Di Seminar STIK, Kabaharkam Bicara 'Benteng Takeshi' dalam Penanganan Demo

Di Seminar STIK, Kabaharkam Bicara 'Benteng Takeshi' dalam Penanganan Demo

Kurniawan Fadilah - detikNews
Kamis, 09 Nov 2023 08:48 WIB
Kabaharkam Polri Komjen Fadil Imran
Foto: Kabaharkam Polri Komjen Fadil Imran (YouTube STIK Lemdiklat Polri)
Jakarta -

Kabaharkam Polri Komjen Fadil Imran bicara pentingnya peran Bhabinkamtibmas di tengah lingkungan masyarakat. Bhabinkamtibmas menjadi kunci dalam mencegah terjadinya konflik di masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Fadil Imran saat menjadi narasumber dalam seminar bertajuk 'Polri dalam Pusaran Konflik-Penanganan Konflik Sosial oleh Polri yang Berkeadilan' di Auditorium STIK Lemdiklat Polri, Rabu 8 November 2023. Seminar ini juga dihadiri Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, Dekan FISIP UI Semiarto, Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid dan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu.

Menurut jenderal bintang tiga ini, ada 3 strategi yang harus dilakukan oleh Polri dalam menangani konflik, yakni dengan menggunakan community base policing, community mobilization, dan community partnership. Salah satu contoh community base policing yang dilakukan polisi adalah ketika dalam menangani Covid-19 pada 2019.

"Jadi perilaku kepolisian itu ada waktu Covid-2019, polisi datang kasih beras, polisi datang beri obat, bagi-bagi sembako dari masyarakat lain yang kemudian jadi penjuru dari itu dan ketika itu 80 persen tingkat kepercayaan terhadap Polri," kata Fadil Imran.

Ke depan, lanjut Fadil Imran, polisi harus menguatkan fungsi sebagai pemelihara kamtibmas agar dekat dengan masyarakat. Oleh karena itu, Fadil menilai peran Bhabinkamtibmas sangat penting dalam upaya pencegahan terjadinya konflik di tengah masyarakat.

"Karena survei terakhir Litbang Kompas ketika Polri mulai reborn ternyata 73,9 persen dibandingkan penegakan hukum itu jauh di bawah. Dan yang mendapat Hoegeng Award itu rata-rata Bhabin dan Sabhara, bukan reserse. Bukan saya menganggap reserse tidak penting, jadi pendekatan-pendekatan penyelesaian konflik melalui community base policing itu menjadi luar biasa dan Bhabinkamtibmas menjadi kuncinya," jelas Fadil.

Mantan Kapolda Metro Jaya ini menyampaikan pemimpin di kepolisian baik itu di tingkat polda, polres maupun polsek harus memiliki perspektif mengenai konflik. Secara sosiologis, menurutnya, konflik ini tercipta karena adanya dua pihak yakni orang yang memiliki kuasa (powerful) dan mereka yang tidak punya kuasa (powerless).

"Powerful and powerless. Dalam konteks Rempang, Seruyang, Papua, misalnya, potret Papua yang asli itu seperti apa sih, apakah murni karena ada tuntutan merdeka itu harus kita dalami. Yang terjadi adalah bagaimana civilization proses di sana tidak berjalan dengan baik, orang yang tinggal di hutan pasti akan menyesuaikan cara hidupnya dengan lingkungannya," tuturnya.

"Oleh sebab itu, polisi harus menjadi lembaga yang menegakkan proses sivilisasi. Itu misalnya yang unik di Papua, bagaimana mendagri membangun DOB, membangun jalan, orang-orang di atas gunung kemudian diturunkan ke kota, lalu diajari bertani, diajari kesehatan dan sebagainya. Dan polisi harus terlibat di dalam itu," katanya.

Penanganan Konflik

Fadil Imran mengatakan, sejatinya polisi tidak memiliki kepentingan dalam sebuah konflik. Oleh sebab itu, polisi diharapkan tidak terlibat secara emosional manakala berada di tengah situasi konflik.

Ia kemudian mencontohkan dalam penanganan unjuk rasa ketika dirinya menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya. Fadil membarikade Jalan Medan Merdeka Barat bukan untuk membatasi aspirasi publik, tetapi untuk meminimalisir benturan antara petugas kepolisian dengan pendemo.

"Makanya saya ubah tuh Bang Usman Hamid, di Patung Kuda sekarang tidak ada lagi polisi yang berhadapan di zaman saya kapolda. Saya kasih mereka istilah 'benteng Takeshi', jadi saya pasangi beton aja. Karena sejatinya emotional is feel of crowed, jadi jangan polisi dihadap-hadapkan," katanya.

"Jadi ketika polisi berhadapan langsung dengan masyarakat yang memiliki kepentingan dan menyampaikan pendapat, polisi jangan terlibat, karena emotional is the feel of crowed, nah saya pasang benteng itu (barikade beton), tidak ada maksud menghalangi menyampaikan pendapat, tapi agar tidak terjadi tindakan represif dan tidak ada yang merasa dirugikan," katanya.

Fadil Imran menyampaikan kehadiran polisi di tengah konflik semata-mata karena tuntutan tugas. Undang-undang menyatakan polisi harus menjadi penegak hukum, penjaga keamanan, mencegah terjadinya kejahatan, melindungi hak-hak dan kebebasan sipil, dan menyediakan layanan-layanan bagi warga masyarakat.

Prinsip Penjahit

Filosofi kehadiran polisi itu sendiri adalah untuk melayani dan melindungi masyarakat. Oleh sebab itu, polisi harus mengurangi kekuasaan paksaan (coersive power).

"Anda tahu, satu-satunya tindakan coersive yang saya lakukan mengeluarkan gas air mata ketika saya menjadi kapolda metro jaya adalah ketika menyelamatkan yang seorang namanya Ade Armando. Tidak pernah ada demo yang saya gunakan gas air mata, karena saya prinsipnya adalah tailor man, semua harus diukur," katanya.

"Tidak ada satu manusia memiliki ukuran baju yang sama saudara-saudara, selera warna yang sama, oleh karena itu ketika massa datang kita harus (jadi) tailor man, kita harus memberlakukan benteng Takeshi kemudian tailor man, belajar anatomi seperti apa, buruh seperti apa, mahasiswa seperti apa, pendukung salah satu kontestan seperti apa sehingga kita tepat, tailor man. Selalu (prinsip) tailor man dan selalu hak asasi manusia dengan tidak menghadap-hadapkan anggota," jelasnya lagi.

Fadil mengatakan penindakan coersive harus mulai dikurangi. Upaya paksa hanya bisa dilakukan dalam situasi yang situasional, seperti membahayakan diri dan atau orang lain, menimbulkan kerusakan terhadap fasilitas dan kepentingan umum dan membahayakan dan mengancam keselamatan petugas.

"Seperti saya yang lemparkan gas air mata depan DPR itu, sebab kalau tidak Pak Ade Armando mungkin sudah tidak hidup, mungkin, dan luka berat kan. Malah kalau kita membiarkan orang dalam kondisi yang nyawanya terancam baru kita bisa melakukan itu," katanya.

Akan tetapi, lanjut Fadil, upaya paksa tersebut sebaiknya dilakukan secara terukur dan dengan tetap mengikuti prosedur dan peraturan. Termasuk, dalam penggunaan senjata yang tidak mematikan.

"Syaratnya adalah kita harus patuhi prosedur dan aturan yang ada, tidak berlebihan dalam menggunakan kekuatan paksa, penggunaan non-lethal weapon senjata yang tidak mematikan, tidak menimbulkan perlukaan yang fatal. ya memang itulah nasib kita sebagai polisi. Sehingga setelah itu penangkapan bisa dilakukan setelah situasi konflik sosial dapat dikendalikan," pungkasnya.

(mea/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads