95 Tahun lalu, Sumpah Pemuda dikumandangkan. Memperingati momen bersejarah tersebut, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mengingatkan publik akan bahaya nepotisme bagi anak-anak muda masa kini.
Melalui siaran pers tertulis GMNI yang diterima detikcom, Senin (30/10/2023), kelompok mahasiswa ini menafsirkan Sumpah Pemuda lahir berdasarkan asas kesetaraan dan keterbukaan (inklusivitas), bukan asas nepotisme. Terbukti, unsur-unsur anak muda pada deklarasi 1928 itu terdiri dari beragam suku, ras, agama, dan kelas sosial.
Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino, menilai ancaman pemuda hari ini adalah nepotisme yang semakin merebak di segala bidang kehidupan. Menurut Arjuna, nepotisme menghambat potensi anak muda untuk berkembang, melahirkan kompetisi yang tidak sehat dan menciptakan perlakuan yang tidak adil yang bisa merusak performa kinerja negara dalam jangka panjang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nepotisme adalah ancaman kita hari ini. Menghambat potensi anak bangsa untuk maju dan berkembang. Nepotisme menciptakan kondisi yang tidak adil dan tidak setara. Sangat bertentangan dengan spirit Sumpah Pemuda," tulis Arjuna.
![]() |
Dia menjelaskan, nepotisme itu pada hakikatnya adalah mendahulukan dan membukakan peluang bagi keluarga atau kerabat untuk mendapatkan fasilitas dan kedudukan pada posisi yang berkaitan dengan jabatan publik, tanpa mengindahkan peraturan dan etika publik yang berlaku, sehingga menutup peluang bagi orang lain.
Nepotisme menghasilkan keputusan yang tidak berimbang, perlakukan tidak adil dan merusak kinerja institusi negara dalam jangka panjang. Penelitian terbaru yang dibaca GMNI menunjukkan bahwa nepotisme menyebabkan kehilangan motivasi, kepercayaan diri, keterasingan, menyingkirkan warga negara yang memiliki keterampilan yang tinggi, dan membatasi persaingan, dan menghambat inovasi.
"Nepotisme menutup peluang anak muda yang memiliki kompetensi dan karya inovasi untuk meraih mimpi dan membangun masa depannya. Semua ini dikalahkan oleh hubungan kekerabatan yang sempit yang hanya menguntungkan anggota keluarganya," tambah Arjuna.
Nepotisme yang akut dapat menciptakan dinasti politik dan kroniisme. Dampak nepotisme dapat melemahkan fondasi organisasi yang pada akhirnya akan berdampak pada pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Maka nepotisme menciptakan ketidaksetaraan dan diskriminasi semakin meluas yang akan merongrong pembangunan ekonomi.
"Jika dalam kandidasi kepemimpinan nasional masih kental praktik mengistimewakan orang tertentu, yang didasarkan pada preferensi pribadi atas ikatan darah dan hubungan kekeluargaan, akibatnya persaingan dalam kontestasi politik biasanya hanyalah suguhan drama yang sudah didesain oleh sejumlah elite untuk mengamankan jaringan politik dan bisnis mereka," jelas Arjuna.
Dia menyerukan bagi semua anak muda untuk melawan nepotisme. "Nepotisme mengubur masa depan dan mimpi anak bangsa. Membawa Indonesia masuk ke dalam masa kegelapan. Nepotisme adalah residu pemerintahan patrimonial zaman baheula yang harus dilawan!" tutup Arjuna.
(dnu/dnu)