjang), tetapi karena kecintaannya terhadap Tanah Air, Santiago menolak. Prinsipnya tetap sama, ia lebih memilih tiang gantungan daripada tunduk pada Belanda.

Akibatnya, Bataha Santiago bersama para pengikutnya terlibat dalam peperangan yang berlangsung selama empat bulan melawan VOC. Namun, kekuatan persenjataan yang tidak seimbang serta siasat licik Belanda membuat Santiago ditangkap dan dihukum mati pada tahun 1675 di Tanjung Tahuna.

Makam Bataha Santiago

Makam Bataha Santiago terletak di Desa Karatung I, Kecamatan Manganitu, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara. Makam tersebut berbentuk segi empat yang dilapisi tegel putih dengan ukuran 2,5 x 3,25 meter.

Pada bagian atas makam terdapat salip, sedangkan bagian tengah terdapat prasasti yang bertuliskan riwayat hidup beliau dan semboyan beliau yang berbunyi 'Biar saya mati digantung tidak mau tunduk kepada Belanda'.

Makam Bataha Santiago sudah mengalami pemugaran dua kali. Pertama, direnovasi oleh pemda dan diresmikan pada 17 Agustus 1975. Kemudian, pemugaran kedua dilakukan oleh Komandan Korem 131/ Santiago pada tanggal 10 November 1993.

Saat ini, nama Bataha Santiago diangkat menjadi nama Komando Resor Militer (Korem) 131/Santiago Provinsi Sulawesi Utara, yang terletak di Jl. Sam Ratulangi No.33, Kelurahan Wenang Utara, Kecamatan Wenang, Kota Manado.

(kny/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads