Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menyoroti dampak konflik antara Hamas dan Israel tidak hanya mencakup aspek kemanusiaan, tetapi juga perekonomian global. Percepatan usaha mencapai perdamaian keduanya, harus menempatkan perdamaian dunia untuk mendukung pemulihan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan manusia.
"Perang Hamas-Israel selain menimbulkan persoalan kemanusiaan juga berdampak pada relasi antarnegara dan perekonomian global," kata Lestari Moerdijat dalam keterangannya, Rabu (18/10/2023).
Dalam diskusi daring bertema 'Dampak Global Perang Hamas-Israel' yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, menurut Lestari, perang dalam bentuk apapun tidak dibenarkan. Selain merugikan kedua belah pihak, perang juga memberikan dampak signifikan pada perkembangan dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Rerie, panggilan akrab Lestari, konflik di Timur Tengah memberikan dampak ketakutan global, terutama karena wilayah ini merupakan penyedia sumber daya energi dan jalur pelayaran utama di global.
Rerie mengakui perekonomian dan upaya pemulihan ekonomi adalah salah satu kerentanan utama dalam konteks global pascapandemi. Selain itu, perekonomian dunia masih belum pulih dari inflasi yang diperburuk oleh konflik Rusia-Ukraina tahun lalu.
Menurutnya, salah satu antisipasi dalam perkembangan dunia adalah intersepsi kecanggihan teknologi dalam persenjataan yang menyebabkan banyak korban berjatuhan dalam suatu konflik.
"Inilah salah satu kekhawatiran di dunia modern, dunia yang semakin kehilangan nilai dan tidak lagi menghargai kemanusiaan," ujar Rerie.
Sementara itu, Duta Besar RI untuk Pakistan dan Staf Ahli Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Luar Negeri RI, YM. Adam Mulawarman Tugio mengungkapkan konflik yang terjadi antara Hamas-Israel merupakan dampak dari kolonialisme yang berkepanjangan di Palestina.
Adam mengatakan dukungan Indonesia terhadap Palestina bukan karena Indonesia berpenduduk mayoritas muslim, tetapi lebih kepada tidak sepakat dengan kolonialisme. Saat ini Mahkamah Internasional sedang mengkaji terkait dampak hukum akibat pendudukan yang berkelanjutan di Palestina dan Indonesia ikut dalam proses pengkajian tersebut.
Apalagi, tambah Adam, sebelum konflik itu terjadi sedang berlangsung proses perbaikan hubungan antara Israel dan sejumlah negara Arab. Akibat pecah perang Hamas-Israel, sejumlah upaya tersebut terhenti.
Kemudian, perang tersebut juga berdampak pada ekonomi global dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi berkurang 0,1%, harga minyak dunia naik US$4 per barel. Jika perang melebar ke negara-negara lain, maka dampaknya akan semakin besar.
Adam menegaskan serangan balasan Israel yang tidak proporsional terhadap Hamas menimbulkan dampak kemanusiaan yang berkepanjangan bagi Palestina. Karena itu, mitigasi konflik Hamas-Israel sangat penting dilakukan dengan mendorong gencatan senjata dalam upaya perdamaian di Palestina.
Di sisi lain, Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Broto Wardoyo berpendapat penyelesaian konflik Palestina-Israel harus ada poin yang jelas. Menurutnya, utamakan dulu penyelesaian krisis, setelah itu baru tuntaskan masalah lainnya.
Broto menjelaskan menyelesaikan konflik di Gaza tidak akan menjadi mungkin tanpa mengatasi akar permasalahan yang ada. Dia mencatat bahwa konflik saat ini melibatkan tingkat eskalasi yang tinggi di Gaza sejak Israel meninggalkan wilayah tersebut pada tahun 2006. Hal ini dikarenakan saat ini, pemerintahan Israel dikuasai oleh sebuah koalisi religius garis keras yang tidak cenderung mencari penyelesaian damai bagi konflik tersebut.
Broto mengungkapkan di Palestina saat ini masyarakat juga sudah tidak percaya lagi dengan opsi-opsi di luar tindak kekerasan akibat kondisi kehidupan yang semakin sulit. Bagaimana bantuan kemanusiaan bisa disalurkan tepat sasaran, juga masih menjadi persoalan. Karena, Mesir masih belum mau membuka kawasan perbatasannya karena khawatir kebanjiran pengungsi. Sementara bila melalui Israel akan lebih sulit.
Broto mengatakan peluang penyelesaian konflik bisa dimungkinkan bila dibicarakan dengan Hamas dan Qatar serta Iran bisa menjadi perantaranya.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama KSP Siti Ruhaini Dzuhayatin juga berpendapat secara geopolitik dan ekonomi di masa lalu konflik Palestina-Israel masih bisa dipetakan dan masalah ini menjadi persoalan global. Pihak KSP terus mengupdate situasi pada konflik tersebut untuk dilaporkan kepada Presiden.
Menurut Ruhaini, sejatinya Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga telah merespon konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel. Namun, di dalam tubuh OKI pun terjadi dinamika akibat sejumlah perbedaan yang ada, sehingga ada berbagai perbedaan cara pandang dari sejumlah negara OKI dalam melihat konflik Palestina-Israel.
Salah satu langkah yang bisa diupayakan bila ingin menuntaskan masalah pada krisis Palestina dan Israel, menurut Ruhaini, negara Islam yang tergabung dalam OKI harus mampu mengatasi konflik di antara mereka dahulu.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR-RI Muhammad Farhan berpendapat kita sebagai negara tidak bisa lepas dari dampak konflik Palestina-Israel. Menurutnya, konflik Palestina-Israel harus dilihat sebagai perang yang harus segera dihentikan. Menyikapi konflik yang berkepanjangan antara kedua negara itu, Farhan mencurigai, memang tidak ada yang mau menyelesaikan konflik itu.
Menurut Farhan, sikap Indonesia yang menginginkan perang segera dihentikan merupakan sikap yang tepat. Farhan berharap, kedua negara Palestina dan Israel seharusnya bisa menahan diri untuk mempertahankan status quo seperti yang terjadi pada konflik Korea Selatan-Korea Utara dan Taiwan- China. Selain itu, Farhan juga berpesan agar tidak menggunakan isu Palestina untuk kepentingan politik lokal.
Sebagai informasi, diskusi tersebut dimoderatori oleh Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Luthfi Assyaukanie, dan hadir beberapa tokoh sebagai narasumber di antaranya Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden /KSP Siti Ruhaini Dzuhayatin, Duta Besar RI untuk Pakistan dan Staf Ahli Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Luar Negeri RI Adam Mulawarman Tugio, dan Dosen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia Broto Wardoyo. Selain itu, hadir pula Anggota Komisi I DPR-RI Muhammad Farhan sebagai penanggap.
(ncm/ega)