Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum GMNI mengatakan keputusan itu cacat hukum.
"GMNI menilai putusan MK tentang perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yang membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum adalah cacat hukum. Karena syarat seseorang menjadi capres dan cawapres bukan isu konstitusional," ucap Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino dalam keterangan tertulis, Selasa (18/10/2023).
Arjuna menyebut aturan soal capres dan cawapres adalah kewenangan DPR RI dan Pemerintah. "Sehingga bukan kewenangan MK, tapi kewenangan pembentuk undang-undang yaitu DPR dan Pemerintah," imbuh dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia lalu mengatakan tak ada alasan yang kuat untuk MK membuat keputusan capres-cawapres dengan pengalaman sebagai kepala daerah bisa maju Pilpres. Menurut Arjuna putusan ini justru menimbulkan ketidakpastian hukum
"GMNI menilai putusan MK yang mengabulkan syarat menjadi capres-cawapres dengan pengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota tidak memiliki alasan putusan atau ratio decidendi yang kuat. Kenapa yang boleh dibawah 40 tahun hanya mereka yang berpengalaman sebagai kepala daerah? Bagaimana dengan yang tidak memiliki pengalaman?" kata Arjuna.
"Hak konstitusionalnya hilang atau bagaimana? Disini justru menimbulkan ketidakpastian hukum. Alasan awalnya untuk meningkatkan partisipasi warga yang berusia di bawah 40 tahun namun ini justru berpotensi menghilangkan hak konstitusional seseorang," sambung dia.
Arjuna lalu mengingatkan soal sistem pemerintahan Indonesia yang berlandaskan trias politica, Karena itu, lanjut Arjuna, MK tak bisa mengambil kewenangan sebagai pembuat undang-undang.
"GMNI menilai putusan MK bisa mengacaukan sistem tata negara kita yang berlandaskan pada trias politica. MK sebagai rumpun kekuasaan yudikatif tidak boleh mengambil kewenangan pembuat UU yakni eksekutif dan legislatif. Jika melampaui maka terjadi abuse of power," jelas dia.
Terakhir, GMNI mengatakan sepakat setiap orang memiliki kesempatan menjadi capres dan cawapres. Namun, sambungnya, cara-cara merubah aturan harus sesuai aturan yang ada.
"GMNI setuju bahwa setiap orang diberi kesempatan yang sama untuk menjadi capres dan cawapres, namun pemberian kesempatan itu harus ditempuh dengan cara atau jalan yang baik, tidak menabrak sistem ketatanegaraan kita. Tidak mengacaukan sistem tata negara kita, tidak melanggar etika dan tidak abuse of power," pungkas Arjuna.
MK sebelumnya mengabulkan uji materi soal batas usia capres-cawapres yang diajukan Almas. MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (16/10).